lamp

“Atletik adalah satu cabang olahraga yang terdiri dari gerakan-geerakan yang dinamis dan harmonis seperti jalan, lari, lempar, dan lompat (Djumidar, 2007: 1.3)”.

“Atletik menjadi induk atau ibu dari seluruh cabang olahraga (Panjaitan, 1990: 51)”. Jadi lompat jauh dapat digolongkan ke dalam nomor lompat cabang olahraga atletik..

Menurut pendapat Syarifuddin (1992 : 90) lompat jauh adalah bentuk gerakan melompat mangangkat kaki ke atas depan dalam upaya membawa titik berat badan selama mungkin di udara atau melayang di udara yang dilakukan dengan cepat dan dengan jalan melakukan tolakan pada satu kaki untuk mencapai jarak yang sejauh-jauhnya.

Jonath, Haag, Krempel (1990 : 197) menyatakan bahwa unsur utama lompat jauh dengan awalan adalah lari awalan/ ancang-ancang, bertolak, melayang di udara dan mendarat. Masing-masing bagian itu memiliki gaya gerakannya sendiri yang menyumbangkan pencapaian jarak lompatan.

“Nomor lompat ada tiga gaya, yaitu gaya jongkok, gaya lenting atau menggantung dan gaya jalan di udara (Adisasmita : 68)”.

Pendapat Adisasmita kecepatan dan ketepatan dalam lari awalan sangat mempengaruhi hasil lompatan. Ini berarti bahwa kecepatan lari awalan adalah suatu keharusan untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Pelompat tanpa kecepatan sama sekali tidak mempunyai suatu harapan untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya (Adisasmita, 1992 : 67).

Menurut Adisasmita (1992, 67) untuk dapat melakukan lari awalan dengan baik, perlu memperhatikan dan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a)    Jarak lari awalan tergantung pada tiap-tiap pelompat.

b)  Jarak lari awalan harus cukup jauh untuk mendapatkan kecepatan

maksimal. Panjang awalan untuk usia SMP antara 30 – 45 meter.

c)  Kecepatan lari awalan dan irama langkah harus rata.

d) Pada langkah akhir, pikiran dipusatkan untuk melompat setinggi-tingginya ke arah depan.

e)  Langkah terakhir diperkecil agar dapat menolak ke atas dengan lebih sempurna.

f)  Sikap lari seperti pada lari jarak pendek.

“Pada waktu menumpu seharusnya badan sudah condong kedepan, titik berat badan harus terletak tegak dimuka titik sumber tenaga, yaitu tungkai menumpu pada saat pelompat menumpu (Adisasmita, 1992 : 67)”

Melakukan gerakan-gerakan sikap tubuh untuk menjaga keseimbangan dan untuk memungkinkan pendaratan yang lebih sempurna. Gerakan sikap tubuh di udara (waktu melayang) yang biasanya disebut gaya lompatan dalam lompat jauh (Adisasmita, 1992 : 68).

“Mendarat dilakukan dengan tumit terlebih dahulu mengenai tanah (Adisasmita, 1992 : 68)”.

Pada saat pelompat menginjak tanah lengan diayunkan ke depan, lutut ditekuk dan badan membungkuk ke depan. Gerakan ini membawa titik berat badan jatuh di bawah garis melayang, memberikan momentum pada badan serta mencegah jatuh ke belakang pada tumit yang berakibat mengurangi jarak lompatan (Soedarminto dan Soeparman, 1993 : 360).

“Mendarat yang baik adalah ketika mendarat atau jatuhnya dengan kedua kaki dan tangan ke depan, jadi misalkan jatuhnya ke depan tidak akan merugikan (Kosasih, 1993 : 84)”.

Prinsip yang cukup mendasar untuk program latihan menurut Tohar (2004 : 54) program latihan dapat diatur dan dikontrol dengan cara memvariasikan beban latihan seperti volume, intensitas, recovery dan frekuensi dalam suatu unit program latihan harian.

Intensitas menurut Tohar (2004 : 55) adalah takaran yang menunjukkan kadar atau tingkat pengeluaran energi, alat dalam aktivitas jasmani baik dalam latihan maupun pertandingan. Intensitas latihan plaiometrik dapat ditingkatkan dengan penambahan beban pada hal-hal tertentu dengan peningkatan jumlah repetisi dan set.

“ Recovery dikatakan oleh Tohar (2004 : 55) adalah waktu yang digunakan untuk pemilihan tenaga kembali antara satu elemen materi latihan dengan elemen

berikutnya”.

Frekuensi menurut Tohar (2004 : 55) adalah ulangan gerak beberapa kaki atlit harus melakukan gerakan setiap giliran. Frekuensi tinggi berarti ulangan gerak banyak sekali dalam satu giliran. Frekuensi dapat juga diartikan berapa kali latihan per hari atau berapa hari latihan per minggu.

“Pada lompat jauh gaya jongkok ini akan dibahas komponen kondisi fisik tentang kecepatan, kekuatan, daya ledak, ketepatan, kelentukan koordinasi gerak (Syarifuddin, 1992 : 90)”.

  1. Kondisi fisik yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
  2. Kecepatan

Kecepatan menurut Sajoto (1995 : 9) menyatakan bahwa kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan kesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

seperti yang dikemukakan oleh Suharno (1993 : 27-28) bahwa latihan-latihan otot mempunyai pengaruh terhadap hasil yang dicapai pada kemampuan jarak seperti dalam pengembangan daya lompat pada kaki dan juga terhadap fleksibilitas pada otot dan persendian.

A. Hipotesis Penelitian

“Menurut Arikunto (1998 : 20) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.

Kategori:Uncategorized

Menurut Sutrisno Hadi (2000)  mengatakan : Salah satu tugas penting dalam research ilmiah adalah menetapkan ada tidaknya hubungan sebab-akibat fenomin-fenomin dan menarik hukum-hukum tentang hubungan sebab akibat itu. Metode eksperimen merupakan salah satu metode yang paling tepat untuk menyelidiki hubungan sebab akibat itu.

Menurut Sutrisno Hadi (1996) dijelaskan bahwa : “Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki, dibatasi jumlah penduduk individu yang paling sedikit mempunyai sifat sama”.

Sutrisno Hadi (1996)  menyatakan bahwa : “Sampel adalah sebagian dari penduduk yang jumlahnya kurang dari populasi jadi sampel harus paling sedikit mempunyai sifat sama, baik kodrat maupun sifat pengkhususannya”.

Menurut pendapat Jess Jarver (2005) , cara mengukur lompatan yaitu : ‘Jarak lompatan di ukur pada sudut tertentu mulai dari jejak terdekat di daerah pendaratan (landing) bagian tubuh manapun sampai ke garis tumpuan (take off)”

Kategori:Uncategorized

Mei 19, 2010 2 komentar

Olahraga adalah salah satu yang erat hubungannya dengan pembangunan dan telah menjadi program pemerintah dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan berbangsa dan bernegara, olahraga memegang peranan penting bagi bangsa Indonesia dalam pelaksanaan pembangunan, disamping itu olahraga dapat dijadikan supermasi keberadaan suatu negara. (GBHN, 1994 alenia ke 3 tentang pembinaan olahraga)

Ini sesuai dengan Undang-Undang Dasar No. 3 tahun 2005 tentang sistem keolahragaan nasional yaitu bahwa sistem keolahragaan nasional ini akan memberikan kepastian hukum bagi pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam kegiatan keolahragaan. Dalam mewujudkan masyarakat dan bangsa yang gemar, aktif, sehat dan bugar, serta berprestasi dalam olahraga. Dengan demikian gerakan memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat serta upaya meningkatkan prestasi olahraga dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa pada tingkat internasional sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan nasional yang berkelanjutan.

menurut Tamat (2008 : 1.8) menyatakan bahwa :

Kegiatan pendidikan jasmani, secara langsung atau tidak langsung ikut mengembangkan daya intelektual atau kemampuan berpikir anak didik.

Menurut pendapat Arikunto (1995:51) mengemukakan bahwa tes adalah :

Merupakan alat suatu prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur suatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Nurhasan (2008:1.3)

  1. Pengertian Cabang Olahraga Atletik

Pada pengertian cabang atletik merupakan induk cabang olahraga yang diperlombakan, yang dilakukan secara luas dan bisa dilakukan oleh siapa saja, baik yang tidak sekolah, siswa, mahasiswa, junior dan senior. Atletik bisa dilakukan secara perorangan maupun beregu. Yang termasuk dalam olahraga atletik adalah lari, lompat/loncat, tolak dan lempar.

Menurut AP Panjaitan (1990) menyatakan bahwa “Atletik mempunyai semboyan “ citius, altius, fortius yang dalam bahasa Inggrisnya faster, higner, dan stronger, yaitu lebih cepat, lebih tinggi dan lebih kuat. Atletik terdiri dari jalan, lari, lempar, lompat. Setiap penyelenggaraan pesta olahraga baik tingkat nasional maupun tingkat dunia atletik selalu ikut dipertandingkan dan merupakan pokok acara pada setiap peristiwa. Keadaan ini membuat orang menjuluki atletik sebagai induk  (ibu) dari segala cabang olah raga (Mother of Sport).

Berlatih atletik bisa dilakukan di hutan, di alam bebas, di bangsal, di lapangan olahraga, di stadion. Di Indonesia perserikatannya adalah PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia), yang kini telah tersebar keseluruh pelosok tanah air. Untuk dalam upaya meningkatkan prestasi olahraga diperlukan berbagai usaha dan melalui pendekatan ilmiah. Prestasi olahraga yang dicapai sebenarnya merupakan hasil perpaduan dari berbagai usaha. Karena di dalamnya akan dilibatkan banyak pihak seperti pelatih, fasilitas, program latihan, teori-teori yang mendukung dalam kepelatihan dan sebagainya.

Dalam hal latihan salah satu faktor yang paling esensial adalah dilakukannya dengan berulang-ulang. Jadi latihan merupakan suatu proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berkesinambungan dengan beban semakin meningkat. Sedangkan tujuan dari latihan fisik adalah mengembangkan dan meningkatkan kondisi fisik atlet yang meliputi kekuatan kelentukan daya tahan dan daya gerak terutama dalam bidang lompat jauh.

  1. Lompat Jauh Gaya Berjalan di Udara

Tehnik lompat jauh gaya berjalan di udara pada dasarnya sama dengan tehnik lompat jauh gaya menggantung dan lompat jauh gaya jongkok. Ciri khas dari lompat jauh gaya berjalan di udara adalah gerakan lompatannya dilakukan seperti orang berjalan.

1). Tehnik lompat jauh gaya berjalan di udara.

a)      Awalan

Awalan dilakukan pada jarak 30 – 40 meter dan dilakukan dengan secepat-cepatnya dan jangan mengubah langkah pada saat akan melompat.

b)      Tolakan

Tolakan dilakukan dengen menggunakan kaki sekuat-kuatnya ke atas dan ke depan tepat pada balok tolakan yang terkuat.

c)      Sikap Badan di Udara.

Cara melakukannya adalah pada saat kaki ditolakkan pada balok tolakan, kaki ayun diangkat ke depan atas untuk membantu titik berat badan. Kemudian kaki ayun diturunkan, bersamaan dengan itu kaki satunya ditarik ke depan dan dirapatkan, sehingga mendarat dengan ke dua kaki lurus ke depan.

d)     Mendarat

Pada waktu akan mendarat, berat badan bagian bawah ke depan, demikian juga kedua tangan. Mendarat dengan kedua kaki rapat dan jongkok.

  1. Lompat Jauh Gaya Jongkok

1). Tehnik dasar

Cara melakukan lompat jauh gaya jongkok dapat dirinci sebagai berikut :

a). Tehnik dasar awalan

Jarak awalan :        (1)    bisa + 30 m dari papan tumpu

(2)    bisa + 60 m dari papan tumpu

untuk memperoleh jarak awalan bagi pemula, bisa dilakukan dengan langkah mundur ke belakang.

Berdiri pada papan tumpu,

(1)   Tarik kaki kiri ke belakang sejauh mungkin, untuk tahap pertama bisa empat langkah, kanan dan kiri.

(2)   Ambil sikap melangkah dengan kaki kiri di depan.

(3)   Melangkah ke depan, sehingga kaki kanan tepat menumpu papan tumpu.

Setelah dilakukan dengan tehnik di atas secara berulang – ulang maka kita bisa melakukan awalan lompat jauh gaya jongkok yaitu lari cepat dari titik yang telah dilatih tadi tanpa menambah langkah sampaio pada papan tolak / tumpu dan melakukan tolaka.

b)  Tehnik tolakan

(1)   Pada saat menumpu badan lebih ditegakkan dari sikap lari (boleh dikatakan badan condong ke belakang)

(2)   Urutan tumpuan telapak kaki :

(a)    tumit

(b)   telapak kaki

(c)    ujung kaki

(3)    Dorongkan kaki dengan menggunakan ujung kaki ke depan ke atas dibantu gerakan tangan.

c)       Sikap badan di udara

(1)                 Kedua kaki ditekuk

(2)                 Kedua tangan di depan, disamping kepala

(3)                 Pada saat akan mendarat kedua kaki lurus ke depan merapat, kedua tangan lurus ke depan serta berat badan di bawa ke depan.

d)        Sikap mendarat

(1)                 Mendarat dengan kedua kaki agak merapat

(2)                 Berat badan di bawa ke depan

(3)                 Lutut ditekuk dalam posisi jongkok

(4)                 Tangan di depan menyentuh bak lompat

(5)                 Pandangan ke depan

c . Peraturan perlombaan

1)      Gaya – gaya lompat jauh

a)      Gaya jongkok (tuck style / sit down in the air)

b)      Gaya melayang / melenting (rang style / schenepper)

c)      Gaya jalan di udara (walking / running in the air)

2)      Lapangan / bak lompat

Ukuran :

a)    Panjang : 11 m

b)   Lebar : 2,75 m

c)    Jarak balok tumpu dengan bak lompat : 2 m

d)   Lebar balok tumpu : 1,22 m

e)    Panjang awalan : 30 – 40 m

f)    Lebar awalan  : 2,22 m

Sikap badan pada waktu jatuh atau mendarat yaitu si pelompat harus mengusahakan jatuh atau mendarat. Sebaik-baiknya jangan sampai badan jatuh atau dengan posisi tangan ke belakang karena dapat merugikan, sikap badan waktu mendarat yang baik adalah jatuh dengan kedua kaki dan lengan ke depan.

Latihan kondisi fisik adalah proses mengembangkan kemampuan aktivitas gerak jasmani yang dilakukan secara sistematik dan ditingkatkan secara progresif untuk mempertahankan atau meningkatkan derajat kebugaran jasmani agar tercipta kemampuan kerja fisik yang optimal. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan potensi fungsional atlet dan mengembangkan kemampuan biomotorik ke derajat yang paling tinggi. (Yudiana, Subarjah, Julianntine, 2009 : 3.3)

menurut U Jonath (1990:6) juga menyatakan bahwa :

a)   Latihan adalah penerangan rangsangan fungsional secara sistematis dalam ukuran makin meninggi dengan tujuan untuk meningkatkan prestasi. Latihan menimbulkan perubahan penyesuaian organ terhadap persyaratan prestasi yang dipertinggi.

b)   Rangsangan latihan harus paling sedikit mencapai 30 sampai 50 persen prestasi maksimal untuk dapat menbimbulkan peningkatan prestasi.

c)   Pada umumnya otot-otot menjadi lebih besar dan lebih dekat, pembuluh-pembuluh kapiler makin besar jumlahnya. Pertukaran zat dalam otot dipengaruhi secara baik, dan kemampuannya untuk mengikat oksigen menjadi lebih baik pula.

d)  Dengan latihan secara terus-menerus, jantung menjadi lebih besar. Jumlah denyutnya pada waktu istirahat menjadilebih rendah, dan pernafasan menjadi efisien. Jumlah oksigen (O2) lebih banyak dapat dihirup dan jumlah karbondioksida (CO2) lebih banyak dapat dikeluarkan. Daya maksimal pemasukan oksigen menjadi lebih besar hingga kemampuan berprestasi terus-menerus dapat ditingkatkan dalam waktu yang lama. Juga jumlah darah dan butir-butir darah merah meningkat.

e)   Pendayagunaan zat-zat makanan yang dimasukkan pun menjadi dipertinggi.

Selanjutnya pengaruh latihan terhadap organisme Menurut U. Jonath/E.Haag/R.Krempel (1990:13) menyatakan bahwa : pengaruh latihan badan yang dapat ditunjukkan terhadap organisme, dapat diuraikan sebagai berikut :

a)   Pengaruh terhasp sistem otot dan kerangka

Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih. Ukuran, penampang lintang, maupun volumenya menjadi lebih besar. Dalam perbandingan yang kira-kira sama, juga tenaga ototnya meningkat. Otot terlatih, dengan pertumbuhan (hipertrofi) masing-masing serat otot karena peningkatan putih telur (protein) di dalamnya, menjadi lebih besar. Jadi kemampuan untuk memenuhi persyaratan pada prestasi gerak, karenanya juga meningkat.

b)   Pengaruh terhadap organ dalam dan darah

Latihan secara terus-menerus mempunyai pengaruh yangterlihat pada perkembangan organ tubuh dalam, terutama otok, darah, paru-paru maupun kelenjar-kelenjar hormon tertentu. “Kemampuan jantung terlatih” pada olah ragawan stamina dibandingkan jantung biasa, juga dalam hal berat maupun isinya dapat berlipat dua. Sehubungan sengan organ dalam dan darah merupakan kriteria yang menentukan bagi penilaian kemampuan prestasi stamina seorang olah ragawan.

c)   Pengaruh terhadap pertukaran zat

Dalam pengertian pertukaran zat, termasuk semua proses yang mengakibatkan pembentukan, perubahan, dan pembongkaran zat di dalam tubuh. Setiap fungsi hidup hanya terjadi dengan pembongkaran zat. Pada pembongkaran zat yang terjadi menurut proses biokimia yang asangat rumit itu, dikeluarkan energi dalam bentuk panas atau sebagai energi mekanis proses perubahan kimia itu dapat berlangsung dengan penambahan oksigen (aerob) atau tanpa oksigen atau tanpa oksigen (anaerob). Yang menentukan untuk itu ialah lamnya waktu dan intensitas kerja yang harus dilakukan, maka selama diadakan latihan secara teratur dengan olah ragawan yang terlatih supaya dapat diperoleh penyesuaian yang baik. Dengan demikian juga kebutuhan sebesar mungkin akan oksigen yang disampaikan kepada otot-otot di bawah pengaruh latihan itu, menjadi lebih besar.

Sebagai dasar bagi latihan dapat disusun aturan sebagai berikut melalui tiga tahap :

Tahap pertama : latihan dasar (beberapa tahun sekitar lima tahun) dengan menerapkan latihan olahraga secara sistematis. Akan tercapai dasar umum yang luas tentang sifat-sifat utama mengenai tenaga-stamina-kecepatan.

Tahap kedua : latihan pembentukan (kira-kira dua sampai tiga tahun) yang menuju kepada kemampuan prestasi dalam cabang olah raga khusus. Pembentukan ini berdasarkan kemampuan dan kesiapan umum yang diperoleh pada latihan dasar.

Tahap ketiga : latihan prestasi. Di sini diusahakan sebaik-baiknya agar dapat tercapai prestasi pribadi secara maksimal dalam suatu cabang olah raga khusus.

  1. Prinsip Pelatihan

Prinsip-prinsip di dalam latihan antara lain :

  1. Kesediaan mengulang-ulang apa yang akan dipelajari, gerakan-gerakan diulang sehingga dapat dilakukan tanpa memikirkan segala sesuatu dapat berlangsung secara otomatis, efektif dan efisien.
  2. Latihan harus cukup berat, sehingga dapat digunakan untuk merangsang otot untuk beradaptasi didalam tubuh. Latihan yang ringan tidak akan menimbulkan kemajuan kemampuannya, tetapi sebaliknya latihan yang sangat berat akan dapat melumpuhkan kemampuan otot untuk berprestasi. Jadi kaunci dalam latihan itu terletak pada penjatahan maupun pengaturan dosis latihan yang tepat dan rutinitas.
  3. Latihan harus meningkat, sebab ini ada hubungannya dengan prinsip-prinsip di atas yaitu latihan harus merangsang. Setelah melakukan latihan berkali-kali badan bertambah kemampuannya sehingga membutuhkan perangsang yang lebih besar dari semula. Dengan kata lain harus ditingkatkan beban latihan, sedang pembebanan didalam latihan harus teratur sebab kalau pemberatnya tidak teratur dapat berakibat kurang baik bagi para atlet yang sedang melakukan latihan.
  4. Latihan harus dilakukan secara teratur, sebab bila atlet melakukan latihan tidak teratur maka tidak akan terjadi adaptasi dari badan yang melakukan latihan.

Pada akhirnya kemampuan untuk berprestasi itu sendiri juga terbatas oleh bakat yang tersimpan oleh diri atlet itu sendiri, dan masing-masing atlet mempunyai bakat yang berbeda.

Periode latihan Fungsi latihan Jenis lataihan bentuk dan metode Kekhususan periode
Periode persiapan I : tahap persiapan umum latihan dasar Memperoleh dan mengembangkan persyaratan yang menjadi dasar bentuk olah raga. Tingkat umum kemungkinan fungsional dalam organisme harus dipertinggi Penggunaan latihan untuk mengembangkan; stamina umum-lari jauh; tenaga-latihan  dengan pembebanan berat dan tahanan; kecepatan garak-lari cepat dan permainan; ketangkasan-atletik berat (turmen), permainan gerak, dan olah raga bola Tujuan utamanya ialah makin mempertinggi volume dan itensitas, mengenai peningkatan lama waktu latihannya.
Periode persiapan II; tahap persiapan khusus, latihan pembentukan Secara jasmaniah ditonjolkan latihan khusus. Pendidikan teknis-taktis. Saling berhubungan antara latihan/pendidikan fisis, teknis, taktik dan mental Latihan khusus akan sesuai dengan latihan perlombaan dengan :

  1. Melatih unsur bagian seluruh gerak  perlombaan.
  2. Cukup memperpendek lama pelaksanaan dan mepertinggi intensitas kelompok latihan tertentu untuk mengembangkan stamina khusus
Penurunan volume umum dan peningkatan intensitas selanjutnya.
Periode perlombaan : latihan prestasi tinggi Kondisi harus dipertimbangan dan dialihkan ke dalam prestasi. Diusahakan agar keadaan mencapai keadaan latihan khusus secara maksimal, bila dengan penyempurnaan teknik lebih tinggi. Pengambangan pikiran taktis dan penyesuaian psikologis moral dan mental langsung pada perlombaan. Perlombaan dalam jenis olah raga khusus sesuai dengan latihan. Latihan umum khusus dalam tahao peralihan suatu periode perlobaan yang lama. Sarana pendidikan/latihan umum harus banyak seginya Volume seluruhnya masih dapat agak berubah tapi kemudian menjadi mantap. Intensitas pembebanan khusus meningkat hingga maksimum dan kemudian juga menjadi mantap.
Periode peralihan Isi utamanya ialah pemulihan aktif (atau reaksi perlindungan) tubuh terhadap pembebanan lebih yang dapat menyebabkan penurunan) Banyak latihan pembentukan tubuh secara umum (misal gerak jalan, memanjat, permainan gerak,s enam dan latihan dari jenis olah raga pelengkap) Waktu empat sampai enam miinggu cukup. dengan pemulihan aktif yang meningkat, tibalah peralihan ke periode persiapan.

Jess Jarver (2005) menyatakan bahwa metode latihan berbeban yaitu :

Suatu metode latihan yang membedakan antara peningkatan kekuatan (strength) dan tenaga (power), gerakan berkekuatan adalah gerakan yang lambat, terkendali melawan suatu gaya berat dari luar. Sedangkan gerakan bertenaga meliputi kecepatan gerak dan kemampuan memberikan reaksi cepat terhadap beban yang ringan, sedang dan berat dalam waktu yang sangat singkat.

Aturan dasar metode latihan berbeban menurut U. Jonath (1990) menyatakan bahwa :

  1. Pemanasan sebagai persiapan latihan dan perlombaan

Sebelum latihan dan perlombaan dengan cara pemanasan atlet harus menyiapkan diri bagi kesediaan organismenya untuk berprestasi tinggi. Pemanasan ini dapat dilakukan secara aktif (misalnya dengan lari-lari awal, senam) atau juga secara pasif (misalnya pijat atau masase). Dengan pemanasan dapat dicapai kesediaan berprestasi yang lebih tinggi karena :

1)   Peredaran darah yang lebih baik dalam otot-ototnya

2)   Pengaruhnya yang baik terhadap pertukaran zat

3)   Penyesuaian yang lebih baik pada sistem saraf

4)   Peningkatan elastisitas pada sistem otot dan sehubungan dengan itu menjadi kurangnya bahaya untuk mendapat cedera

  1. Prinsip peningkatan beban dalam latihan

Peningkatan prestasi terus menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan. Perubahan progresif (pembebanan progresif) itu menyangkut peningkatan seringnya berlatih maupun penambahan volume dan intensitas latihan. Pada olah ragawan tingkat tinggi soalnya terutama mengenai peningkatan intensitas pada yang baru mulai dan yang lebih lanjut mengenai perluasan volume latihan umum.

Menurut Matwejew menunjukkan peningkatan beban latihan dalam penyusunan latihan.

Tahun/Bulan 1 2 3 4
Ketinggian

Relatif

Beban

Latihan

PPs PPI PPr PPs PPI PPr PPs PPI PPr PPs PPI PPr

Pembebanan latihan

PPS   = Periode persiapan

PPI    = Periode perlombaan

PPr    = Periode peralihan

= Perubahan beban latihan dalam makrosiklus

= Perbedaan ketinggian beban

Gambar 1

Peningkatan beban latihan dalam penyusunan latihan

  1. Jedah (istirahat) dalam latihan

Jedah atau istirahat antara masing-masing rangsangan latihan gunanya untuk memulihkan organisme dari beban yang dikenakan sebelumnya.

Dalam praktek latihan dibedakan dua jenis istirahat :

1)   Istirahat penuh setelah pembebanan tinggi sampai tinggi

2)   Istirahat tak penuh setelah pembebanan ringan sampai di bawah maksimal

  1. Prinsip superkompensasi

Tiap rangsangan gerak mengabaikan suatu pembongkaran zat (cadangan energi) namun mengandung rangsangan untuk pembangunan baru. Ini tidak menghentikan keadaan jaringan semula, tetapi berkembang lanjut melebihi keadaan pada waktu itu. Itulah yang merupakan ciri khas sesuatu yang hidup, yaitu menyesuaikan diri pada persyaratan prestasi yang diertinggi.

  1. Peningkatan latihan hingga optimal melalui perencanaan dan kontrol

Latihan olahraga hanya dapat memberikan hasil optimal bila diartikan sebagai proses pendidikan atlet secara luas. Perencanaan latihan, kontrol hasil latihan dan perlombaan secara teratur, maupun pengorganisasian yang berarti tentang prestasi yang diinginkan, semuanya itu merupakan dasar untuk mengoptimalkan proses latihan. Diantara berbagai upaya itu di sini hanya diambil yang penting-penting saja.

  1. Pembebanan progresif

Dengan latihan tenaga dua kali seminggu, setelah enam sampai delapan minggu terlihat tambahan tenaga kira-kira 20 persen. Otot telah menyesuaikan diri pada rangsangan beban dan bereaksi dengan membesarnya penampang lintang seperti yang diinginkan. Akibatnya ialah bahwa ulangan yang lebih banyak dapat dilakukan atau bahwa penambahan tenaga itu memungkinkan diberikannya beban yang lebih tinggi 20 persen. Tinggi pembebanan optimal (misalnya 70% pada latihan tenaga dinamis) juga bukan besaran yang mutlak dan harus selalu ditetapkan lagi. Bagi praktek-praktek latihan itu berarti dalam waktu kira-kira dua sampai tiga minggu, berat bebannya terus ditambah. Sebaliknya akan keliru bila pada ketinggian beban yang sama, jumlah ulangannya dikurangi. Prinsip pembebanan progresif tidak dapat diabaikan dalam latihan tenaga optimal. Sayangnya, persyaratan tersebut, karena alasan organisatoris dan teknis, jarang dipenuhi karena pembebanan perorangan pada latihan dalam kelompok bukanlah soal yang sederhana.

Menurut U Jonath/E Haag/R Krempel (1990) menyatakan bahwa persyaratan metodis menurut pembebanan yang cocok (sesuai dengan keadaan prestasi yang berlatih) yang telah diketahui secara umum dalam latihan tenaga perlu diberi tekanan sebaik-baiknya.

1)   Dari kebiasaan menjadi ketakbiasaan

Pada mulnya perlu didahulukan latihan tenaga yang biasa serta sederhana; ini tidak boleh menunjukkan tingkat kesulitan apa pun. Baru setelah beberapa waktu latihan dapat bersifat teknis terinci. Sekarang misalnya dipelajari teknik angkat dengan halter kepingan.

2)   Dari yang sedikit sampai yang banyak

Peningkatan sedikit demi sedikit secara lambat laun, dalam takaran latihan selanjutnya (ulangan dalam latihan dan seri) akhirnya memuncak sampai volume latihan yang besar lebih banyak ulangan dan lebih banyak seri

3)   Dari yang ringan sampai yang berat

Selanjutnya hanya boleh digunakan pembebanan yang ringan. Baru setalah latihannya dikuasai dan terjadi perbaikan dalam tenaga dasar pada yang berlatih pembebanan dapat di tingkatkan sampai ketinggian 70 persen yang dipersyaratkan bagi latihan tenaga.

4)   Dari penguatan umum sampai penguatan khusus

Terutama dalam usia anak sekolah dan remaja, penguatan tubuh secara umum dalam tahap pertama latihan tenaga sangat diperlukan. Itu karena mereka belum disiapkan untuk menghasilkan prestasi dan dapat menderita dan dapat menderita kerugian dalam sikap badan dan kemungkinan bergerak (tulang, otot, bungkus otot, serta uratnya). Maka itu mula-mula kelompok-kelompok otot besar dalam badan dikuatkan dulu, sebab ini merupakan dasar bagi gerak tubuh dan ini pun memerlukan penanganan secara sistematis

latihan bertenaga dengan menggunakan alat yaitu rompi atau jaket pemberat.

Cara latihannya

  1. Siswa melakukan pemanasan
  2. Setelah pemanasan, siswa melakukan pemanasan yang mendukung atau menyerupai gerakan lompat jauh
  3. Latihan inti atau khusus, siswa memakai rompi pemberat, selanjutnya siswa melakukan lompat pada lapangan lompat jauh atau bak pasir.

Kemampuan Lompat Jauh Gaya Jongkok

  1. Pengertian

Yang menjadi tujuan dari lompat jauh adalah mencapai jarak lompatan yang sejauh-jauhnya dengan memperhatikan atau memahami unsur atau teknik-teknik pokok pada lompat jauh. Adapun teknik-teknik atau unsur-unsur pokok dalam lompat jauh menurut pendapat Moh Gilang (2007:57) adalah :

  1. Teknik awalan atau ancang-ancang (Approach-Run)

Awalan atau ancang-ancang ialah gerakan permulaan dalam bentuk lari untuk mendapatkan kecepatan pada waktu akan melakukan tolakan (lompatan). Kecepatan yang di peroleh dari hasil awalan itu disebut dengan kecepatan horizontal, berguna untuk membantu kekuatan pada waktu melakukan tolakan ke atas-depan.

Guna awalan adalah untuk mendapatkan kecepatan yang setinggi-tingginya sebelum mencapai balok tolakan. Panjang awalan untuk melaksanakan awalan lompat jauh tidak kurang dari 45 meter. Untuk memperoleh hasil lompatan yang maksimal, setiap melakukan awalan harus dapat bertumpu pada balok.

Tumpuan yang tidak tepat pada balok lompat akan merugikan. Untuk menentukan jarak awalan sampai pada papan tolakan, dalam usaha upaya tepat melakukan tolakan pada papan tolakan sesuai dengan kaki yang di gunakan.

  1. Teknik tumpuan atau tolakan (Take-Off)

Tolakan ialah perubahan atau perpindahan geraka dari gerakan horizontal ke gerakan vertikal yang dilakukan secara cepat. Sebelumnya pelompat sudah mempersiapkan diri untuk melakukan gerakan sekuat-kuatnya pada langkah yang terahir sehingga seluruh tubuh terangkat ke atas melayang di udara.

  1. Teknik melayang di udara

Sikap badan melayang di udara, yaitu sikap setelah kaki tolak menolakkan kaki pada balok tumpuan, badan akan dapat terangkat melayang di udara, bersama dengan ayunan kedua lengan  ke depan atas. Tinggi dan jatuhnya hasil lompatan sangat tergantung dari besarnya kekuatan kaki tolak, dan pelompat harus meluruskan kaki tumpu selurus-lurusnya dan secepat-cepatnya.

Pada tahapan melayang di udara ada tiga teknik yang berbeda yang dapat digunakan bergantung pada penguasaan teknik pelompat.

  1. Teknik mendarat

Sikap mendarat pada lompat jauh, baik gaya jongkok, gaya menggantung, maupun gaya berjalan di udara adalah sama. Pada pada waktu akan mendarat kedua kaki di bawah ke depan lurus dengan jalan mengangkat paha ke atas, badan di bungkukkan ke depan, kedua tangan ke depan. Kemudian mendarat  pada kedua tumit terlebih dahulu dan mengeper, dengan kedua lutut dibengkokkan (ditekuk), berat badan ke depan supaya tidak jatuh ke belakang, kepala ditundukkan, kedua tangan ke depan.

Selanjutanya menurut AP Pandjaitan (1990:62) mengatakan        bahwa :

Suatu lompatan mempunyai hubungan atau pengaruh dengan lari kareana lari merupakan awalan bagi pelompat jauh dan harus memperhatikan. Awalan yang cepat dan tepat, tumpuan yang baik dan pendaratan yang menguntungkan. Baca selengkapnya…

Kategori:Uncategorized

Peraturan sepak bola

Peraturan resmi permainan sepak bola (Laws of the Game) adalah:

  • Peraturan 1: Lapangan sepak bola
  • Peraturan 2: Bola sepak bola
  • Peraturan 3: Jumlah Pemain
  • Peraturan 4: Peralatan Pemain
  • Peraturan 5: Wasit
  • Peraturan 6: Asisten wasit
  • Peraturan 7: Lama Permainan
  • Peraturan 8: Memulai dan Memulai Kembali Permainan
  • Peraturan 9: Bola Keluar dan di Dalam Lapangan
  • Peraturan 10: Cara Mendapatkan Angka
  • Peraturan 11: Offside
  • Peraturan 12: Pelanggaran
  • Peraturan 13: Tendangan bebas
  • Peraturan 14: Tendangan penalti
  • Peraturan 15: Lemparan dalam
  • Peraturan 16: Tendangan gawang
  • Peraturan 17: Tendangan

Selain peraturan-peraturan di atas, keputusan-keputusan Badan Asosiasi Sepak bola Internasional (IFAB) lainnya turut menambah peraturan dalam sepak bola. Peraturan-peraturan lengkapnya dapat ditemukan di situs web FIFA.

[sunting] Tujuan permainan

Dua tim yang masing-masing terdiri dari 11 orang bertarung untuk memasukkan sebuah bola bundar ke gawang lawan (“mencetak gol”). Tim yang mencetak lebih banyak gol adalah sang pemenang (biasanya dalam jangka waktu 90 menit, tetapi ada cara lainnya untuk menentukan pemenang jika hasilnya seri). akan diadakan pertambahan waktu 2x 15 menit dan apabila dalam pertambahan waktu hasilnya masih seri akan diadakan adu penalty yang setiap timnya akan diberikan lima kali kesempatan untuk menendang bola ke arah gawang dari titik penalty yang berada di dalam daerah kiper hingga hasilnya bisa ditentukan. Peraturan terpenting dalam mencapai tujuan ini adalah para pemain (kecuali penjaga gawang) tidak boleh menyentuh bola dengan tangan mereka selama masih dalam permainan.

[sunting] Taktik Permainan

Taktik yang biasa dipakai oleh klub-klub sepak bola adalah sebagai berikut:

  1. 4-4-2 (klasik: empat pemain belakang/skipper)
  2. 4-4-2 (dengan dua gelandang sayap)
  3. 4-4-1-1 2 pasang gelandang sayap,satu gelandang serang dan striker tunggal
  4. 4-2-4 2saayap
  5. 4-3-2-1memakai 3 pemain gelandang tengah,2 gelandang serang,dan striker tunggal
  6. 4-3-1-2
  7. 4-5-1
  8. 4-3-3
  9. 4-2-3-1
  10. 4-3-3
  11. 4-1-4-1
  12. 3-4-3
  13. 3-5-2 dengan libero/sweeper
  14. 3-5-2 tanpa libero/sweeper
  15. 3-6-1
  16. 5-4-1

Taktik yang dipakai oleh sebuah tim selalu berubah tergantung dari kondisi yang terjadi selama permainan berlangsung. Pada intinya ada tiga taktik yang digunakan yaitu; Bertahan, Menyerang, dan Normal.

[sunting] Ofisial

Sebuah pertandingan diperintah oleh seorang wasit yang mempunyai “wewenang penuh untuk menjalankan pertandingan sesuai Peraturan Permainan dalam suatu pertandingan yang telah diutuskan kepadanya” (Peraturan 5), dan keputusan-keputusan pertandingan yang dikeluarkannya dianggap sudah final. Sang wasit dibantu oleh dua orang asisten wasit (dulu dipanggil hakim/penjaga garis). Dalam banyak pertandingan wasit juga dibantu seorang ofisial keempat yang dapat menggantikan seorang ofisial lainnya jika diperlukan.selain itu juga mereka membutuhkan alat-alat untuk membantu jalannya petandingan seperti:

  1. papan pengganti pemain
  2. meja dan kursi

[sunting] Tim

  1. Jumlah pemain maksimal untuk memulai pertandingan: 11, salah satunya penjaga gawang
  2. Jumlah pemain minimal untuk mengakhiri pertandingan: 7
  3. Jumlah pemain cadangan maksimal: 13
  4. Jumlah wasit: 1
  5. Jumlah hakim garis: 2
  6. Batas jumlah pergantian pemain: tak terbatas

[sunting] Perlengkapan permainan

  1. Kaos bernomor (sejak tahun 1954)
  2. Celana pendek*
  3. Kaos kaki
  4. Pelindung lutut
  5. Alas kaki bersolkan karet
  • Penjaga gawang boleh memakai celana panjang

[sunting] Lapangan permainan dan bola

Ukuran lapangan standar

  • Lapangan permainan
  1. Ukuran: panjang 100-110 m x lebar 64-75 m
  2. Garis batas: garis selebar … cm, yakni garis sentuh di sisi, garis gawang di ujung-ujung, dan garis melintang tengah lapangan; … m lingkaran tengah; tak ada tembok penghalang atau papan
  3. Daerah penalti: busur berukuran … m dari setiap pos
  4. Garis penalti: … m dari titik tengah garis gawang
  5. Garis penalti kedua: … m dari titik tengah garis gawang
  6. Zona pergantian: daerah … m (… m pada setiap sisi garis tengah lapangan) pada sisi tribun dari pelemparan
  7. Gawang: tinggi 7 m x lebar 2,5 m
  8. Permukaan daerah pelemparan: halus, rata, dan tak abrasif
  • Bola
  1. Ukuran: 68-70 cm
  2. Keliling: … cm
  3. Berat: 410-450 gram
  4. Lambungan: … cm pada pantulan pertama
  5. Bahan: karet atau karet sintetis (buatan)

[sunting] Lama permainan

  1. Lama normal: 2×45 menit
  2. Lama istiharat: 15 menit
  3. Lama perpanjangan waktu: 2×15 menit
  4. Ada adu penalti jika jumlah gol kedua tim seri saat perpanjangan waktu selesai
  5. Time-out: 1 per tim per babak; tak ada dalam waktu tambahan
  6. Waktu pergantian babak: maksimal 15 menit

[sunting] Perpanjangan waktu dan adu penalti

Kebanyakan pertandingan biasanya berakhir setelah kedua babak tersebut, dengan sebuah tim memenangkan pertandingan atau berakhir seri. Meskipun begitu, beberapa pertandingan, terutamanya yang memerlukan pemenang mengadakan babak tambahan yang disebut perpanjangan waktu kala pertandingan berakhir imbang: dua babak yang masing-masing sepanjang 15 menit dimainkan. Hingga belum lama ini, IFAB telah mencoba menggunakan beberapa bentuk dari sistem ‘sudden death’, namun mereka kini telah tidak digunakan.

Jika hasilnya masih imbang setelah perpanjangan waktu, beberapa kejuaraan mempergunakan adu penalti untuk menentukan sang pemenang. Ada juga kejuaraan lainnya yang mengharuskan pertandingan tersebut untuk diulangi.

Perlu diperhatikan bahwa gol yang dicetak sewaktu babak perpanjangan waktu ikut dihitung ke dalam hasil akhir, berbeda dari gol yang dihasilkan dari titik penalti yang hanya digunakan untuk menentukan pemenang pertandingan.

[sunting] Wasit sebagai pengukur waktu resmi

Wasit yang memimpin pertandingan sejumlah 1 orang dan dibantu 2 orang sebagai hakim garis. Kemudian dibantu wasit cadangan yang membantu apabila terjadi pergantian pemain dan mengumumkan tambahan waktu. Pada Piala Dunia 2006, digunakan ofisial ke-lima.

[sunting] Percobaan penggunaan gol emas dan gol perak

Lihat: Gol perak; Gol emas.

Pada akhir 1990-an, IFAB mencoba membuat pertandingan lebih mungkin berakhir tanpa memerlukan adu penalti, yang sering dianggap sebagai cara yang kurang tepat untuk mengakhiri pertandingan.

Contohnya adalah sistem gol perak yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu pertama, dan gol emas yang mengakhiri pertandingan jika sebuah gol dicetak pada perpanjangan waktu kedua.

Kedua sistem ini telah dihentikan oleh IFAB.

[sunting] Kejuaraan internasional besar

Kejuaraan internasional terbesar di sepak bola ialah Piala Dunia yang diselenggarakan oleh Fédération Internationale de Football Association. Piala Dunia diadakan setiap empat tahun sekali. Lebih dari 190 timnas bertanding di turnamen kualifikasi regional untuk sebuah tempat di babak final. Turnamen babak final yang berlangsung selama empat minggu kini melibatkan 32 timnas (naik dari 24 pada tahun 1998).

Kejuaraan internasional yang besar di setiap benua adalah:

Ajang tingkat klub terbesar di Eropa adalah Liga Champions, sementara di Amerika Selatan adalah Copa Libertadores. Di Asia, Liga Champions Asia adalah turnamen tingkat klub terbesar.

Sepak bola sudah dimainkan di Olimpiade sejak tahun 1900. (kecuali pada Olimpiade tahun 1932 di Los Angeles). Awalnya ini hanya untuk pemain-pemain amatir saja, namun sejak Olimpiade Los Angeles 1984 pemain profesional juga mulai ikut bermain, disertai peraturan yang mencegah negara-negara daripada memainkan tim terkuat mereka. Pada saat ini, turnamen Olimpiade untuk pria merupakan turnamen U-23 yang boleh ditamnbahi beberapa pemain di atas umur. Akibatnya, turnamen ini tidak mempunyai kepentingan internasional dan prestise yang sama dengan Piala Dunia, atau bahkan dengan Euro, Copa America atau Piala Afrika.

Sebaliknya, turnamen Olimpiade untuk wanita membawa prestise yang hampir sama seperti Piala Dunia Wanita FIFA; turnamen tersebut dimainkan oleh tim-tim internasional yang lengkap tanpa batasan umur.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Organisasi

[sunting] Jenis lainnya

[sunting] Elemen permainan

Bulu tangkis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Langsung ke: navigasi, cari

Untuk kegunaan lain dari Badminton, lihat Badminton (disambiguasi).

Ardy B. Wiranata, pemain bulu tangkis terkenal dari Indonesia

Bulu tangkis (sering disingkat bultang) atau badminton adalah suatu olahraga raket yang dimainkan oleh dua orang (untuk tunggal) atau dua pasangan (untuk ganda) yang saling berlawanan.

Mirip dengan tenis, bulu tangkis bertujuan memukul bola permainan (“kok” atau “shuttlecock“) melewati jaring agar jatuh di bidang permainan lawan yang sudah ditentukan dan berusaha mencegah lawan melakukan hal yang sama.

Daftar isi

[sembunyikan]

// <![CDATA[//

[sunting] Partai

Berkas:Bulu tangkis ukuran.jpg

Lapangan bulu tangkis

Ada lima partai yang biasa dimainkan dalam bulu tangkis, yaitu:

  1. Tunggal putra
  2. Tunggal putri
  3. Ganda putra
  4. Ganda putri
  5. Ganda campuran

[sunting] Lapangan dan jaring

Lapangan bulu tangkis berbentuk persegi panjang dan mempunyai ukuran seperti terlihat pada gambar. Garis-garis yang ada mempunyai ketebalan 40 mm dan harus berwarna kontras terhadap warna lapangan. Warna yang disarankan untuk garis adalah putih atau kuning. Permukaan lapangan disarankan terbuat dari kayu atau bahan sintetis yg lunak. Permukaan lapangan yang terbuat dari beton atau bahan sintetik yang keras sangat tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan cedera pada pemain. Jaring setinggi 1,55 m berada tepat di tengah lapangan. Jaring harus berwarna gelap kecuali bibir jaring yang mempunyai ketebalan 75 mm harus berwarna putih.

[sunting] Perlengkapan

  • Raket

Secara tradisional raket dibuat dari kayu. Kemudian aluminium atau logam ringan lainnya menjadi bahan yang dipilih. Kini, hampir semua raket bulu tangkis profesional berkomposisikan komposit serat karbon (plastik bertulang grafit). Serat karbon memiliki kekuatan hebat terhadap perbandingan berat, kaku, dan memberi perpindahan energi kinetik yang hebat. Namun, sejumlah model rendahan masih menggunakan baja atau aluminium untuk sebagian atau keseluruhan raket.

  • Senar

Mungkin salah satu dari bagian yang paling diperhatikan dalam bulu tangkis adalah senar nya. Jenis senar berbeda memiliki ciri-ciri tanggap berlainan. Keawetan secara umum bervariasi dengan kinerja. Kebanyakan senar berketebalan 21 ukuran dan diuntai dengan ketegangan 18 sampai 30+ lb. Kesukaan pribadi sang pemain memainkan peran yang kuat dalam seleksi senar.

  • Kok

Kok adalah bola yang digunakan dalam olahraga bulu tangkis, terbuat dari rangkaian bulu angsa yang disusun membentuk kerucut terbuka, dengan pangkal berbentuk setengah bola yang terbuat dari gabus. Dalam latihan atau pertandingan tidak resmi digunakan juga kok dari pelastik.

  • Sepatu

Karena percepatan sepanjang lapangan sangatlah penting, para pemain membutuhkan pegangan dengan lantai yang maksimal pada setiap saat. Sepatu bulu tangkis membutuhkan sol karet untuk cengkraman yang baik, dinding sisi yang bertulang agar tahan lama selama tarik-menarik, dan teknologi penyebaran goncangan untuk melompat; bulu tangkis mengakibatkan agak banyak stres (ketegangan) pada lutut dan pergelangan kaki.

[sunting] Memainkan bulu tangkis

Tiap pemain atau pasangan mengambil posisi berseberangan pada kedua sisi jaring di lapangan bulu tangkis.

Permainan dimulai dengan salah satu pemain melakukan servis.

Tujuan permainan adalah untuk memukul sebuah kok menggunakan raket, melewati jaring ke wilayah lawan, sampai lawan tidak dapat mengembalikannya kembali. Area permainan berbeda untuk partai tunggal dan ganda, seperti yang diperlihatkan pada gambar. Bila kok jatuh di luar area tersebut maka kok dikatakan “keluar”. Setiap kali pemain/pasangan tidak dapat mengembalikan kok (karena menyangkut di jaring atau keluar lapangan) maka lawannya akan memperoleh poin.

Permainan berakhir bila salah satu pemain/pasangan telah meraih sejumlah poin tertentu.

[sunting] Servis

Area servis

Servis dilakukan dari satu sisi lapangan (kiri atau kanan) menyilang menyeberangi jaring ke area lawan. Partai tunggal dan ganda memiliki area servis yang berbeda seperti yang diilustrasikan pada gambar. Bila kok jatuh di luar area tersebut maka kok dinyatakan “keluar” dan poin untuk penerima servis.

Posisi kiri atau kanan tempat servis dilakukan ditentukan dari jumlah poin yang telah dikumpulkan oleh pemain yang akan melakukan servis. Posisi kanan untuk jumlah poin genap dan posisi kiri untuk jumlah poin ganjil. Servis dari posisi kanan juga dilakukan saat jumlah poin masih nol.

Pada set pertama pemain/pasangan yang melakukan servis untuk pertam kali ditentukan dengan undian, sedangkan untuk set berikutnya dilakukan oleh pemenang dari set sebelumnya.

Untuk partai ganda, beberapa peraturan berbeda diterapkan untuk perhitungan poin menggunakan sistem pindah bola dan sistem reli poin:

[sunting] Sistem pindah bola

  • Sebelum pertandingan dimulai, harus ditentukan salah seorang pemain dari tiap-tiap pasangan sebagai “orang pertama”. Pilihan ini berlaku untuk setiap set yang dimainkan.
  • Jumlah poin genap atau ganjil menentukan posisi “orang pertama” saat melakukan servis.
  • Setiap pasangan mempunyai dua kali kesempatan servis (masing-masing untuk tiap pemain) sebelum pindah bola, kecuali servis pertama pada tiap-tiap awal set tidak mendapat kesempatan kedua.
  • Saat pindah bola, servis pertama selalu dilakukan oleh pemain yang berada di sebelah kanan, bukan oleh “orang pertama”.

[sunting] Sistem reli poin

  • Setiap pasangan hanya mendapat satu kali kesempatan servis, tidak ada servis kedua.
  • Servis dilakukan oleh pemain yang posisinya sesuai dengan poin yang telah diraih oleh pasangan tersebut.
  • Pemain yang sama akan terus melakukan servis sampai poin berikutnya diraih oleh lawan.

[sunting] Sistem perhitungan poin

!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem perhitungan poin bulu tangkis

Sejak Mei 2006, pada kejuaraan resmi seluruh partai menggunakan sistem perhitungan 3×21 reli poin. Pemenang adalah pemain/pasangan yang telah memenangkan dua set.

[sunting] Sejarah

Permainan Battledore and Shuttlecock pada tahun 1854

Olah raga yang dimainkan dengan kok dan raket, kemungkinan berkembang di Mesir kuno sekitar 2000 tahun lalu tetapi juga disebut-sebut di India dan Republik Rakyat Cina.

Nenek moyang terdininya diperkirakan ialah sebuah permainan Tionghoa, Jianzi yang melibatkan penggunaan kok tetapi tanpa raket. Alih-alih, objeknya dimanipulasi dengan kaki. Objek/misi permainan ini adalah untuk menjaga kok agar tidak menyentuh tanah selama mungkin tanpa menggunakan tangan.

Di Inggris sejak zaman pertengahan permainan anak-anak yang disebut Battledores dan Shuttlecocks sangat populer. Anak-anak pada waktu itu biasanya akan memakai dayung/tongkat (Battledores) dan bersiasat bersama untuk menjaga kok tetap di udara dan mencegahnya dari menyentuh tanah. Ini cukup populer untuk menjadi nuansa harian di jalan-jalan London pada tahun 1854 ketika majalah Punch mempublikasikan kartun untuk ini.

Penduduk Inggris membawa permainan ini ke Jepang, Republik Rakyat Cina, dan Siam (sekarang Thailand) selagi mereka mengolonisasi Asia. Ini kemudian dengan segera menjadi permainan anak-anak di wilayah setempat mereka.

Olah raga kompetitif bulu tangkis diciptakan oleh petugas Tentara Britania di Pune, India pada abad ke-19 saat mereka menambahkan jaring dan memainkannya secara bersaingan. Oleh sebab kota Pune dikenal sebelumnya sebagai Poona, permainan tersebut juga dikenali sebagai Poona pada masa itu.

Para tentara membawa permainan itu kembali ke Inggris pada 1850-an. Olah raga ini mendapatkan namanya yang sekarang pada 1860 dalam sebuah pamflet oleh Isaac Spratt, seorang penyalur mainan Inggris, berjudul “Badminton Battledore – a new game” (“Battledore bulu tangkis – sebuah permainan baru”). Ini melukiskan permainan tersebut dimainkan di Gedung Badminton (Badminton House), estat Duke of Beaufort’s di Gloucestershire, Inggris.

Rencengan peraturan yang pertama ditulis oleh Klub Badminton Bath pada 1877. Asosiasi bulu tangkis Inggris dibentuk pada 1893 dan kejuaraan internasional pertamanya berunjuk-gigi pertama kali pada 1899 dengan Kejuaraan All England.

bulu tangkis menjadi sebuah olah raga populer di dunia, terutama di wilayah Asia Timur dan Tenggara, yang saat ini mendominasi olah raga ini, dan di negara-negara Skandinavia.

[sunting] Induk organisasi

International Badminton Federation (IBF) didirikan pada tahun 1934 dan membukukan Inggris, Irlandia, Skotlandia, Wales, Denmark, Belanda, Kanada, Selandia Baru, dan Prancis sebagai anggota-anggota pelopornya. India bergabung sebagai afiliat pada tahun 1936. Pada IBF Extraordinary General Meeting di Madrid, Spanyol, September 2006, usulan untuk mengubah nama International Badminton Federation menjadi Badminton World Federation (BWF) diterima dengan suara bulat oleh seluruh 206 delegasi yang hadir.

Olah raga ini menjadi olah raga Olimpiade Musim Panas di Olimpiade Barcelona tahun 1992. Indonesia dan Korea Selatan sama-sama memperoleh masing-masing dua medali emas tahun itu.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Pranala luar

Mau Sehat? Bulu Tangkis Saja
Kamis, 6 Mei 2010 | 18:06 WIB
Melalui bulu tangkis, Hendra Setiawan dan Markis Kido sudah meraup banyak uang.

JAKARTA, Kompas.com – Bulu tangkis masih menjadi tumpuan prestise Indonesia di ajang internasional. Buktinya, olahraga yang satu ini tak pernah lepas menjadi penjaga tradisi medali emas Olimpiade bagi Indonesia.

Tercatat sejak 1992, bulu tangkis berperan mengibarkan Merah Putih pada perhelatan multi event paling akbar sejagad itu.

Tapi rupanya bulu tangkis tak sekadar menjadi olahraga prestise dan prestasi. Bulu tangkis sudah menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk menjaga kesehatan. Dan bukan rahasia lagi olahraga ini tetap menjadi olahraga kedua terpopuler setelah sepak bola.

Memang bulu tangkis tak hanya olahraga yang populer karena prestasinya cukup mendunia. Tapi juga karena olahraga ini cukup murah, hanya bermodal raket dan shuttlecock. Malah tak asing anak-anak hanya menggunakan triplek sebagai pengganti raket.

“Lapangannya juga tak harus di dalam ruangan jika bukan bertujuan prestasi. Bisa di lapangan terbuka, bahkan di jalanan yang sepi atau garasi,” ujar Michael Triangto, dokter PB PBSI, ditemui di Hall Bulu Tangkis Senayan, Kamis (6/5/10).

Malah beberapa pertandingan antarkampung (tarkam) masih menggelar pertandingan di luar gedung. Misalnya pada acara perayaan HUT RI atau acara-acara yang hanya mengejar kemeriahaan saja. Selain itu olahraga ini tak mengenal gender dan usia para pelaku. Bulu tangkis bisa dilakukan oleh pria dan wanita. Olahraga ini mengenal ganda campuran, bisa dimainkan secara bersama-sama.

“Sedikit berbeda dengan olahraga terpopuler di negeri ini, sepak bola. Ramai di kelompok putra tapi tidak di sektor wanita,” ujar Michael.

Bulu tangkis juga bisa dimainkan oleh pelaku di segala usia, dari anak-anak sampai dewasa. Untuk sekadar bermain-main dan cari keringat, bisa saja si dewasa melawan anak-anak. Nah, dari segi kesehatan, gerakan-gerakan bulu tangkis, memiliki gerakan yang komplet.

“Bulu tangkis memiliki dua aspek sekaligus, yakni sebagai olahraga aerob dan anaerob,” ujar Michael.

Aspek anaerobic pada bulu tangkis terbentuk saat pemain melakukan lari-lari monoton mengejar bola, atau mengayun-ayunkan raket tanpa lonjakan power.  Nah, aktivitas aerobic juga dimiliki bulu tangkis, misalnya saat melakukan smes. Malah ada nilai plus lain yakni koordinasi gerak di mana ada lari, melompat, dan melempar dalam waktu yang bersamaan.

Memang dengan adanya nilai plus tersebut, risikonya pun kian tinggi. Namun, Michael mengatakan pelaku tak perlu terlalu khawatir dengan cedera.

“Cedera bisa terjadi kapan saja dan di mana saja. Bukan hanya karena bulu tangkis saja. Makanya semua kegiatan tidak perlu dilakukan secara berlebihan,” tutur Michael. “Cedera bisa terjadi jika kita berlatih lebih dari angka 100 persen kebutuhan. Untuk menunjang kesehatan, tidak perlu terlalu ngotot,” tambah Michael.

Kemungkinan besar, menurut Michael, pilihan olahraga bulu tangkis untuk menjaga kesehatan, juga dipengaruhi oleh adanya figur yang bisa ditiru. Maklum, tak bisa dipungkiri jika faktor kedekatan itu tetap menjadi sebuah magnet aktivitas. Indonesia memiliki banyak bintang besar, dari juara Olimpiade, juara dunia, sampai mereka yang dijuluki maestro bulu tangkis.

Michael ingat benar di masa mudanya King smash milik Liem Swie King banyak ditiru oleh anak-anak sekolah. Begitu pula dengan gaya split Susi Susanti atau si bola karet Lius Pongoh. Gaya-gaya tersebut sangat popular meski mereka tak tampil dalam sebuah kejuaraan.

“Jika imbasnya bisa menunjang kesehatan, mereka mendapatkannya dengan fun,” tukas Michael. “Untuk anak-anak mereka juga tak akan bosan jika berlatih dengan senang,” imbuh dia.

Fung Permadi, Manager klub PB Djarum Kudus, malah menyarankan masyarakat memilih bulu tangkis sebagai aktivitas rutin.  “Minimal seminggu sekali bisa dilakukan. Semua anggota badan bisa bergerak dengan olahraga ini,” ujar Fung.

Meski demikian, pria yang pernah menjadi pelatih tunggal putra dan putri timnas Taiwan pada 2005-2006 itu berharap agar pelaku berhati-hati saat melakukannya. “Yang penting mereka mengetahui kemampuan diri, jangan sampai berlebihan. Karena jika tidak memahami kondisi diri sendiri bisa-bisa malah cedera,” tutur pria berusia 42 tahun itu.

Berbeda lagi dengan Hariyanto Arbi. Menurut pemain yang berjuluk smes 100 watt itu, bulu tangkis tak hanya saja bisa berguna untuk menjaga kesehatan tapi sudah dapat dijadikan profesi.

“Contoh saja Markis Kido dan Hendra Setiawan. Dengan bulu tangkis pendapatan mereka berapa dalam satu tahun?” ujar Hariyanto yang juga pemilik produk alat- alat bulu tangkis merek Flypower.

Sebagai gambaran, Kido/Hendra adalah peraih medali emas Olimpiade 2008, kini dikontrak flypower. Rumor yang berkembang mereka dikontrak senilai Rp 1 miliar setahun untuk masing-masing pemain. “Untuk menjaga kesehatan bagus, dan bisa juga sekaligus membuatnya sebagai sebuah profesi,” tukas Hariyanto.

Kategori:Uncategorized

Lapangan permainan

Ukuran lapangan bola voli yang umum adalah 9 meter x 18 meter. Ukuran tinggi net putra 2,43 meter dan untuk net putri 2,24 meter. Garis batas serang untuk pemain belakang berjarak 3 meter dari garis tengah (sejajar dengan jaring). Garis tepi lapangan adalah 5 cm.

[sunting] Cara permainan

Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan berlomba-lomba mencapai angka 25 terlebih dahulu.

Dalam sebuah tim, terdapat 4 peran penting, yaitu tosser (atau setter), spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Tosser atau pengumpan adalah orang yang bertugas untuk mengumpankan bola kepada rekan-rekannya dan mengatur jalannya permainan. Spiker bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh men-smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan.

Permainan voli menuntut kemampuan otak yang prima, terutama tosser. Tosser harus dapat mengatur jalannya permainan. Tosser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan. Permainan ini dimainkan oleh 2 tim yang masing-masing terdiri dari 6 orang pemain dan berlomba-lomba mencapai angka 25 terlebih dahulu.

Dalam sebuah tim, terdapat 4 peran penting, yaitu tosser (atau setter), spiker (smash), libero, dan defender (pemain bertahan). Tosser atau pengumpan adalah orang yang bertugas untuk mengumpankan bola kepada rekan-rekannya dan mengatur jalannya permainan. Spiker bertugas untuk memukul bola agar jatuh di daerah pertahanan lawan. Libero adalah pemain bertahan yang bisa bebas keluar dan masuk tetapi tidak boleh men-smash bola ke seberang net. Defender adalah pemain yang bertahan untuk menerima serangan dari lawan.

Permainan voli menuntut kemampuan otak yang prima, terutama tosser. Tosser harus dapat mengatur jalannya permainan. Tosser harus memutuskan apa yang harus dia perbuat dengan bola yang dia dapat, dan semuanya itu dilakukan dalam sepersekian detik sebelum bola jatuh ke lapangan sepanjang permainan

[sunting] Sejarah

Pada awal penemuannya, olahraga permainan bola voli ini diberi nama Mintonette. Olahraga Mintonette ini pertama kali ditemukan oleh seorang Instruktur pendidikan jasmani (Director of Phsycal Education) yang bernama William G. Morgan di YMCA pada tanggal 9 Februari 1895, di Holyoke, Massachusetts (Amerika Serikat).

William G. Morgan dilahirkan di Lockport, New York pada tahun 1870, dan meninggal pada tahun 1942. YMCA (Young Men’s Christian Association) merupakan sebuah organisasi yang didedikasikan untuk mengajarkan ajaran-ajaran pokok umat Kristen kepada para pemuda, seperti yang telah diajarkan oleh Yesus. Organisasi ini didirikan pada tanggal 6 Juni 1884 di London, Inggris oleh George William.

Setelah bertemu dengan James Naismith (seorang pencipta olahraga bola basket yang lahir pada tanggal 6 November 1861, dan meninggal pada tanggal 28 November 1939), Morgan menciptakan sebuah olahraga baru yang bernama Mintonette. Sama halnya dengan James Naismith, William G. Morgan juga mendedikasikan hidupnya sebagai seorang instruktur pendidikan jasmani. William G. Morgan yang juga merupakan lulusan Springfield College of YMCA, menciptakan permainan Mintonette ini empat tahun setelah diciptakannya olahraga permainan basketball oleh James Naismith. Olahraga permainan Mintonette sebenarnya merupakan sebuah permainan yang diciptakan dengan mengkombinasikan beberapa jenis permainan. Tepatnya, permainan Mintonette diciptakan dengan mengadopsi empat macam karakter olahraga permainan menjadi satu, yaitu bola basket, baseball, tenis, dan yang terakhir adalah bola tangan (handball). Pada awalnya, permainan ini diciptakan khusus bagi anggota YMCA yang sudah tidak berusia muda lagi, sehingga permainan ini-pun dibuat tidak seaktif permainan bola basket.

Perubahan nama Mintonette menjadi volleyball (bola voli) terjadi pada pada tahun 1896, pada demonstrasi pertandingan pertamanya di International YMCA Training School. Pada awal tahun 1896 tersebut, Dr. Luther Halsey Gulick (Director of the Professional Physical Education Training School sekaligus sebagai Executive Director of Department of Physical Education of the International Committee of YMCA) mengundang dan meminta Morgan untuk mendemonstrasikan permainan baru yang telah ia ciptakan di stadion kampus yang baru. Pada sebuah konferensi yang bertempat di kampus YMCA, Springfield tersebut juga dihadiri oleh seluruh instruktur pendidikan jasmani. Dalam kesempatan tersebut, Morgan membawa dua tim yang pada masing-masing tim beranggotakan lima orang.

Dalam kesempatan itu, Morgan juga menjelaskan bahwa permainan tersebut adalah permainan yang dapat dimainkan di dalam maupun di luar ruangan dengan sangat leluasa. Dan menurut penjelasannya pada saat itu, permainan ini dapat juga dimainkan oleh banyak pemain. Tidak ada batasan jumlah pemain yang menjadi standar dalam permainan tersebut. Sedangkan sasaran dari permainan ini adalah mempertahankan bola agar tetap bergerak melewati net yang tinggi, dari satu wilayah ke wilayah lain (wilayah lawan).

[sunting] Urutan serve

[sunting] Penghitungan angka

Aturan permainan dari bola voli adalah:

  1. Jika pihak musuh bisa memasukkan bola ke dalam daerah kita maka kita kehilangan bola dan musuh mendapatkan nilai
  2. Serve yang kita lakukan harus bisa melewati net dan masuk ke daerah musuh. Jika tidak, maka musuh pun akan mendapat nilai

[sunting] Sistem Pertandingan

  • Sistem pertandingan menggunakan sistem setengah kompetisi yang terdiri dari 8 tim dan akan

disitribusikan ke dalam 2 (dua) group, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim.

  • Setiap tim terdiri dari 10 pemain meliputi 6 pemain inti yang bermain di lapangan dan 4 pemain cadangan.
  • Pergantian pemain inti dan cadangan pada saat pertandingan berlangsung tidak dibatasi.
  • Pertandingan tidak akan ditunda apabila salah satu atau lebih dari satu anggota tim sedang bermain untuk cabang olahraga yang

lain.

  • Jumlah pemain minimum yang boleh bermain di lapangan adalah 4 orang.
  • Apabila di lapangan terdapat kurang dari 4 orang, maka tim yang bersangkutan akan dianggap kalah.
  • Setiap pertandingan berlangsung 3 babak (best of three), kecuali pada 2 babak sudah di pastikan pemenangnya maka babak ke tiga tidak perlu dilaksanakan.
  • Sistem hitungan yang digunakan adalah 25 rally point. Bila poin peserta seri (24-24) maka pertandingan akan ditambah 2 poin. Peserta yg pertama kali unggul dengan selisih 2 poin akan memenangi pertandingan.
  • Kemenangan dalam pertandingan penyisihan mendapat nilai 1. Apabila ada dua tim atau lebih mendapat nilai sama, maka penentuan juara group dan runner-up akan dilihat dari kualitas angka pada tiap-tiap set yang dimainkan.
  • Kesalahan meliputi:

o Pemain menyentuh net atau melewati garis batas tengah lapangan lawan. o Tidak boleh melempar ataupun menangkap bola. Bola volley harus di pantulkan tanpa mengenai dasar lapangan. o Bola yang dipantulkan keluar dari lapangan belum dihitung sebagai out sebelum menyentuh permukaan lapangan. o Pada sat servis bola yang melewati lapangan dihitung sebagai poin bagi lawan, begitu juga sebaliknya penerima servis lawan yang membuat bola keluar dihitung sebagai poin bagi lawan. o Seluruh pemain harus berada di dalam lapangan pada saat serve dilakukan. o Pemain melakukan spike di atas lapangan lawan. o Seluruh bagian tubuh legal untuk memantulkan bola kecuali dengan cara menendang. o Para pemain dan lawan mengenai net 2 kali pada saat memainkan bola dihitung sebagai double faults.

  • Setiap team diwajibkan bertukar sisi lapangan pada saat setiap babak berakir. Dan apabila dilakukan babak penetuan (set ke 3) maka tim yang memiliki nilai terendah boleh meminta bertukar lapangan sesaat setelah tim lawan mencapai angka 13.
  • Time out dilakukan hanya 1 kali dalam setiap babak dan berlangsung hanya 1 menit.
  • Diluar dari aturan yang tertera disini, peraturan permainan mengikuti peraturan international.
  • Sistem pertandingan menggunakan sistem setengah kompetisi yang terdiri dari 8 tim dan akan disitribusikan ke dalam 2 (dua) group, masing-masing group terdiri dari 4 (empat) tim.
  • Setiap tim terdiri dari 10 pemain meliputi 6 pemain inti yang bermain di lapangan dan 4 pemain cadangan.
  • Pergantian pemain inti dan cadangan pada saat pertandingan berlangsung tidak dibatasi.
  • Pertandingan tidak akan ditunda apabila salah satu atau lebih dari satu anggota tim sedang bermain untuk cabang olahraga yang lain.
  • Jumlah pemain minimum yang boleh bermain di lapangan adalah 4 orang.
  • Apabila di lapangan terdapat kurang dari 4 orang, maka tim yang bersangkutan akan dianggap kalah.
  • Setiap pertandingan berlangsung 3 babak (best of three), kecuali pada 2 babak sudah di pastikan pemenangnya maka babak ke tiga tidak perlu dilaksanakan.
  • Sistem hitungan yang digunakan adalah 25 rally point. Bila poin peserta seri (24-24) maka pertandingan akan ditambah 2 poin. Peserta yg pertama kali unggul dengan selisih 2 poin akan memenangi pertandingan.
  • Kemenangan dalam pertandingan penyisihan mendapat nilai 1. Apabila ada dua tim atau lebih mendapat nilai sama, maka penentuan juara group dan runner-up akan dilihat dari kualitas angka pada tiap-tiap set yang dimainkan.
  • Kesalahan meliputi:

o Pemain menyentuh net atau melewati garis batas tengah lapangan lawan. o Tidak boleh melempar ataupun menangkap bola. Bola volley harus di pantulkan tanpa mengenai dasar lapangan. o Bola yang dipantulkan keluar dari lapangan belum dihitung sebagai out sebelum menyentuh permukaan lapangan. o Pada sat servis bola yang melewati lapangan dihitung sebagai poin bagi lawan, begitu juga sebaliknya penerima servis lawan yang membuat bola keluar dihitung sebagai poin bagi lawan. o Seluruh pemain harus berada di dalam lapangan pada saat serve dilakukan. o Pemain melakukan spike di atas lapangan lawan. o Seluruh bagian tubuh legal untuk memantulkan bola kecuali dengan cara menendang. o Para pemain dan lawan mengenai net 2 kali pada saat memainkan bola dihitung sebagai double faults.

  • Setiap team diwajibkan bertukar sisi lapangan pada saat setiap babak berakir. Dan apabila dilakukan babak penetuan (set ke 3) maka tim yang memiliki nilai terendah boleh meminta bertukar lapangan sesaat setelah tim lawan mencapai angka 13.
  • Time out dilakukan hanya 1 kali dalam setiap babak dan berlangsung hanya 1 menit.
  • Diluar dari aturan yang tertera disini, peraturan permainan mengikuti peraturan international.

[sunting] Teknik Bola Voli

[sunting] Service

Service ada beberapa macam:

  • Service atas adalah service dengan awalan melemparkan bola ke atas seperlunya. Kemudian Server melompat untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari atas.
  • Service bawah adalah service dengan awalan bola berada di tangan yang tidak memukul bola. Tangan yang memukul bola bersiap dari belakang badan untuk memukul bola dengan ayunan tangan dari bawah.
  • Service mengapung adalah service atas dengan awalan dan cara memukul yang hampir sama. Awalan service mengapung adalah melemparkan bola ke atas namun tidak terlalu tinggi (tidak terlalu tinggi dari kepala). Tangan yang akan memukul bola bersiap di dekat bola dengan ayunan yang sangat pendek.

Yang perlu diperhatikan dalam service

  • Sikap badan dan pandangan
  • Lambung keatas harus sesuai dengan kebutuhan.
  • Saat kapan harus memukul Bola.

Service dilakukan untuk mengawali suatu pertandingan voli

[sunting] Passing

  • Passing Bawah (Pukulan/pengambilan tangan kebawah)
    • Sikap badan jongkok, lutut agak ditekuk.
    • tangan dirapatkan, satu dengan yang lain dirapatkan.
    • Gerakan tangan disesuaikan dengan keras/lemahnya kecepatan bola.
  • Passing Keatas (Pukulan/pengambilan tangan keatas)
    • Sikap badan jongkok, lutut agak ditekuk.
    • Badan sedikit condong kemuka, siku ditekuk jari-jari terbuka membentuk lengkungan setengah bola.
    • Ibu jari dan jari saling berdekatan membentuk segitiga.
    • Penyentuhan pada semua jari-jari dan gerakannya meluruskan kedua tangan

[sunting] Smash (spike)

Dengan membentuk serangan pukulan yang keras waktu bola berada diatas jaring, untuk dimasukkan ke daerah lawan. Untuk melakukan dengan baik perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: awalan, tolakan, pukulan, dan pendaratan. Teknik smash Menurut Muhajir Teknik dalam permainan bola voli dapat diartikan sebagai cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan yang berlaku untuk mencapai suatu hasil yang optimal (2006,23). Menurut pendapat M. Mariyanto mengemukakan bahwa : “ Smash adalah suatu pukulan yang kuat dimana tangan kontak dengan bola secara penuh pada bagian atas , sehingga jalannya bola terjal dengan kecepatan yang tinggi, apabila pukulan bola lebih tinggi berada diatas net , maka bola dapat dipukul tajam ke bawah .” (2006 : 128 ) Menurut Iwan Kristianto mengemukakan bahwa , Smash adalah pukulan keras yang biasanya mematikan karena bola sulit diterima atau dikembalikan . “ (2003 : 143 ) . Spike adalah merupakan bentuk serangan yang paling banyak digunakan untuk menyerang dalam upaya memperoleh nilai suatu tim dalam permainan voli . Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa Teknik Smash atau spike adalah cara memainkan bola dengan efisien dan efektif sesuai dengan peraturan permainan untuk mencapai pukulan keras yang biasanya mematikan ke daerah lawan. Tes smash Menurut Sandika mengemukakan bahwa tes smash adalah tolok ukur untuk mengukur kemampuan smash.

[sunting] Membendung (blocking)

Dengan daya upaya di dekat jaring untuk mencoba menahan/menghalangi bola yang datang dari daerah lawan. Sikap memblok yang benar adalah:

  • Jongkok, bersiap untuk melompat.
  • Lompat dengan kedua tangan rapat dan lurus ke atas.
  • Saat mendarat hendaknya langsung menyingkir dan memberi kesempatan pada kawan satu regu untuk bergantian memblok.

[sunting] Kedudukan pemain (posisi pemain)

Pada waktu service kedua regu harus berada dalam lapangan / didaerahnya masing-masing dalam 2 deret kesamping. Tiga deret ada di depan dan tiga deret ada di belakang. Pemain nomor satu dinamakan server, pemain kedua dinamakan spiker, pemain ketiga dinamakan set upper atau tosser,pemain nomor empat dinamakan blocker, pemain nomor lima dan enam dinamakan libero

Olympic flag.svg Artikel bertopik olahraga ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.
Kategori:Uncategorized

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN DUMBLLE PRESS DAN LATIHAN PUSH-UP WITH CLAP TERHADAP POWER OTOT LENGAN

Oleh:

ARGUBI SILWAN

POR A2

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

PROGRAM PENDIDIKAN OLAHRAGA

PASCA SARJANA


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjukNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perbedaan Pengaruh Latihan Dumblle Press Dan Latihan Push-up With Clap Terhadap Power Otot Lengan ”.

Semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi para pembaca terutama pelatih karena di dalam makalah ini terdapat pemecahan-pemecahan terutama terhadap power otot lengan dan bentuk latihan yang cocok untuk tenis lapangan.

Dan saya berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pada penyususnan makalah ini, yaitu kepada rekan-rekan dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan saya mohon maaf apabila masih banyak kekurangan.

Semarang,      Agustus 2009

Argubi Silwan


BAB I

PENDAHULUAN

  1. A. Latar Belakang Masalah

Tenis salah satu cabang olahraga yang dimainkan oleh semua orang baik laki- laki maupun perempuan dari segala tingkatan usia. Bahkan juga dapat dilakukan penyandang cacat dengan tenis khusus bagi mereka. Oleh karena itu tenis cukup mempunyai banyak penggemar dan menggelutinya. Dalam permainan tenis dituntut banyak keterampilan dan kemampuan fisik, teknik, taktik dan fisik merupakan satu kesatuan yang saling mendukung. Oleh karena pelatih dituntut untuk membina serta melatih para atlet sehingga menghasilkan atlet- atlet yang memiliki potensi serta berprestasi.

Kondisi fisik adalah salah satu prasyarat yang sangat diperlukan dalam setiap usaha peningkatan prestasi seorang atlit. Kondisi fisik adalah satu kesatuan yang utuh dari komponen- komponen yang tidak dapat dipisahkan, baik peningkatannya maupun pemeliharaannya. Dalam tenis terdapat beberapa teknik dasar yang harus dikuasai oleh setiap pemain dengan baik, karena itu penguasaan teknik dasar dalam tenis sudah sejak dini harus mendapat perhatian yang serius dalam usaha pengembangan dan peningkatan permainan. Teknik- teknik dasar dalam pukulan tenis meliputi serve (service), forehand, backhand.

Olahraga tenis adalah suatu permainan yang menggunakan lengan untuk mengayunkan raket. Keterampilan dan keahlian diperlukan dalam permainan ini, yang dimainkan secara tunggal (satu lawan satu) dan ganda (dua lawan dua). Dan olahraga tenis merupakan olahraga yang kompleks, dimana olahraga ini menggunakan hampir seluruh komponen fisik. Selain komponen fisik olahraga ini juga disertai latihan teknik. Didalam kondisi fisik power sangat diperlukan dalam permainan tenis karena apabila seorang petenis mempunyai power yang baik maka pemain tersebut diduga akan dapat mendapat poin yang bagus maka dari itu harus memiliki power yang baik.

Apabila kita analisis sebuah pertandingan sering kita lihat pemain tidak mampu mengembalikan bola atau sering tersangkut di net dari permasalahan inilah diduga lengannya tidak memliki power yang bagus sedangkan tujuan dari permainan ini adalah mengumpulkan point melalui serangkaian pukulan- pukulan yang membuat lawan tidak mampu mengembalikan bola dengan baik, atau memaksa lawan kehilangan point.

Power sangat diperlukan dalam permainan tenis, walaupun teknik dan taktik sudah mencukupi namun masih kurang dalam faktor kondisi fisik, maka petenis akan mempunyai kurang banyak peluang untuk mendapatkan point”.

Penulis berpedoman dengan kategori kemampuan Sistem Monitoring Evaluasi dan Pelaporan (SMEP) KONI sebagai berikut :

Komponen Tes Pengukuran Kategori
Kurang Cukup Baik Baik Sekali Sempurna
Power otot lengan Medicine Ball Put 2,63- 3,67 3,68- 4,52 4,53- 5,37 5,88- 6,22 > 6,23

Atas dasar tersebut penulis tertarik dan terdorong ingin melakukan penelitian terfokus pada power otot lengan pada atlet. Pada penelitian ini penulis akan menerapkan bentuk latihan yang dapat meningkatkan power otot lengan, diantaranya adalah latihan dumblle press dan latihan push-up with clap karena ingin mengetahui apakah latihan ini dapat meningkatkan power otot lengan.

Berdasarkan penjelasan di atas isu utama dalam penelitian ini adalah perbedaan pengaruh latihan dumblle press dan latihan push-up with clap untuk meningkatkan power otot lengan.

  1. B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan penjelasan dalam permasalahan yang dikemukakan di atas yaitu :

  1. Untuk mengetahui pengaruh latihan dumblle press terhadap power otot lengan.
  2. Untuk mengetahui pengaruh latihan push-up with clap terhadap power otot lengan.
  3. Untuk mengetahui pengaruh yang lebih besar antara latihan dumblle press dengan latihan push-up with clap terhadap power otot lengan.
  1. C. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan akan memberikan manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan di bidang olahraga. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat :

  1. Memberikan informasi dan menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam mengembangkan ilmu kepelatihan yang telah diperoleh selama perkuliahan.
  2. Menjadi bahan informasi bagi para pembina, pelatih, agar dapat menerapkan latihan dumblle press dengan latihan  push-up with clap untuk meningkatkan power otot lengan atletnya.
  3. Menjadi masukan bagi para ilmuwan olahraga dalam upaya peningkatan prestasi tenis.
  4. Menjadi sumbangan pengetahuan bagi atlet tenis dimana untuk meningkatkan power otot lengan dapat dilakukan dengan latihan dumblle press dengan latihan  push-up with clap.
  5. Dijadikan sebagai salah satu bahan acuan untuk kegiatan penelitian selanjutnya dengan ruang lingkup yang lebih luas.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

  1. A. Kajian Teoritis
  2. 1. Hakikat Power Otot Lengan

Power atau disebut juga daya ledak merupakan salah satu komponen fisik yang harus dimiliki seorang atlet. Menurut Sajoto (1988 : 55) daya ledak atau power adalah “kemampuan melakukan gerakan eksplosif”. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa, daya ledak atau power = kekuatan atau force X kecepatan atau velocity (P = F x T) seperti dalam tolak peluru, lompat tinggi dan gerakan lainnya yang bersifat eksplosive. Sajoto (1995 : 9)“power adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek- pendeknya”

Ismaryati (2006 : 59) “power menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan eksplosif seta melibatkan pengeluaran kekuatan otot yang maksimal dan secepat- cepatnya”. Hampir senada dengan Witarsa (2002 : 17) berpendapat bahwa; “power atau daya ledak adalah kemampuan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang cepat, oleh karena itu power adalah tingkat kondisi fisik yang lebih tinggi dari pada kekuatan. Power merupakan kombinasi antara kekuatan dan kecepatan.

Power otot atau muscular power menurut Sajoto (1988 : 58) adalah; “kemampuan seseorang untuk melakukan kekuatan maksimum, dengan usaha yang dikerahkan sependek- pendeknya”.

Jadi power otot lengan adalah kemampuan otot- otot di daerah lengan untuk mengerahkan kekuatan maksimum dalam waktu yang sangat cepat dan maksimal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa power otot lengan besar peranannya dalam penerapan teknik di dalam permainan tenis, karena dengan adanya power otot lengan tersebut petenis akan lebih merasa yakin akan dapat menghasilkan point dan bisa mengalahkan lawannya dan memenangi pertandingan.

  1. 2. Hakikat Latihan

Latihan sangat penting dilakukan dalam membantu peningkatan kemampuan melakukan aktifitas olahraga. Untuk memungkinkan peningkatan prestasi, latihan haruslah berpedoman teori- teori serta prinsip- prinsip latihan tertentu. Tanpa melakukan latihan yang rutin maka mustahil atlet akan memperoleh prestasi yang diharapkan.

Menurut Bompa (1994 : 167) “latihan adalah suatu aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam watu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri- ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan”.

Latihan  mempunyai batasan- batasan tertentu, oleh karena itu perlu kita pahami dulu apa batasan latihan itu. Secara sedehana batasan latihan menurut Harsono (1982 : 101) “latihan adalah suatu proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan secara berulang- ulang dengan hari kian menambah jumlah beban latihan”.

Witarsa (2002 : 1) mengungkapkan beberapa komponen latihan kondisi fisik seperti; 1, Kecepatan (speed). 2. Daya Tahan (endurance). 3. Kekuatan (strenght). 4. Kelentukan (flexibility). 5. Kekuatan dan Kecepatan (power). 6. Daya tahan dan kecepatan (stamina). 7. Kelincahan (agility).

Meskipun latihan dilakukan secara berulang- ulang, sistematis dan kian hari kian ditambah bebannya, tetapi disamping itu prinsip latihan juga penting menjadi pedoman bagi siapapun yang ingin meningkatkan prestasi olahraganya.

Latihan pada prinsipnya adalah memberikan tekanan fisik pada tubuh secara teratur dan sistematik, berkesinambungan sehingga akan menambah kemampuan atlet yang akhirnya akan meningkatkan kemampuan atlet. Dan untuk melaksanakan suatu latihan diperlukan metode latihan yang dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan latihan merupakan suatu kegiatan yang direncanakan dan sistematis untuk mempersiapkan atlet baik dari kondisi fisik maupun teknik untuk menghadapi tekanan dalam pertandingan.

Hakikat Latihan Dumblle Press

Dumblle Press merupakan salah satu latihan beban yang menggunakan berat dumblle. Latihan ini bertujuan untuk melatih otot- otot lengan.

Otot lengan yang dilatih memakai metode latihan beban. Diantaranya metode latihan beban adalah latihan dumblle.

Otot yang terlatih dengan latihan dumblle press :

–          Deltoid, middle, dan anterior

–          Trisep

–          Petrocalis mayor

–          Upper trapezius

Sajoto (1988 : 128) mengemukakan cara pelaksanaan latihan dumblle press adalah :

“latihan ini dapat dilakukan dengan posisi berdiri atau duduk, lakukan gerakan angkat dumblle yang dipegang dengan posisi telapak tangan kedepan secara bergantian”.

Untuk lebih jelas latihan dumblle press dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Seperti yang telah dijelaskan bahwa apabila petenis ingin teknik pukulannya tidak bisa dikembalikan lawan dan mendapatkan point, maka power dari otot lengan si petenis harus baik. Karena apabila petenis memiliki power otot lengan yang baik akan mudah mendapatkan point dari lawannya dalam pertandingan.

Untuk itu peneliti mencoba untuk menerapkan latihan dumblle press dalam upaya peningkatan power otot lengan petenis tersebut. Dari bentuk latihan ini diharapkan dapat meningkatkan power otot lengan petenis.

Hakikat Latihan Push-Up With Clap

Push-up with clap juga merupakan salah satu latihan untuk meningkatkan power otot- otot lengan

Chu (1996 : 88) mengemukakan cara pelaksanaan latihan  push-up with clap adalah :

“latihan ini dilakukan dengan posisi psh-up (telungkup), lengan dipanjangkan, tangan bertepuk pada waktu berada di atas, dan kembali pada posisi awal”

Untuk lebih jelas latihan push-up with clap dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Seperti yang telah dijelaskan bahwa apabila petenis ingin teknik pukulannya tidak bisa dikembalikan lawan dan mendapatkan point, maka power dari otot lengan petenis harus baik. Karena apabila petenis memiliki power otot lengan yang baik akan mudah mendapatkan point dari lawannya dalam pertandingan.

Untuk itu peneliti mencoba untuk menerapkan latihan push-up with clap dalam upaya peningkatan power otot lengan petenis tersebut. Dari bentuk latihan ini diharapkan dapat meningkatkan power otot lengan petenis.

  1. B. Pembahasan

Berdasarkan dari teori- teori yang telah dikemukakan pada kerangka teotitis, tampak jelas bahwa untuk meningkatkan power otot lengan yang baik yang hasilnya akan berpengaruh pada keberhasilan teknik petenis. Dan dengan power otot lengan petenis akan dapat memperoleh point dari lawannya apalagi tenis merupakan olahraga yang sepenuhnya memakai lengan. Dengan demikian apabila otot lengan petenis mempunyai power akan bisa memperoleh point dari lawannya.

Latihan dumblle press, diharapkan berpengaruh terhadap power otot lengan karena bentuk latihan ini dapat meningkatkan power otot lengan yang sanga dibutuhkan oleh petenis dalam menerapkan teknik pukulan yang diharapkannya dan mendapatkan point.

Latihan push-up with clap, diharapkan berpengaruh terhadap power otot lengan karena bentuk latihan ini dapat meningkatkan power otot lengan yang sanga dibutuhkan oleh petenis dalam menerapkan atau mengeluarkan teknik pukulan yang diharapkan untuk mendapatkan point .

Latihan dumblle press dan push-up with clap, diharapkan berpengaruh terhadap power otot lengan karena bentuk latihan ini dapat meningkatkan power otot lengan yang sangat dibutuhkan oleh petenis dalam menerapkan teknik pukulan yang diharapkannya dan mendapatkan point.

Dengan demikian kedua bentuk latihan yang diberikan ini nantinya akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap power otot lengan atlet tenis, sebab kedua bentuk latihan ini merupakan bentuk latihan yang langsung melatih dari pada otot- otot yang terdapat pada lengan apalagi olahraga tenis menggunakan otot lengan dan dapat menyempurnakan teknik pukulan pada cabang olahraga tenis.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. A. Kesimpulan

  1. Bahwa latihan dumblle press dapat untuk meningkatkan power otot lengan pada permainan tenis lapangan
  2. Bahwa latihan push-up with clap dapat untuk meningkatkan power otot lengan pada permianan tenis lapangan
    1. Power otot lengan sangat diperlukan pada permainan tenis

  1. B. Saran
  2. Kepada para pelatih agar memperhatikan bentuk latihan yang sesuai terhadap peningkatan prestasi
  3. Kepada para pelatih agar dapat memanfaatkan bentuk latihan yang ada dalam makalah ini dalam proses melpatih
  4. Agar lebih memperhatikan sasaran dan tujuan latihan

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian_Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta, Rineka Cipta.

Bompa, O. Tudor. (1983). Theory and Methodology of Training. Dubuque, Iowa, Kendall/Hunt Publishing Company.

Harsono. (1988). Coaching dan Aspek-Aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta, CV. Tambak Kusuma.

Kent, Michael. (1994). The Oxford Dictionary of Sport Science and Medicine. Oxford, Oxford University Press.

Nurhasan. (2001). Tes Dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani, Gramedia Jakarta ; Bandung

Quinn E.2007.Plyometric Exercises http://sportsmedicine.about.com/cs/conditioning/

a/aa062701a.html.

Radcliffe C.J and R.C. Farentines. (1985). Plyometrics Explosive Power Training. 2nd ed. Champaign, Illinois, Human Kinetics Publishers, Inc.

……………………………………….. (1994). Plyometrics Explosive Power Training. Alih Bahasa. Engkos Kosasih. Jakarta.

Sajoto M. (1988). Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Jakarta,  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Siagian, Der Gibson. (2006). Metode Statistika Untuk Bisnis Dan Ekonomi. Jakarta, Gramedia Pustaka.

Sudjana. (1992). Metode Statistika. Bandung, Tarsito.

Suharno. (1992). Rencana Program Latihan. Jakarta, Direktorat Keolahragaan Ditjen Diklusepora Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Syaifuddin. (1996). Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta, EGC

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta, Balai Pustaka.

Witarsa, Wita. (2002). Latihan Kondisi Fisik. Penataran Wasit dan Latihan Panahan Sejawa Barat. Bandung.

Yunus. M.  (1992). Olahraga Pilihan Bola Voli, Departemen P dan K Dirjen Dikti, Proyek Pembinaan Tenaga Pendidik, FPOK Medan

Zumerchik, John. (1997). Encyclopedia of Sport Science. Volume 2. New York, Macmillan Inc.

Kategori:Uncategorized

PERBANDINGAN PENGARUH FREKUENSI LATIHAN SENAM KESEGARAN
JASMANI USIA SEKOLAH DASAR ANTARA TIGA KALI DENGAN
EMPAT KALI DALAM SATU MINGGU TERHADAP TINGKAT
KESEGARAN JASMANI SISWA PUTRI KELAS VI
SD NEGERI GUNUNGPATI 4 DAN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
S K R I P S I
Diajukan dalam rangka penyelesaian Studi Strata I
untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan
Disusun oleh :
Nama : MUSLICHATUN
NIM : 6301903021
Jurusan : PENDIDIKAN KEPELATIHAN OLAHRAGA
Fakultas : ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
SARI
Muslichatun (2005) : “Perbandingan Pengaruh Frekuensi Latihan Kesegaran Jasmani Usia
Sekolah Dasar Antara Tiga Kali dan Empat Kali Dalam Satu Minggu Terhadap Tingkat
Kesegaran Jasmani Siswa Putri Kelas VI SD Negeri Gunungpati 4 dan Nongkosawit Tahun
Ajaran 2004/2005. Skripsi UNNES.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui atau membuktikan pada program
latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar manakah yang lebih efektif antara frekuensi
tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa putri kelas VI SD Negeri Gunungpati 4 dan Nongkosawit Tahun
Ajaran 2004/2005 sebanyak 40 siswa terdiri 28 siswa SD Negeri Gunungpati 4 dan 12 siswa SD
Negeri Nongkosawit. Teknik sampling yang digunakan adalah Total Sampling yaitu seluruh
populasi digunakan atau dipakai. Untuk analisis data menggunakan metode statistik dengan pola
M-S (Matching by Subject Design) dengan rumus t-test.
Untuk mengetahui kondisi awal sampel diadakan tes pendahuluan dengan instrumen tes
kesegaran jasmani untuk anak umur 10-12 tahun, yaitu untuk mengetahui tingkat kesegaran
jasmani dari siswa putri tersebut. Dari hasil ini sampel dibagi menjadi dua kelompok eksperimen
dengan perlakuan senam kesegaran jasmani usia SD menggunakan frekuensi empat kali dalam
satu minggu dan kelompok kontrol dengan perlakuan senam kesegaran jasmani usia sekolah
dasar menggunakan frekuensi tiga kali dalam satu minggu. Setelah mendapat perlakuan selama 5
minggu kemudian diadakan tes akhir dengan instrumen tes yang sama. Dari hasil ini kemudian
diolah dengan analisis statistik t-tes dengan rumus pendek.
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai t sebesar 2,308. kemudian dikonsultasikan dengan
t-tabel dengan derajat kebebasan N-1 = 19 dan dalam taraf signifikansi 5% diperoleh nilai
sebesar 2,093. Jadi t-hitung lebih besar dari t-tabel yaitu 2,308 > 2,093. Sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada perbedaan yang berarti antara latihan senam kesegaran jasmani usia
sekolah dasar menggunakan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu.
Karena ada perbedaan yang berarti, maka dapat diketahui program latihan mana yang lebih
efektif, dengan cara uji perbandingan mean dari kedua kelompok tersebut. Dari hasil perhitungan
diperoleh mean kelompok eksperimen I sebesar 15,1 lebih besar dari mean kelompok
eksperimen II sebesar 14,2. Ini berarti bahwa pengaruh latihan senam kesegaran jasmani usia
sekolah dasar yang melaksanakan dengan frekuensi empat kali dalam satu minggu lebih baik jika
dibandingkan dengan pengaruh latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang
dilaksanakan tiga kali dalam satu minggu.
Dari hasil penelitian ini maka disarankan untuk para guru pendidikan jasmani SD Negeri
Gunungpati 4 dan SD Negeri Nongkosawit Kecamatan Gunungpati dapat menggunakan latihan
senam kesegaran jasmani usia sekolah dengan frekuensi empat kali dalam satu minggu untuk
meningkatkan kesegaran jasmani siswanya.
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Semarang, 2005
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Margono, M.Kes Kumbul Slamet Budiyanto, S.Pd,
M.Kes
NIP. 131 571 553 NIP. 132 205 932
Mengetahui :
Ketua Jurusan PKLO – FIK
Universitas Negeri Semarang
Drs. Wahadi, M.Pd
NIP. 131 571 551
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang berhijrah dan berjuang di
jalan Allah, mereka itu mengharap rahmat Allah, Allah Maha Pengampun lagi Penyayang”.
(QS. Al-Baqoroh 218)
Kupersembahkan Kepada :
Orangtuaku almarhum M. Zazuli / Sutimah, Suamiku Rosianto,
Anakku Avikasari dan Adhi serta teman-temanku seperjuangan
S1 Transfer PKLO-Fik UNNES 2004/ 2005 serta pembimbingpembimbing
saya yang memberikan saran dan arahan dalam
penulisan skripsi ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Keberhasilan skripsi ini tentunya atas bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, sehingga
pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan studi di FIK
UNNES Semarang.
2. Dekan FIK UNNES, yang menyetujui ijin penelitian.
3. Ketua Jurusan PKLO FIK UNNES, yang telah memberikan pengarahan dan dorongan dalam
penelitian ini.
4. Drs. Margono, M.Kes, selaku Pembimbing I dan Kumbul Slamet Budianto, S.Pd, M.Kes
selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan serta arahan sehingga terselesaikan
skripsi ini.
5. Sriyati, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Gunungpati 04 yang telah memberikan ijin
penelitian ini.
6. Drs. Suyanto selaku Kepala Sekolah SD Negeri Nongkosawit yang telah memberikan ijin
penelitian ini.
7. Guru Penjaskes SD Negeri Gunungpati 04 dan SD Negeri Nongkosawit yang telah
membantu penelitian ini.
8. Para siswa putri kelas VI SD Negeri Gunungpati 04 dan SD Negeri Nongkosawit Tahun
Ajaran 2004/2005, selaku sampel telah membantu dengan sepenuh hati dalam penelitian ini.
9. Dosen FIK UNNES yang telah mendorong dan membantu penelitian.
10. Rekan-rekan mahasiswa yang telah dengan sukarela membantu penelitian ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu dalam penulisan ini, yang telah
membantu secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga budi baik Bapak dan Ibu, serta rekan-rekan yang telah diberikan kepada penulis,
mendapat imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Akhirnya penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan
pedoman bagi pembuat skripsi selanjutnya.
Semarang, Maret 2005
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….. i
SARI ……………………………………………………………………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN …………………………………………. iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………… ix
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul …………………………………….. 1
1.2 Permasalahan ………………………………………………….. 5
1.3 Penegasan Istilah ……………………………………………… 6
1.4 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 8
1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………… 8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Landasan Teori ………………………………………………… 9
2.1.1 Pengertian Kesegaran Jasmani………………………….. 9
2.1.2 Komponen-komponen Kesegaran Jasmani ………… 10
2.1.3 Fungsi Kesegaran Jasmani ………………………………. 15
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesegaran
Jasmani………………………………………………………….. 16
2.1.5 Tes Kesegaran Jasmani ……………………………………. 19
2.1.6 Kesegar Jasmani dan Kesehatan dalam Latihan ….. 20
2.1.7 Karakteristik Perkembangan Motorik Anak Usia SD 23
2.1.8 Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar …. 26
2.2 Hipotesis ………………………………………………………….. 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian …………………… 28
3.1.1 Penentuan Populasi ……………………………………….. 28
3.1.2 Penentuan Sampel dan Teknik Sampling …………… 29
3.1.3 Variabel Penelitian………………………………………….. 30
3.2 Variabel-variabel yang Dikendalaikan …………………. 30
3.3 Metode Pengumpulan Data ………………………………… 32
3.3.1 Prosedur Pengambilan Data …………………………….. 33
3.3.2 Instrumen Penelitian ………………………………………. 34
3.4. Metode Analisis Data ……………………………………….. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ………………………………………………. 46
4.2. Pembahasan ……………………………………………………. 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ………………………………………………………… 50
5.2 Saran-saran ……………………………………………………… 50
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 51
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………………………. 53
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Persiapan Perhitungan Statistik dengan Pola M-S………………….. 44
2. Daftar Nama Populasi Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04
dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ………………… 53
3. Hasil Penelitian Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 …………………….. 54
4. Penilaian Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12 Tahun
pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan SDN
Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………………………….. 56
5. Penilaian Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12
Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan
SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………………….. 58
6. Rangking Hasil Penilaian Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani
Untuk Anak Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI
SDN Gunungpati 04 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 60
7. Matching Hasil Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani Untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 …………….. 62
8. Hasil Penelitian Tes Akhir Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 …………….. 63
9. Hasil Penilaian Kelompok Eksperimen I dan Eksperimen II
Akhir Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12 Tahun
pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan SDN
Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………………………….. 65
10. Perhitungan Pola Statistik dengan Perhitungan M-S Terhadap
Hasil Tes Akhir ………………………………………………………………… 66
11. Tabel-tabel Nilai-nilai t Batas Signifikansi Nilai t pada Pelbagai
Taraf Signifikansi ……………………………………………………………… 67
12. Program Latihan Selama Penelitian …………………………………….. 68
13. Petunjuk Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12 Tahun
(Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Jakarta 1995) ………….. 70
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar Nama Populasi Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04
dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ………………… 53
2. Hasil Penelitian Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 …………………….. 54
3. Penilaian Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12 Tahun
pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan SDN
Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………………………….. 56
4. Penilaian Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12
Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan
SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………………….. 58
5. Rangking Hasil Penilaian Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani
Untuk Anak Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI
SDN Gunungpati 04 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 60
6. Matching Hasil Tes Awal Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 …………….. 62
7. Hasil Penelitian Tes Akhir Tes Kesegaran Jasmani Untuk Anak
Umur 10-12 Tahun pada Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati
04 dan SDN Nongkosawit Tahun Ajaran 2004/2005 ……………. 63
8. Hasil Penilaian Kelompok Eksperimen I dan Eksperimen II
Tes Kesegaran Jasmani Untuk Anak Umur 10-12 Tahun pada
Siswa Putri Kelas VI SDN Gunungpati 04 dan SDN Nongkosawit
Tahun Ajaran 2004/2005 …………………………………………………… 65
9. Perhitungan Pola Statistik dengan Perhitungan M-S Terhadap
Hasil Tes Akhir ………………………………………………………………… 66
10. Tabel Nilai-nilai t Batas Signifikansi Nilai t pada Pelbagai Taraf
Signifikansi ……………………………………………………………………… 67
11. Program Latihan Selama Penelitian …………………………………….. 68
12. Petunjuk Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Umur 10-12 Tahun
(Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Jakarta 1995) ………….. 70
13. Rangkaian Gerakan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia untuk
Anak Umur 10-12 Tahun (Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi
Jakarta 1995) ……………………………………………………………………. 73
14. Surat Usul Penetapan Pembimbing ……………………………………… 77
15. Surat Permohonan Ijin Penelitian Pendidikan dari UNNES …… 79
14. Surat Izin Penelitian Pendidikan dari SD Negeri Gunungpati 04 80
15. Surat Izin Penelitian Pendidikan dari SD Negeri Nongkosawit 81
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Pengembangan sumber daya manusia pada umumnya diarahkan untuk menjadikan manusia
Indonesia yang tangguh, terampil, cakap, bersemangat dan produktif, sehingga mempunyai
kemampuan dalam melaksanakan berbagai kegiatan dalam masyarakat. Sementara itu, dari sisi
lain pengembangan sumber daya manusia sangat berhubungan erat dengan peningkatan taraf
hidup manusia itu sendiri.
Seiring dengan majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, setiap
negara termasuk Bangsa Indonesia menghadapi tantangan untuk meningkatkan dan memelihara
kesegaran jasmani warga negaranya, terlebih bagi negara yang maju, dimana manusianya dapat
dikatakan sudah sangat berkurang dalam gerak jasmaninya, sehingga tidak jarang menimbulkan
gangguan-gangguan seperti metabolisme sel-sel, sistem otot, tulang, jantung dengan pembuluh
darahnya dan juga sistem syarafnya.
Pembinaan kesegaran jasmani merupakan salah satu faktor yang penting dalam
peningkatan kualitas fisik. Oleh karena itu, pembinaan kesegaran jasmani merupakan hal yang
perlu diperhatikan di tahun-tahun mendatang. Pelaksanaan pembinaan kesegaran jasmani
barangkali harus dilakukan dengan terobosan untuk menyentuh berbagai permasalahan dan
sambil menengok ke belakang apa-apa yang menjadi penghambat selama ini. Bahkan bila perlu
melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan pembinaan (Puskesjas, 1995:33)
Dari uraian di atas, sangat menarik perhatian karena menyentuh persoalan yang mendasar
yaitu persoalan kualitas fisik yang tercermin pada kesegaran jasmani. Pembangunan yang sedang
berjalan dewasa ini sangat menuntut kualitas fisik yang makin tinggi. Seperti yang disebutkan
dalam buku Kesegaran Jasmani dalam Pembangunan Bangsa bahwa : “Manusia energik atau
produktif merupakan modal utama dalam strategi dasar era pembangunan dan modernisasi serta
akselerasi”.
Berbicara mengenai kesegaran jasmani dalam upaya peningkatan kualitas fisik, memang
merupakan permasalahan yang menarik. Kalau tidak sebentar kita menemui jalan buntu, maka
akan menemui berbagai hambatan yang pada akhirnya bisa menjadi terarah. Akan tetapi kalau
keterpaduan pembinaan kesegaran jasmani dapat berjalan dengan baik dan ada komitmen dari
pemerintah tidak mustahil bahwa pembinaan kesegaran jasmani akan berhasil dengan baik.
Semakin banyak masyarakat melakukan latihan jasmani, berarti semakin berhasil pembinaan
kesegaran jasmani dan tingkat kesegaran jasmani masyarakat semakin baik serta akan
meningkatkan kualitas fisik manusia.
Seperti diketahui bahwa pembinaan kesegaran jasmani dapat dilakukan dengan berbagai
macam latihan jasmani atau olahraga. Pada dasarnya semua macam latihan atau olahraga yang
dapat meningkatkan kesegaran jasmani dapat digunakan sebagai sarana latihan seperti Senam
Kesegaran Jasmani lainnya. (Puskesjas, 1995:34)
Di Indonesia pembinaan kesegaran jasmani pelajar sudah termasuk dan tercantum dalam
kurikulum sekolah sesuai dengan jenjang pendidikannya, sehubungan dengan masalah kesegaran
jasmani, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan tugasnya menjelaskan : “Maka
seirama dengan derap pembangunan bangsa dan negara, masyarakat sekolah haruslah
dikondisikan secara sosial kultural, seperti misalnya dapat memberikan nilai yang tinggi dan
rasional terhadap arti kesegaran jasmani”. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa dalam
hubungan antara pembangunan bangsa dan negara, sekolah dan kesegaran jasmani, maka yang
menjadi obyek dan subyeknya adalah anak-anak sekolah dan lingkungannya. Jadi disamping
masyarakat sekolah itu mau melakukan usaha-usaha pembinaan kesegaran jasmani, juga dapat
mempengaruhi lingkungan dan bahkan tidak mustahil akan berkembang luas di kalangan
masyarakat umum.
Kemudian di dalam kurikulum sekolah dasar mata pelajaran Pendidikan Jasmani
disebutkan : “Tujuan umum pendidikan jasmani di sekolah dasar adalah memacu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani, mental, emosional dan sosial yang selaras dalam upaya membentuk
dan mengembangkan hidup sehat”. (Depdikbud, 1988:5).
Dalam Garis-Garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Jasmani di Sekolah Dasar, juga
memuat pokok bahasan Senam Kesegaran Jasmani. Karena itu untuk mencapai tujuan seperti
yang disebutkan dalam kurikulum, pendidikan jasmani di sekolah dasar mempunyai andil yang
sangat besar untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan jasmani di sekolah dasar. Dan senam
kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang telah ada saat ini merupakan alat yang sangat tepat
dalam usaha mewujudkan tujuan pendidikan jasmani di sekolah dasar tersebut. Hal ini dapat
dilihat bahwa senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar bukan hanya sebagai materi pelajaran
yang disampaikan dalam mata pelajaran Pendidikan Jasmani, tetapi juga dicantumkan dalam
program pendidikan yang dilakukan sebelum jam pelajaran dimulai.
Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar merupakan suatu paket senam yang baru,
yang memang dikhususkan bagi anak-anak usia sekolah dasar. Akan tetapi dalam
pelaksanaannya tidak harus dilakukan pada pagi hari saja, dapat dilakukan dimana saja dan
kapan saja karena memang merupakan suatu bentuk kegiatan jasmani yang penting untuk
menjaga, meningkatkan dan menyempurnakan kesegaran jasmani.
Untuk memajukan vitalitas organ tubuh yang dibutuhkan untuk menjaga kegiatan seharihari
diperlukan suatu latihan yang dilakukan secara berkelanjutan dengan memperhatikan hal-hal
yang berhubungan dengan program latihan seperti : Frekuensi latihan yang harus dilakukan
setiap minggunya, intensitas latihan dan lama latihan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan
keberhasilan pelaksanaan program latihan. Orang yang sudah melaksanakan latihan olahraga
secara tertib dan teratur sejak masa kanak-kanak yang disesuaikan dengan usianya, akan tumbuh
secara sempurna sesuai dengan potensinya.
Walaupun latihan fisik yang teratur secara umum memberikan pengaruh yang bermanfaat, akan
tetapi ada kemungkinan terjadinya kerusakan pada organ-organ yang sedang tumbuh, yang
disebabkan karena latihan fisik tersebut dilakukan dengan intensitas, jangka waktu, serta jenis
frekuensi yang tidak tepat. (Albertus Kamiso, 1988:24).
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti ternyata ada beberapa sekolah dasar yang
melaksanakan latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar dengan frekuensi tiga kali dan
ada pula yang melaksanakan latihan dengan frekuensi empat kali setiap minggunya dan demikian
pula yang dilakukan oleh kesegaran jasmani, mewajibkan bagi murid-muridnya untuk
melakukan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar sebelum jam pelajaran dimulai. (M.
Sajoto, 1988:119)
Sampai sekarang ini belum ada pedoman yang memberikan ketentuan berapa kali latihan
setiap minggunya yang paling baik dapat meningkatkan kesegaran jasmani bagi siswa sekolah
dasar. Bertolak dari permasalahan tersebut, penulis tertarik dan ingin meneliti mana yang lebih
efektif antara latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang diberikan tiga kali
dengan empat kali dalam satu minggu dengan beban latihan yang sama terhadap tingkat
kesegaran jasmani.
1.2 Permasalahan
Secara garis besar, senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar dapat digunakan untuk
meningkatkan kesegaran jasmani bagi pelakunya, tingkat kesegaran jasmani dapat diketahui
dengan cara mengukur komponen-komponen dari kesegaran jasmani.
Berdasar dari uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apakah ada pengaruh yang berbeda antara program latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang dilaksanakan dengan
frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.2.2 Kemudian jika ada pengaruh yang berarti mana yang lebih efektif antara program latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah
dasar yang dilaksanakan dengan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.3 Penegasan Istilah
Sehubungan dengan judul yang diajukan, yaitu “Perbandingan Pengaruh Frekuensi Latihan
Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar Antara Tiga Kali Dengan Empat Kali Dalam Satu
Minggu Terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putri Kelas VI SD Negeri Gunungpati 04
dan SD Nongkosawit Semarang Tahun Ajaran 2004/2005.
Maka perlu dijelaskan beberapa istilah dalam judul tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindari agar persoalan yang dibicarakan dalam penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan
semula dan agar tidak terjadi salah penafsiran istilah yang digunakan, yang meliputi :
1.3.1 Perbandingan
Perbandingan adalah perbedaan (selisih) kesamaan. (Depdikbud, 1998:75). Yang dimaksud
dengan “Perbandingan” dalam penelitian ini diartikan yang akan dibandingkan adalah frekuensi
latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar antara tiga kali dengan empat kali dalam satu
minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.3.2 Pengaruh
Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari suatu (benda, orang dan sebagainya)
yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. (Depdikbud, 1998:664).
Pengaruh yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah daya yang ditimbulkan oleh
adanya pelaksanaan program latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang dilakukan
dengan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.3.3 Frekuensi
Frekuensi adalah “Kekerapan, jumlah (kekerapan) unsur bahasa. (Depdikbud, 1998:245)
Yang dimaksud frekuensi dalam penelitian ini adalah jumlah latihan senam kesegaran
jasmani usia sekolah dasar yang dilakukan dalam satu minggu yaitu tiga kali dan empat kali.
1.3.4 Latihan
Latihan ialah pendidikan untuk memperoleh kemahiran dan kecakapan (Depdikbud,
1998:502).
Latihan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu aktivitas fisik yang berupa
gerakan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar.
1.3.5 Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
Senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar adalah senam baru yang diciptakan siswa
sekolah dasar yang merupakan rangkaian gerakan senam yang baru dan ditujukan untuk
pembentukan otot yang nantinya bermanfaat bagi perkembangan tubuh selanjutnya.
1.3.6 Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kemampuan atau kesanggupan seseorang untuk melakukan
suatu pekerjaan atau aktivitas tubuh tertentu, tanpa mengalami kelelahan yang berarti setelah
melakukan aktivitas tersebut, sehingga masih adanya sisa tenaga untuk melakukan aktivitas yang
lain.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui :
1.4.1 Untuk mengetahui pengaruh perbedaan antara program latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang dilaksanakan dengan
frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.4.2 Untuk membedakan pengaruh yang berarti mana yang lebih efektif antara program latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah
dasar yang dilaksanakan dengan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
1.5 Manfaat Penelitian
Sebagai tolak ukur kesegaran jasmani di SD Gunungpati 04 dan SD Nongkosawit.
Mengetahui tingkat kesegaran jasmani di SD Gunungpati 04 dan SD
Nongkosawit.
Mengetahui dan menilai kadar kesegaran jasmani di SD Gunungpati 04 dan SD
Nongkosawit.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Kesegaran Jasmani
Dewasa ini istilah kesegaran jasmani sering menjadi topik pembicaraan yang menarik,
pengertian kesegaran jasmani menurut beberapa ahli olahraga memang bermacam-macam,
kesegaran jasmani menurut Sadoso (1992:19) adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan
tugasnya sehari-hari dengan gampang, tanpa merasa lelah yang berlebihan dan masih
mempunyai sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk
keperluan-keperluan yang mendadak, dapat pula ditambahkan kesegaran jasmani merupakan
kemampuan untuk menunaikan tugas dengan baik walaupun dalam keadaan sukar, dimana orang
yang kesegaran jasmaninya kurang, tidak dapat melakukannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kesegaran jasmani adalah suatu keadaan saat tubuh
mampu menunaikan tugas hariannya dengan baik dan efisien, tanpa kelelahan yang berarti, dan
tubuh masih memiliki tenaga cadangan, baik untuk mengatasi keadaan darurat yang mendadak,
maupun untuk menikmati waktu senggang dengan rekreasi yang aktif (Sudarno, 1992:9).
Sedangkan menurut hasil seminar nasional kesegaran jasmani tahun 1971 di Jakarta yang
dikutip oleh A. Kamiso (1998:58) menyebutkan bahwa seseorang yang memiliki kesegaran
jasmani dapat diartikan orang yang cukup mempunyai kesanggupan dan kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kesegaran jasmani adalah
kesanggupan dan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan atau menunaikan tugasnya
sehari-hari dengan cukup kekuatan dan daya tahan, tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti,
sehingga masih terdapat sisa tenaga yang berarti digunakan untuk menikmati waktu luang yang
datangnya secara tiba-tiba atau mendadak, dimana orang yang kesegarannya kurang tidak akan
mampu melakukannya. Hal ini yang membedakan orang yang fit dan tidak fit.
Tetapi perlu diketahui bahwa masing-masing individu mempunyai latar belakang
kemampuan tubuh dan pekerjaan yang berbeda sehingga masing-masing akan mempunyai
kesegaran jasmani yang berbeda pula.
2.1.2 Komponen-Komponen Kesegaran Jasmani
Senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar adalah suatu bentuk latihan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesegaran jasmani karena gerakan-gerakannya melibatkan secara aktif
sejumlah besar otot secara berkesinambungan dengan beban latihan yang cukup untuk
merangsang jantung, paru-paru dan pembuluh darah, dan besarnya latihan untuk masing-masing
otot tidak terlalu tinggi sehingga cukup untuk meningkatkan kesegaran jasmani.
Dapat juga dikatakan bahwa senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar gerakangerakannya
mengandung unsur dari komponen kesegaran jasmani.
Adapun komponen dari kesegaran jasmani tersebut adalah : 1) Kekuatan; 2) Daya tahan; 3)
Daya ledak; 4) Kelentukan; 5) Kecepatan; 6) Kelincahan; 7) Koordinasi; 8) Keseimbangan; 9)
Ketepatan dan; 10) Reaksi.
Untuk mengetahui lebih mendalam dari komponen kesegaran jasmani tersebut akan
diuraikan sebagai berikut :
1) Kekuatan
Kekuatan menurut M. Sajoto (1988:16) adalah komponen kondisi fisik seseorang tentang
kemampuannya dalam menggunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Sedangkan
menurut H.P. Suharno (1978:21) kekuatan adalah kemampuan dari otot untuk dapat mengatasi
tahanan atau beban dalam menjalankan aktivitas. Dengan demikian seseorang yang mempunyai
kekuatan otot baik dapat melakukan dan memikul pekerjaan yang berat dalam waktu yang lama.
Orang yang fisiknya segar akan mempunyai otot yang kuat dan mampu bekerja secara efisien.
2) Daya tahan
Ada dua macam daya tahan menurut M. Sajoto (1988:16) yaitu daya tahan umum dan daya
tahan otot. Daya tahan umum adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem
jantung, paru dan peredaran darahnya secara efektif untuk menjalankan kerja secara terus
menerus yang melibatkan kontraksi sejumlah otot-otot dengan intensitas tinggi dalam waktu
yang cukup lama. Daya tahan otot adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan ototnya
untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu.
Menurut H.P. Suharno (1978 : 23) daya tahan adalah kemampuan organisme seseorang
untuk melawan kelelahan yang timbul saat menjalankan aktivitas dalam waktu yang lama.
Jika seseorang mampu menggerakkan sekelompok otot tertentu secara terus menerus
dalam waktu yang cukup lama, sehingga menyebabkan jantung, peredaran darah dan pernafasan
yang baik. Makin tinggi tingkat daya tahan seseorang makin tinggi pula kesegaran jasmaninya.
3) Daya ledak
Daya ledak ialah kemampuan otot untuk mengatasi tahanan beban dengan kecepatan tinggi
dalam satu gerakan yang utuh (H.P Suharno, 1978:33).
Sedangkan menurut M. Sajoto (1988:17) daya ledak disebut juga Muscular Power
maksudnya adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan kemampuan maksimal yang
dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya.
Jadi dari kedua definisi di atas mengandung pengertian yang sama, bahwa seseorang dapat
melakukan gerakan dengan kemampuan maksimal namun dalam waktu yang singkat bila dalam
keadaan fit atau dengan kata lain kesegaran jasmaninya baik.
4) Kelentukan
Kelentukan (flexibility) adalah segala efektivitas seseorang dalam menyesuaikan diri untuk
segala aktivitas dengan penguluran tubuh ditandai dengan flexibilitas persendian pada seluruh
tubuh. (M. Sajoto, 1988 : 17).
Menurut H.P. Suharno (1988:30) kelentukan (flexibility) ialah kemampuan dari seseorang
dalam melaksanakan gerakan dengan amplitudo yang luas.
Dengan kelentukan tubuh atau penguluran tubuh yang luas berarti seseorang dapat
melakukan gerakan secara bebas, sehingga makin sedikit tenaga yang dikeluarkan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
5) Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan
dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. (M. Sajoto, 1988:17).
Sedangkan definisi dari ahli lain adalah kemampuan organisme seseorang dalam
melakukan gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk mencapai hasil yang sebaikbaiknya
(Suharno H.P., 1978:26)
Dengan demikian seseorang yang mempunyai kecepatan yang tinggi, maka orang tersebut
dapat melakukan pekerjaan yang sama dan berulang-ulang dalam waktu yang pendek.
6) Kelincahan
Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk merubah arah dan posisi di arena tertentu.
(M. Sajoto, 1988:17).Sedang menurut Moeloek Dangsina (1984:8) menggunakan istilah
ketangkasan, yang mengandung pengertian sebagai kemampuan mengubah secara cepat arah
tubuh atau bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan.
Dari kedua pendapat tersebut juga terdapat pengertian yang sama yaitu menekankan
kepada kemampuan untuk merubah posisi tubuh tertentu tanpa mengganggu keseimbangan.
Dimana kelincahan dan ketangkasan ini melibatkan faktor : kekuatan, kecepatan, tenaga
ledak otot, waktu reaksi, keseimbangan dan koordinasi. (Moeloek Dangsina, 1984:9).
7) Koordinasi
Koordinasi (Coordination) adalah kemampuan seseorang mengintegrasikan bermacammacam
gerakan yang berbeda dalam pola gerakan tunggal secara efektif. (Sajoto M, 1988:17).
Menurut Suharno HP (1978:34) koordinasi didefinisikan sebagai kemampuan seseorang
untuk merangkaikan beberapa unsur gerak menjadi satu gerakan yang selaras sesuai dengan
tujuannya.
Seseorang yang memiliki koordinasi yang baik dapat melakukan serangkaian gerakan
dalam satu pola irama, sedang orang yang tidak memiliki koordinasi yang baik akan
mengakibatkan kerugian pengeluaran tenaga yang berlebihan sehingga mengganggu
keseimbangan, cepat lelah bahkan mungkin dapat terjadi cidera.
8) Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat
melakukan gerakan. Bergantung pada kemampuan integrasi antara kerja indra penglihatan,
kanalis semisir-kularis pada telinga dan reseptor pada otot (Moeloek Dangsina, 1984:10).
Sedangkan Suharno HP (1978:36) mendefinisikan keseimbangan sebagai kemampuan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan badan dalam berbagai keadaan agar tetap
seimbang.
Dengan keseimbangan yang baik seseorang akan dengan mudah melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sebab keseimbangan tidak hanya diperlukan pada olahraga saja.
9) Ketepatan
Ketepatan (Accuracy) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak
bebas terhadap suatu sasaran. Sasaran ini dapat berupa suatu jarak atau mungkin suatu obyek
langsung yang harus dikenai dengan salah satu bagian tubuh. (Sajoto M., 1988:18).
Definisi lain menyebutkan ketepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengarahkan
suatu gerak ke suatu sasaran sesuai dengan tujuannya (Suharno HP, 1978:35).
Orang yang mempunyai ketepatan yang baik dapat mengontrol gerakan dari satu sasaran
ke sasaran yang lainnya.
10) Reaksi
Reaksi menurut Sajoto M. (1988:18) adalah kemampuan seseorang untuk segera bertindak
secepatnya dalam menanggapi rangsangan yang ditimbulkan lewat indera atau saraf lainnya.
Sedangkan pendapat lain mengenai reaksi adalah interval waktu antara penerimaan
rangsang dengan jawaban atau respon. (Nurhasan, 1986:247).
Dari kedua pendapat tersebut maka seseorang yang memiliki reaksi yang baik akan dapat
melakukan aktivitasnya dengan cepat setelah menerima rangsang yang diterima dari inderanya.
2.1.3 Fungsi Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani disamping untuk menunjukkan kondisi fisik juga berfungsi untuk
meningkatkan mutu kehidupan seseorang sesuai dengan keadaannya masing-masing. Hal ini
disebabkan oleh latar belakang kehidupan manusia itu berbeda pula.
Adapun fungsi kesegaran jasmani selain untuk menunjukkan kondisi fisik dapat dibagi
menjadi tiga yaitu :
1. Golongan yang dihubungkan dengan pekerjaan yaitu :
a. Bagi olahragawan adalah meningkatkan prestasi.
b. Bagi karyawan adalah untuk meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja.
c. Bagi pelajar dan mahasiswa berguna untuk meningkatkan prestasi belajar.
2. Golongan yang dihubungkan dengan keadaan yaitu :
a. Bagi penderita cacat digunakan untuk rehabilitas.
b. Bagi ibu hamil sangat penting untuk perkembangan bayi yang dikandung dan
mempersiapkan kondisi fisik pada saat melahirkan.
3. Golongan yang dihubungkan dengan usia yaitu :
a. Bagi anak-anak adalah untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
b. Bagi orang tua adalah untuk mempertahankan kondisi fisik agar tetap segar dan tidak
mudah terserang penyakit.
2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang, yang
membedakan satu dengan yang lainnya adalah :
1. Faktor makanan dan gizi
Sejak masih dalam kandungan, manusia sudah memerlukan makan dan gizi yang cukup
yang digunakan untuk pertumbuhan. Jadi dalam pembinaan kesegaran jasmani tubuh haruslah
cukup makan makanan yang bergizi, dan harus dapat dimanfaatkan oleh tubuh sebagaimana
fungsi yang semestinya. Konsumsi makanan yang salah dapat mengakibatkan buruk terhadap
kesehatan, kekurangan gizi pada tingkat yang berat dapat membawa akibat yang mengerikan.
Sebagai contoh akibat kekurangan vitamin A seseorang dapat menjadi buta, demikian juga bila
tubuh kekurangan protein dan kalori tubuh menjadi lemah, kurus dan pertumbuhan kurang baik.
Hal lain yang sangat penting bahwa kekurangan gizi akan menurunkan kecerdasan, daya
pikir dan perkembangan mental. Keadaan tersebut jelas menunjukkan betapa rendahnya mutu
kehidupan seseorang akibat kekurangan gizi. Sebaliknya kelebihan gizi dapat menyebabkan
kegemukan yang dapat mempermudah timbulnya penyakit jantung, diabetes dan lain-lain.
Makanan memiliki fungsi utama yaitu memberi tenaga yang dibutuhkan untuk gerakan
tubuh, menyediakan bahan-bahan untuk membangun tubuh, baik untuk memelihara dan
memperbaiki serta menyediakan bahan-bahan untuk mengatur tugas-tugas faal tubuh.
Sesuai dengan fungsinya zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan dapat digolongkan
menjadi tiga yaitu :
1. Zat gizi yang dapat memberikan tenaga untuk bergerak :
a. Hidrat arang/karbohidrat
Zat gizi ini terdapat pada nasi atau penggantinya seperti jagung, roti, ubi, kentang dan
lainnya.
b. Lemak
Terdapat pada daging, minyak kelapa, minyak jagung dan lainnya.
c. Protein
Banyak terdapat pada hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti daging, ikan, telur, kacangkacangan
dan kedelai.
d. Zat gizi yang menyediakan bahan-bahan untuk membangun tubuh terdapat pada makanan
yang mengandung protein, mineral dan air.
e. Zat gizi yang menyediakan bahan-bahan untuk mengatur bekerjanya alat-alat tubuh
seperti vitamin, mineral dan air.
2. Faktor usia
Pada usia pertumbuhan (anak-anak) kesegaran jasmaninya akan lebih baik, karena pada
usia ini fungsi organ tubuh akan tumbuh dengan optimal. Sedangkan pada orang tua akan terjadi
penurunan kesegaran jasmani dikarenakan banyak jaringan-jaringan (sel-sel) dalam tubuh yang
mengalami kerusakan.
3. Faktor kebiasaan hidup sehat (cara hidup sehat)
Sudah barang tentu apabila seseorang menginginkan hidup sehat jasmaninya tetap terjaga,
maka ia harus menerapkan hidup sehat dalam kehidupan sehari-harinya, seperti makan makanan
yang bersih dan bergizi, menjaga kebersihan pribadi dan beristirahat yang cukup.
4. Faktor lingkungan
Lingkungan adalah tempat dimana seseorang itu tinggal dalam waktu yang lama.
Dalam hal ini menyangkut lingkungan fisik, serta sosial ekonomi. Mulai dari pekerjaannya,
perumahan, daerah tempat tinggal dan sebagainya.
5. Faktor latihan dan olahraga
Peningkatan kesegaran jasmani juga bisa dilakukan melalui latihan-latihan rutin dan gemar
berolahraga.
Latihan fisik adalah suatu kegiatan fisik yang menurut cara atau aturan tertentu, yang
mempunyai sasaran meningkatkan efisiensi faal tubuh, dan sebagai hasil terakhir adalah
peningkatan kesegaran jasmani. (Moeloek Dangsina, 1984 : 12)
2.1.5 Tes Kesegaran Jasmani
Banyak jenis tes yang biasa digunakan untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesegaran
jasmani seseorang. Adapun tes kesegaran jasmani yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
Kesegaran Jasmani Indonesia untuk Anak Umur 10-12 Tahun.
Alasan dari pemilihan tes kesegaran jasmani ini adalah :
1. Pelaksanaannya mudah, biaya sedikit, tidak banyak menggunakan peralatan dan efisiensi
waktu.
2. Tes tersebut tepat untuk mengukur komponen terpenting dari kesegaran jasmani yaitu :
mengukur kecepatan, mengukur kekuatan dan ketahanan tubuh otot lengan dan bahu,
mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut mengukur tenaga eksplosif dan untuk mengukur
daya tahan jantung, peredaran darah dan pernafasan.
3. Penentuan status kesegaran jasmani disesuaikan dengan usia, jenis kelamin sehingga lebih
terperinci.
Tes kesegaran jasmani untuk anak usia 10-12 tahun putri akan dijelaskan lebih lanjut di Bab
III.
2.1.6 Kesegaran Jasmani dan Kesehatan Dalam Latihan
Kesegaran jasmani berhubungan erat dengan kemampuan seseorang dalam menjalankan
tugas pekerjaan sehari-hari. Makin tinggi tingkat kesegaran jasmani makin tinggi pula
kemampuan kerja, lebih jauh Kamiso A. (1988:70) mengatakan bahwa yang penting dalam
meningkatkan kesegaran jasmani adalah yang berhubungan dengan ergosistem primair, karena
yang berhubungan langsung dengan kesehatan. Sedang peningkatan ergosistem sekunder tidak
merata. Oleh karena itu untuk dapat lebih meningkatkan daya kerjanya, perlu meningkatkan
ergosistem primair khusus.
Sedangkan menurut Sigit Moerjono, yang dikutip oleh Kamiso A. (1988:70) mengatakan
bahwa latihan-latihan yang ditujukan kepada pembentukan otot-otot skelet tidak ada salahnya
untuk dilakukan oleh karena latihan ini akan dapat menopang latihan-latihan aerobik tadi,
sehingga akan berhasil lebih sempurna.
Dengan demikian dapat disimpulkan peningkatan kesegaran jasmani selalu diiringi dengan
peningkatan derajat kesehatan dan kemampuan melakukan pekerjaan sehari-hari. Yang mana
pada waktu melakukan latihan jasmani tidak hanya melibatkan salah satu bagian dari ergosistem
tetapi hendaknya latihan yang dilaksanakan mengacu pada ergosistem primair atau sistem
jantung peredaran darah dan pernafasan, sehingga latihan dapat bermanfaat bagi kesegaran
jasmani secara menyeluruh.
Agar latihan yang dilaksanakan dapat berhasil guna bagi peningkatan kesegaran jasmani
maka harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan :
1. Intensitas Latihan
Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan faktor utama yang mempengaruhi
kesegaran kardiovaskuler. Perubahan pada kesegaran kardiovaskuler sangat erat hubungannya
dengan intensitas latihan. Oleh karena itu intensitas latihan merupakan faktor yang sangat
menentukan pada kardiovaskuler.
Kamiso A. (1988:71) mengatakan bahwa “ternyata 60% kapasitas aerobik maksimal sama
dengan 72% dari denyut nadi maksimal dan 80% kapasitas aerobik yang maksimal sama dengan
87% dari denyut nadi maksimal. Disamping itu batasan maksimal denyut nadi dipengaruhi oleh
usia, artinya makin tinggi usia denyut nadi makin turun.
Denyut nadi maksimal adalah 220 dikurangi umur, tetapi latihan klub jantung sehat telah
dipakai rumus 200 sehingga denyut nadi maksimal berada di bawah 20 hitungan dari rumus 220.
Patokan ini cukup aman, sebab dengan perhitungan beban latihan diturunkan kira-kira 10%
menjadi submaksimal (Kamiso. A, 1988:72).
Misalnya seorang anak yang berumur 12 tahun akan berlatih, maka denyut nadi latihan
berkisar antara 135 sampai 163. Ini diperoleh dari denyut nadi maksimal 200-umur (12)
didapatkan hasil 188, jadi untuk denyut nadi latihan berkisar antara 188 x 72% = 135 sampai 188
x 87% = 163. Kalau berlatih di bawah 72% dari denyut nadi maksimal maka akan kurang
manfaatnya, tetapi bila latihan melampaui 87% dari denyut nadi maksimal maka akan berbahaya.
Denyut nadi dapat dihitung pada pergelangan tangan atau pada arteria karotis di sebelah
kanan atau kiri pada pita suara. Cara meghitung ini harus dibiasakan supaya lebih terampil dan
tepat tempatnya. Memonitor denyut nadi cukup selama 10 detik saja dan hasilnya dikalikan 6
(heart rate/menit).
2. Lamanya latihan
Lama latihan berhubungan erat dengan intensitas. Kalau intensitas tinggi, maka latihannya
cukup pendek dan sebaliknya. Lebih lanjut dikatakan bahwa kalau sasarannya hanya kesegaran
jasmani bagi orang awam sebaiknya berlatih dengan intensitas rendah atau sedang saja (Sudarno,
1992:135).
Mengenai waktu atau lama latihan harus dipadukan dengan intensitas latihan. Dikarenakan
latihan dengan intensitas tinggi merupakan latihan berat dan memungkinkan timbulnya cedera
juga besar.
Adapun yang dikutip dari pendapat Pollock dalam Sudarno (1992:135) mengatakan Untuk
pemula yang frekuensi latihannya lebih dari tiga kali seminggu dan latihanya lebih dari 30 menit,
cedera pada kaki dan lutut juga lebih besar.
3. Frekuensi latihan
Yang dimaksud frekuensi latihan adalah beberapa kali seorang melakukan latihan yang
cukup intensif dalam satu minggunya. Makin banyak frekuensi latihan per minggunya, makin
cepat pula hasil peningkatan kapasitas daya tahan orang tersebut. Tetapi disarankan dalam
menentukan frekuensi latihan benar-benar diperhatikan batas kemampuan orang tersebut, karena
bagaimanapun juga tubuh seseorang tidak dapat beradaptasi lebih cepat dari batas
kemampuannya. Apabial frekuensi latihan diberikan dengan berlebihan akibatnya bukan
percepatan kenaikan kapasitas daya tahannya dicapai, tetapi dapat mengakibatkan sakit yang
berkepanjangan. Jumlah frekuensi latihan yang efektif tergantung dari sifat olah raga yang
dilakukannya.
Bila tujuan dari latihan hanya untuk membina dan atau untuk meningkatkan kesegaran
jasmani, maka frekuensi latihan cukup tiga sampai lima kali seminggunya (Sudarno, 1992 : 67).
Sedangkan menurut Kamiso A (1991 : 76) efek dari latihan tiga kali perminggu dapat
disamakan dengan empat sampai lima kali kalau waktu latihan ditambah. Latihan dua kali
seminggu ternyata tidak efektif untuk melatih sistem kardiovaskuler dan dengan frekuensi
latihan dua kali perminggu tidak dapat memelihara kesegaran jasmani yang dicapai. Pendapat
tersebut dipertegas lagi oleh Sadoso (1992:26) yang mengemukakan bahwa frekuensi latihan
berhubungan erat dengan intensitas latihan dan lama latihan. Dapat disimpulkan bahwa latihan
paling sedikit tiga minggu, baik untuk olahraga kesehatan maupun olahraga prestasi. Hal ini
disebabkan ketahanan tubuh seseorang akan menurun setelah 48 jam tidak melakukan latihan.
Jadi diusahakan sebelum ketahanan menurun harus sudah dilatih lagi.
Tapi perlu diingat bahwa dalam berlatih setiap minggunya tubuh memerlukan istirahat
yang cukup diantara hari-hari latihan dan istirahat tersebut juga akan mengurangi timbulnya
cedera. Yang penting tidak melebihi 48 jam.
Pendapat Cooper yang dikutip Sudarno (1992:67) menyatakan bahwa kurang bijaksana
berlatih tiap hari, sebab bila latihan dilakukan setiap hari akan timbul kelelahan yang menumpuk
yang cenderung akan menimbulkan cidera pada otot, sendi atau tulang.
2.1.7 Karakteristik Perkembangan motorik Anak usia SD
Pada masa anak unur 10-12 tahun pertumbuhan cenderung relatif lambat. Walaupun
pertumbuhan itu lambat, tetapi mempunya waktu belajar cepat dan keadaan ini dapat
dipertimbangkan pula sebagai konsolidasi pertumbuhan yang ditandai dengan kesempurnaan dan
kestabilan terhadap keterampilan dan kemampuan yang telah ada dibandingkan yang baru
dipelajari.
Pada masa tersebut juga terjadi perubahan dimana anak yang pada mulanya bergerak dari
kondisi lingkungan rumah ke lingkungan sekolah. Pengaturan besar-besaran diperlukan untuk
pengembangan tugas-tugas pada umur itu. Adapun ketiga dorongan yang dimaksud adalah :
1. Dorongan dari lingkungan rumah ke kelompok sejawat;
2. Dorongan dari realisasi kerja dan suasana bermain yang masing-masing memerlukan
tambahan keterampilan neuromuskuler ;
3. Dorongan ke dalam konsep dunia dewasa yang mana memerlukan peningkatan keterampilan
dan seni berlogika serta berkomunikasi.
Pada anak usia sekolah dasar pertumbuhan yang nampak jelas adalah pertambahan panjang
lengan dan kaki, koordinasi antara tangan dan mata serta kaki dan mata bertambah baik pula.
Keberanian juga lebih berkembang hal ini baik terjadi pada anak laki-laki maupun perempuan.
Anak perempuan karena itu harus dibimbing untuk mengembangkan kekuatan badan bagian atas
yang sangat berguna untuk memelihara berat badannya.
Pada masa ini aktivitas olahraga sangat dianjurkan bagi anak-anak usia sekolah dasar,
pertumbuhan dan koordinasi yang terus berlanjut akan mengalami penyempurnaan pada usiausia
tersebut, tetapi yang benar-benar menonjol adalah perkembangan keseimbangan dan
keterampilan terutama dalam melakukan olahraga atletik. (Sadoso, 1992:133).
Olahraga beregu dan kompetisi sangat penting artinya tetapi bukan waktu yang tepat untuk
memusatkan dalam satujenis olahraga saja, beberapa cabang olahraga yang dinjurkan bagi anak
usia sekolah dasar adalah berenang, senam, sepak bola dan basket.
Perubahan-perubahan fisiologis yang lain adalah sistem peredaran darah, termasuk jantung
dan pembuluh-pembuluh darah yang berkembang hingga dewasa. Pertumbuhan ini ditandai
dengan naiknya tekana darah, pada wanita biasanya denyut nadinya lebih cepat dari pria.
Perubahan pada sistem pernafasan juga nampak jelas, kenaikan yang cukup menyolok dapat
ditemui baik pada anak perempuan maupun laki-laki, pada anak perempuan pertambahannya
makin lama makin berkurang, sistem pencernaan juga mengalami perkembangan karena semakin
bertambahnya kebutuhan makanan. Sitem syaraf berkembang lebih cepat dibandingkan dengan
sistem-sistem yang lain (Sadoso: 1992,141)
Keterampilan dasar motorik dan perkembangannya selama masa ini yang paling menonjol
adalah :
1. Keseimbangan (balance). Pada anak laki-laki memiliki keseimbangan dan keterampilan yang
lebih baik jika dibandingkan anak perempuan.
2. Ketepatan (accuracy). Anak perempuan biasanya memiliki ketepatan yang lebih baik
daripada anak laki-laki
3. Ketangkasan (agility). Pada anak perempuan memiliki ketangkasan lebih baik sampai umur
tigabelas tahun.
4. Penguasaan batas (control). Anak perempuan meiliki kemampuan kontrol lebih baik daripada
anak laki-laki pada usia ini, tetapi setelah usia empatbelas tahun anak laki-laki menampakkan
kemajuan yang lebih baik.
5. Kekuatan (strength). Anak laki-laki memang mempunyai kekuatan yang lebih besar dari
anak perempuan.
Keterampilan dasar motorik sangat penting artinya dalam pemberian program latihan olahraga, pada anak perempuan perlu sekali
penekanan pada latihan-latihan untuk : keseimbangan, ketangkasan, kontrol dan kekuatan yang nantinya berguna bagi perkembangan tubuhnya di
masa mendatang.
2.1.8 Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
Senam kesegaran jasmani usia Sekolah dasar adalah senam kesegaran jasmani yang baru dan memang dikhususkan bagi anak usia
sekolah dasar. Senam kesegaran jasmani usia Anak Sekolah Dasar ini dikeluarkan oleh Direktorat Keolahragaan Ditjen Diklusepora Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar terdiri dari tiga bagian yaitu latihan pendahuluan(warming up), latihan inti dan latihan
penutup. Keseluruhan waktu untuk melaksanakan senam ini adalah + 11 menit dengan perincian : latihan pendahuluan + 3 menit, latihan inti + 5
menit dan latihan penutup + 3 menit.
Gerakan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar melatih seluruh aspek yang ada di mulai badan bagian atas dan badan bagian
bawah, dimulai dengan gerakan-gerakan untuk meningkatkan fungsi pernapasan dan fungsi peredaran darah juga melatih otot-otot leher, bahu,
badan bagian atas dengan gerakan berputar yang mengikutsertakan perut, punggung, panggul, paha dan juga otot-otot kaki, disamping itu juga
ada gerakan untuk meningkatkan keterampilan menggunakan anggota tubuh seperti melatih keseimbangan, mempercepat kesigapan dalam
memindahkan berat badan, mengasah koordinasi dan menguatkan otot-otot.
Adapun gerakan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar secara lengkap terdapat dalam lampiran.
2.2. Hipotesis
Sutrisno Hadi (1990:63) mengatakan hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau
mungkin juga salah. Dia akan ditolak jika salah atau palsu, dan akan diterima jika fakta-fakta
membenarkannya. Penerimaan dan penolakan dengan begitu sangat tergantung kepada hasilhasil
penyelidikan terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan.
Untuk dapat dipakai sebagai pegangan dalam penelitian ini perlu dikemukakan hipotesis
yang akan dibuktikan. Maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut :
2.2.1 Ada perbandingan yang berarti antara program latihan senam kesegaran jasmani usia
sekolah dasar yang dilaksanakan dengan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam satu
minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani siswa putri kelas VI SD Gunungpati 4 dan SD
Nongkosawit.
2.2.2 Program latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar yang dilaksanakan dengan
frekuensi empat kali dalam satu minggu, lebih efektif dalam meningkatkan kesegaran
jasmani dibandingkan dengan program latihan yang dilaksanakan dengan frekuensi tiga
kali dalam satu minggu.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Penggunaan
metode penelitian pun harus tepat dan mengarah pada tujuan penelitian agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Seperti yang diungkapkan oleh Sutrisno Hadi (1990:4)
“Metode penelitian sebagaimana yang kita kenal sekarang memberikan garis-garis yang cermat
dan mengajukan syarat-syarat yang benar, maksudnya untuk menjaga agar pengetahuan yang
dicapai dari suatu penelitian dapat mempunyai harga ilmiah yang setinggi-tingginya”. (Sutrisno
Hadi, 1990:4).
Dalam bab ini akan diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan
metodologi penelitian, antara lain : 1) Metode penentuan Obyek penelitian; 2)
Variabel-variabel yang dikendalikan; 3) Metode pengumpulan data dan 4) Metode
analisis data.
3.1 Metode Penentuan Obyek Penelitian
Ada empat hal yang akan dibahas dalam penentuan obyek penelitian, yaitu :
penentuan populasi, penentuan sampel, penentuan variabel penelitian dan penyusunan
instrumen penelitian.
3.1.1 Penentuan Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki disebut
populasi. Populasi dibatasi sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit
mempunyai sifat yang sama” (Sutrisno Hadi, 1990 : 20).
Pengertian di atas mengandung maksud bahwa populasi adalah seluruh
individu yang akan dijadikan obyek penelitian dan keseluruhan dari individu itu paling
tidak harus memiliki satu sifat sama.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa putri kelas VI SD Gunungpati 4 dan SD
Nongkosawit Semarang tahun ajaran 2004/2005. Jadi mereka memiliki sifat yang sama,
mempunyai umur yang sebaya. Populasi ini berjumlah 40 siswa. Siswa terdiri dari 28 siswa SD
Gunungpati 4 dan 12 siswa dari SD Nongkosawit.
3.1.2 Sampel dan Teknik Sampling
Menurut Sutrisno Hadi (1990:70) : “Sampel adalah sebagian individu yang diselidiki”.
Syarat sampel yang mewakili yang utama adalah : sampel harus menjadi cermin populasi,
sampel mewakili populasi, sampel harus merupakan populasi dalam bentukkecil, Miniatur
Population (Sutrisno Hadi, 1990:222).
Untuk memperoleh sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Total Sampling, yaitu
siswa diberi preexperiment dengan tes kesegaran jasmani Indonesia untuk anak umur 10-12
tahun.
Tes diberikan pada seluruh populasi yang jumlahnya 40 siswa terdiri dari 28 siswa SD
Negeri Gunungpati 4 dan 12 siswa SD Negeri Nongkosawit. Siswa melakukan tes yang terdiri
dari 5 item kemudian hasilnya dijumlah sesuai dengan klasifikasi penilaian tes kesegaran jasmani
Indonesia untuk anak umur 10-12 tahun. Setelah itu siswa dipasang-pasangkan dan diperoleh 20
pasang.
3.1.3 Variabel Penelitian
”Variabel adalah gejala yang bervariasi, yang menjadi obyek penelitian”.
(Sutrisno Hadi, 1990:99).
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah program Senam Kesegaran Jasmani
Usia Sekolah Dasar yang dilakukan dengan frekuensi tiga kali dan empat kali dalam
satu minggu.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat kesegaran jasmani.
3.2 Variabel-variabel yang Dikendalikan
Meliputi beberapa faktor antara lain :
1. Keseragaman dalam pola gerak
Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda dalam pola gerak dalam senam
kesegaran jasmani usia sekolah dasar, maka digunakan buku petunjuk Senam
Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar yang dikeluarkan oleh Direktorat
Keolahragaan Ditjen Disklusepora Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang
diperbanyak oleh bidang Keolahragaan Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Jawa
Tengah, dalam rangka penyebarluasan senam tersebut.
2. Kesungguhan dalam latihan dan tes
Agar murid bersungguh-sungguh dalam melaksanakan program eksperimen
maupun pelaksanaan pengambilan data pada saat tes awal (Pre-test) dan tes akhir
(Post-test), maka guru olahraga dari sekolah tersebut dan peneliti selalu mengawasi
jalannya penelitian.
3. Waktu penelitian
Waktu penelitian untuk kedua kelompok adalah sama yaitu, sebelum jam
pelajaran dimulai baik untuk pelaksanaan program eksperimen pengambilan data awal
(Pre-test) dan tes akhir (Post-test).
4. Peralatan
Alat-alat dan fasilitas yang dipergunakan pada kedua kelompok, baik dalam pelaksanaan
program eksperimen maupun dalam pengambilan data awal (Pre-test) dan tes akhir (Post-test)
adalah sama.
5. Anak coba
Anak coba semuanya siswa putri kelas VI Sekolah Dasar Negeri Gunungpati
04 dan Sekolah Dasar Negeri Nongkosawit Semarang Tahun Ajaran 2004/2005 yang
usianya antara 10-12 tahun.
Kejadian-kejadian selama penelitian yang berada di luar kontrol peneliti,
seperti :
1. Mungkin diantara mereka yang melakukan kegiatan olahraga di luar latihan-latihan yang
dilakukan. Hal ini diatasi dengan mengadakan peringatan, pencegahan sebelum dan selama
penelitian berlangsung kepada mereka.
2. Kejadian yang terjadi pada masing-masing anak yang mungkin timbul selama berlangsung
penelitian, maka diatasi dengan jalan menanyakan kepada mereka siapa yang merasa sakit,
tidur terlalu malam dan gangguan-gangguan lain, ternyata tidak ada.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Di dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen adalah suatu metode yang
memberikan atau menggunakan gejala yang dinamakan percobaan. Dengan percobaan tersebut
akan terlihat hubungan sebab akibat dari pengaruh pelaksanaan penelitian tersebut.
Sutrisno Hadi (1990 : 472) mengungkapkan : “Salah satu tugas penting dalam research
ilmiah adalah menetapkan ada tidaknya hubungan sebab akibat antara fenonim-fenonim dan
menarik hukum tentang hubungan sebab akibat itu. Metode eksperimen merupakan salah satu
metode yang paling tepat untuk menyelidiki hubungan sebab akibat itu”.
Metode penelitian ini menggunakan pola Matched Subjects Designs dan sering dikenal
dengan pola M-S. Menurut Sutrisno Hadi (1990 : 484) : “Subject Matching sudah tentu sekaligus
juga grup matching karena subject matching adalah sedemikian rupa sehingga pemisahan
pasangan-pasangan subyek (pair of subject) masing-masing ke grup eksperimen dan ke grup
kontrol secara otomatis akan menseimbangkan kedua grup tersebut. Adapun pairing subject yang
setingkat atau seimbang dijalankan atas dasar penyelidikan-penyelidikan pendahuluan lainnya”.
Eksperimen dengan pola Matched Subjects Designs prinsipnya mempunyai tiga cara yaitu :
Nominal pairing, ordinal pairing dan kombinasi dari nominal-nominal pairing. Dan dalam
penelitian ini, pembagian menjadi kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II
diperoleh dari hasil matching nilai pre eksperimen tes dengan cara ordinal pairing. Yaitu anak
yang tingkat kemampuannya sama dipasang-pasangkan kemudian anggota tiap pasangan itu
dipisahkan ke dalam grup masing-masing. Kemudian masing-masing grup itu dipisahkan
menjadi grup eksperimen I dan grup eksperimen II. Sehingga kedua grup tersebut berangkat dari
titik tolak yang sama.
3.3.1 Prosedur Pengambilan Data
1. Perijinan
Untuk mendapatkan sampel pertama diadakan observasi lapangan yaitu
wawancara langsung dengan guru pendidikan jasmani dan Kepala Sekolah SD Negeri
Gunungpati 04 dan Nongkosawit Semarang yang akhirnya ditentukan dan diberi ijin
untuk menggunakan siswa putri kelas enam sebagai sampel.
2. Tempat dan waktu penelitian
Dalam penelitian ini tempat yang digunakan untuk kegiatan penelitian yaitu
halaman SD Negeri Gunungpati 04 Semarang untuk melaksanakan Senam Kesegaran
Jasmani Usia Sekolah Dasar. Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian mulai tanggal
13 Januari 2005 sampai 21 Pebruari 2005.
3. Test pendahuluan
Test pendahuluan dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2005. Tes yang
digunakan adalah tes kesegaran jasmaninya untuk anak usia 10-12 tahun.
Dilaksanakan mulai jam 07.00 WIB sampai selesai. Sebelum tes dilaksanakan siswa
diberi pengarahan tentang pelaksanaannya dan diberi latihan pendahuluan (warmingup)
secukupnya. Hasil dari Pre-test dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 94.
4. Pelaksanaan program latihan
Pelaksanaan program latihan dilaksanakan mulai tanggal 12 Januari 2005
sampai tanggal 21 Pebruari 2005 pada hari Senin, Rabu, Jum’at dan Sabtu,
pelaksanaan latihan dimulai pukul 06.30 – 07.00 dengan pembagian, kelompok
eksperimen II melaksanakan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar pada hari
Senin, Rabu dan Sabtu, sedangkan kelompok eksperimen I pada hari Senin, Rabu,
Jum’at dan Sabtu. Lamanya latihan adalah 6 minggu.
5. Tes Akhir
Tes akhir dilaksanakan pada tanggal 23 Pebruari 2005. Tes yang digunakan
adalah tes kesegaran jasmani untuk anak usia 10-12 tahun. Dilaksanakan mulai pukul
07.00 sampai selesai. Sebelum tes dilaksanakan siswa diberi pengarahan tentang
pelaksanaannya dan diberi latihan pendahuluan (warming-up) secukupnya.
3.3.2 Instrumen Penelitian
1. Tes Kesegaran Jasmani untuk Anak Usia 10-12 tahun
Instrumen dalam penelitian ini adalah tes kesegaran jasmani untuk anak usia
10-12 tahun, tes ini merupakan satu rangkaian tes dimana semua butir tes harus
dilaksanakan dalam satu satuan waktu.
Urutan pelaksanaannya adalah :
a. Lari 40 meter
1) Tujuannya adalah untuk mengukur kecepatan
2) Alat dan fasilitas : a) lintasan lurus, datar, rata, tidak licin, berjarak 40 meter dan masih
mempunyai lintasan lanjutan; b) bendera start; c) peluit; d) tiang pancang; e) stopwatch;
f) serbuk kapur; g) formulir dan h) alat tulis.
3) Petugas tes
a) Juru keberangkatan
b) Pengukur waktu
4) Pelaksanaan
a) Sikap permulaan, peserta berdiri di belakang garis start.
b) Gerakan
– Pada aba-aba “Siap” peserta mengambil sikap start berdiri siap untuk lari.
– Pada aba-aba “Ya” peserta lari secepat mungkin menuju garis finish, menempuh
jarak 40 meter.
c) Lari masih diulang apabila :
– Pelari mencuri start
– Pelari tidak melewati garis finish
– Pelari terganggu pelari lain
d) Pengukuran waktu dilakukan dari saat bendera diangkat sampai pelari tepat melintas
garis finish.
5) Pencatatan hasil
a) Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 40
meter dalam satuan detik.
b) Pengambilan waktu satu angka di belakang koma (Stopwatch manual) dan dua angka
di belakang koma (Stopwatch digital)
b. Gantung siku tekuk
1) Tujuannya adalah untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot lengan dan otot bahu.
2) Alat dan fasilitas :
i.Palang tunggal
ii.Stopwatch
iii.Formulir tes dan alat tulis
iv.Nomor dada
v.Serbuk kapur.
3) Petugas tes, pengukur sekaligus pencatat hasil
4) Pelaksanaan
Palang tunggal dipasang dengan ketinggian sedikit di atas kepala peserta.
a) Sikap permulaan
Peserta berdiri di belakang palang tunggal, kedua tangan berpegangan pada palang
tunggal selebar bahu. Pegangan tangan menghadap ke arah letak kepala.
b. Gerakan
Dengan bantuan tolakan kaku, peserta melompat ke atas sampai mencapai sikap
bergantung siku tekuk, dagu berada di atas palang tunggal, sikap tersebut
dipertahankan selama mungkin
5) Pencatatan hasil
Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh peserta untuk mempertahankan sikap
tersebut di atas, dalam satuan waktu detik.
c. Baring duduk, 30 detik
1) Tujuannya adalah untuk mengukur kekuatan dan ketahanan otot perut.
2) Alat dan fasilitas :
a) Lantai/lapangan rumput yang rata dan bersih
b) Stopwatch
c) Formulir tes dan alat tulis
d) Dan lain-lain
3) Petugas tes
a) Pengamat waktu
b) Penghitung gerakan merangkap pencatat hasil
4) Pelaksanaan
a) Sikap permulaan
– Berbaring terlentang dilantai atau rumput, kedua lutut ditekuk dengan sudut ± 900,
kedua tangan jari-jarinya bersilang selip diletakkan kepala.
– Petugas atau peserta lain memegang atau menekan kedua pergelangan kaki, agar
kaki tidak terangkat.
b) Gerakan
– Pada aba-aba “Ya” peserta bergerak mengambil sikap duduk, sampai kedua
sikunya menyentuh kedua paha, kemudian kembali ke sikap semula.
– Gerakan ini dilakukan berulang-ulang dengan cepat tanpa istirahat (selama 30
detik).
Catatan :
a) Gerakan tidak dihitung jika tangan terlepas, sehingga jari-jarinya tidak terjalin lagi.
b) Kedua siku tidak sampai menyentuh paha.
c) Mempertahankan sikunya untuk membentuk kekuatan tubuh.
5) Pencatatan hasil
a) Hasil yang dihitung dan dicatat adalah jumlah gerakan baring duduk yang dapat
dilakukan dengan sempurna selama 30 detik.
b) Peserta yang tidak mampu melakukan tes baring duduk ini, hasilnya ditulis dengan
angka nol (0).
d. Loncat tegak
1) Tujuannya adalah untuk mengukur tenaga eksplosif.
2) Alat dan fasilitas :
a) Papan berskala sentimeter, warna gelap, berukuran 30 x 150 cm dipasang pada
dinding atau tiang. Jarak antara lantai dengan angka nol (0) pada skala yaitu 100 cm.
b) Serbuk kapur
c) Alat penghapus
d) Nomor dada
e) Formulir tes dan alat tulis
3) Petugas tes
a) Pengamat dan pencatat hasil
b) Pelaksanaan
– Terlebih dahulu ujung tangan peserta diolesi dengan serbuk kapur.
– Peserta duduk tegak dekat dinding, kaki rapat, papan skala berada disamping kiri
atau kananya. Kemudian tangan yang dekat dinding diangkat lurus keatas, telapak
tangan ditempelkan pada papan berskala, sehingga meninggalkan raihan jarinya.
– Peserta mengambil awalan dengan sikap menekukan lutut dan kedua tangan diayun
ke belakang.
– Kemudian peserta meloncat setinggi sambil menepuk papan dengan tangan yang
terdekat sehingga menimbulkan bekas.
– Ulangi loncatan itu sampai tiga (3) kali berturut-turut.
c) Pencatatan hasil
– Selisih raihan loncatan dikurangi raihan tegak.
– Ketiga selisih raihan dicatat
e. Lari 600 meter
1) Tujuannya adalah mengukur daya tahan jantung, peredaran darah dan pernafasan.
2) Alat dan fasilitas :
i.Lintasan lari berjarak 600 meter
ii.Stopwatch
iii.Bendera start
iv.Peluit
v.Tiang pancang
vi.Nomor dada
vii.Formulir tes dan
viii.Alat tulis.
3) Petugas tes
a) Juru keberangkatan
b) Pengukur waktu
c) Pencatat hasil
d) Pembantu umum
4) Pelaksanaan
a) Sikap permulaan, peserta berdiri di belakang garis start.
b) Gerakan
– Pada aba-aba “Siap” peserta mengambil sikap start berdiri siap untuk lari.
– Pada aba-aba “Ya” peserta lari menuju garis finis. Menempuh jarak 600 meter.
Catatan :
i.Lari diulang bilamana ada pelari yang mencuri garis start.
ii.Lari diulang bilamana pelari tidak melewati gris finish.
5) Pencatatan hasil
a) Pengambilan waktu dilakukan pada saat bendera diangkat sampai tepat melintasi
garis finish.
b) Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh pelari untuk menempuh jarak 600
meter. Waktu dicatat dalam satuan menit dan detik.
Untuk dapat melaksanakan tes kesegaran jasmani anak usia 10-12 tahun ini ada
beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Bagi peserta
1) Tes ini memerlukan banyak tenaga, oleh karena itu peserta harus dalam keadaan sehat
dan siap untuk melaksanakan tes.
2) Diharapkan sudah makan, sedikitnya 2 (dua) jam sebelum melakukan tes.
3) Disarankan memakai pakaian olahraga dan bersepatu olahraga.
4) Hendaknya mengerti dan memahami cara pelaksanaan tes.
5) Diharapkan melakukan pemanasan (warming-up) lebih dahulu sebelum melakukan tes.
6) Jika tidak dapat melaksanakan satu jenis tes atau lebih dinyatakan gagal / tidak
mendapatkan nilai.
b. Bagi petugas
1) Harap memberikan pemanasan lebih dahulu
2) Memberikan kesempatan kepada peserta untuk mencoba gerakan-gerakan
3) Harap memperhatikan perpindahan pelaksanaan butir tes satu ke butir tes berikutnya
secepat mungkin.
4) Harap memberikan nomor dada yang jelas dan mudah diingat oleh petugas.
5) Bagi peserta yang tidak dapat melakukan satu butir tes atau lebih tidak diberi nilai.
6) Untuk mencatat hasil tes dapat mempergunakan formulir tes perorangan atau gabungan.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengungkap data dari
variabel yang diteliti secara cermat (Suharsimi Arikunto, 1998:136).
Sedangkan Dumadi (1990:32) mengemukakan suatu instrumen dikatakan
memiliki validitas logis bila instrumen itu disusun dengan usaha yang cermat melalui
usaha-usaha dan isi yang benar sehingga menurut logika akan dicapai tingkat validitas
yang dikehendaki.
2. Treatment
Treatment kelompok eksperimen adalah latihan Senam Kesegaran Jasmani
Usia Sekolah Dasar dengan frekuensi empat kali dalam satu minggu, sedangkan
kelompok kontrol adalah latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
dengan frekuensi tiga kali dalam satu minggu.
a. Pemanasan
Dalam pemanasan berisikan gerakan-gerakan : sikap awal, berdoa dan salam,
latihan I-V dan peregangan. Waktu yang diperlukan untuk melakukan gerakan
pemanasan ± 3 menit. Sedangkan tujuan dari gerakan pemanasan ini adalah untuk
menyiapkan tubuh dalam melaksanakan gerakan senam, pemanasan dimulai dengan
gerakan-gerakan untuk meningkatkan fungsi pernafasan dan peredaran darah agar
suhu tubuh meningkat, juga untuk mempersiapkan otot-otot leher, bahu, badan bagian
atas dengan gerakan berputar yang mengikutsertakan perut, punggung, panggul, paha
dan diakhiri dengan peregangan otot-otot kaki.
b. Latihan inti
Dalam latihan ini ini ada 5 gerakan yang dilatih dan tujuannya adalah untuk
meningkatkan keterampilan menggunakan anggota tubuh terdiri dari melatih
keseimbangan, mempercepat kesigapan dalam memindahkan berat badan, mengasah
koordinasi anak dan menguatkan otot-otot yang dirangkum dengan gerak dasar
olahraga prestasi.
Kemudian dilanjutkan dengan gerakan latihan 1-3 yang bertujuan untuk
melatih irama (ritme) sekaligus menurunkan aktivitas yang sudah berlalu.
Latihan inti ini lamanya ± 5 (lima) menit.
c. Pendinginan
Bertujuan untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah beraktivitas ke kondisi
normal. Lama waktu untuk pendinginan ± 3 menit.
3.4 Metode Analisis Data
Analisis data atau pengolahan data merupakan suatu langkah yang penting dalam
penelitian. Data yang terkumpul tidak akan berarti apabila tidak diolah. Suatu kesimpulan bisa
diambil dari hasil pengolahan data tersebut. Dalam suatu penelitian seorang peneliti dapat
menggunakan dua jenis analisa, yaitu analisa statistik dan analisa non statistik (Sutrisno Hadi,
1990:221).
Karena dalam penelitian ini data yang disajikan berupa angka, sesuai dengan pengertian
statistik itu sendiri baik secara sempit maupun luas. Maka metode yang dipakai adalah metode
analisis statistik yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan
menganalisa hasil penelitian.
Sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu ingin mengetahui, pengaruh frekuensi latihan yang
ditimbulkan oleh aktivitas program latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar yang
dilakukan tiga kali dengan empat kali dalam satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
Maka digunakan metode analisis statistik terhadap hasil eksperimen dengan pola M-S (Matched
Subjects Designs) ordinal pairing dimana : “Subjects Matching selalu menggunakan t-tes pada
correlated samples”, (Sutrisno Hadi, 1990 : 486).
Untuk memasukkan ke dalam rumus terlebih dahulu membuat tabel persiapan sebagai
berikut :
Tabel 1
Persiapan Perhitungan Statistik dengan Pola M-S
No. Pasangan
subyek Xe2 Xe1
(Xe2-Xe1)
D
(M-MD)
d d2
1 2 3 4 5 6 7
1.
2.
s/d
20
Σ Xe2 Σ Xe1 Σ D Σ d Σ d2
Cara pengisian tabel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Catat nomor unit pada kolom 1
2. Pasangan subyek pada kolom 2
3. Nilai kelompok kontrol pada kolom 3
4. Nilai eksperimen pada kolom 4
5. Selisih nilai Xe2 dan Xe1 pada kolom 5
6. Selisih antara D dan Mean perbedaan pada kolom 6
7. Kuadrat antara deviasi perbedaan dari masing-masing pasangan pada kolom 7.
N (N -1)
d
MD
t
Σ 2
=
MD = Mean Differences
d = Deviasi individual dari MD
N = Jumlah subyek
(Sutrisno Hadi, 1990 : 455)
Keterangan :
Mean Xe2 = Rata-rata kelompok kontrol
Mean Xe1 = Rata-rata kelompok eksperimen
Σ Xe2 = Jumlah nilai kelompok kontrol
Σ Xe1 = Jumlai nilai kelompok eksperimen
N = Jumlah subyek / pasangan
Kemungkinan-kemungkinan hasil penelitian :
1) Apabila nilai t yang diperoleh dari perhitungan statistik itu sama atau lebih besar dari t tabel,
maka hipotesis nihil ditolak.
2) Apabila nilai t yang diperoleh dari perhitungan statistik itu lebih kecil dari t tabel, maka
hipotesis nihil diterima.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Sesudah diadakan tes akhir dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
maka didapatkan hasil dari tiap-tiap subyek dari kedua kelompok dan kemudian data
dari tes akhir dimasukkan ke dalam tabel perhitungan statistik.
4.1.1 Deskripsi Data
Perhitungan Pola Statistik dengan Perhitungan M-S
Terhadap Hasil Tes Akhir
No. Pasangan
subyek
ΣXe2 ΣXe1 ΣD Σd Σd2
1
2
3
4
Σ Xe2 = 284 Σ Xe1 = 302 ΣD = -18 Σ d = 0 Σ d2 = 57,80
4.1.2 Analisis Data
Dari perhitungan statistik dapat diketahui :
Σ Xe2 = 284 Σ d = 0
Σ Xe1 = 302 Σ d2 = 57,8
Σ D = -18
Mean Deviasi MD = 0,9
20
18
N
D = −

=
Σ
Maka nilai t hitung adalah :
N (N -1)
d
MD
t
Σ 2
=
2,308
0,39
0,9
20 (20 -1)
57,8
t = 0,9 = =
Dari perhitungan statistik di atas diperoleh nilai t hitung sebesar = 2,308,
sedangkan dengan taraf signifikansi 5% dan Db = 19, maka nilai t tabel sebesar =
2,093. Derajat kebebasan (Db) untuk t test ini adalah jumlah pasangan subyek
dikurangi satu atau 20-1 = 19. Ini berarti nilai t hitung lebih besar dari t tabel yaitu
2,308 > 2,093 yang berarti ada hasil beda signifikan.
Hasil t tes yang signifikan tersebut hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan yang
berarti antara latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan frekuensi tiga
kali dalam satu minggu dan empat kali dalam satu minggu diterima.
Perbedaan mean kelompok eksperimen I (MXe1) dan mean kelompok eksperimen II
(MXe2) adalah :
Σ Xe1 = 302 dan
N = 20
Jadi :
MXe1 = 15,1
20
302
n
Xe = =
Σ Xe2 = 284
N = 20
Jadi :
MXe2 = 14,2
20
284
n
Xk = =
Dengan demikian maka MXe1 > MXe2 yaitu 15,1 ? 14,2 dari hasil perhitungan di atas
bahwa mean dari hasil latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar menggunakan
frekuensi empat kali dalam satu minggu lebih besar dari mean hasil latihan senam kesegaran
jasmani usia sekolah dasar menggunakan frekuensi tiga kali dalam satu minggu.
Maka hipotesis nihil yang mengatakan bahwa “Latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia
Sekolah Dasar menggunakan frekuensi tiga kali dalam satu minggu sama baiknya dengan latihan
Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan empat kali dalam satu minggu”
ditolak.
Sehingga hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa “Latihan Senam
Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan frekuensi empat kali dalam satu
minggu lebih baik dengan latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
menggunakan tiga kali dalam satu minggu” adalah diterima.
4.2 Pembahasan
Metabolisme tubuh empat kali latihan dibandingkan dengan tiga kali latihan lebih baik
karena proses dalam metabolisme dalam tubuh semakin baik karena fungsi kerja paru lebih besar
sedangkan latihan tiga kali lebih kecil dibandingkan empat kali latihan.
Fungsi jantung akan lebih besar pemacuannya ketika dilatih empat kali seminggu
dibanding dengan dengan tiga kali seminggu, peredaran darah dalam tubuh akan sangat
berpengaruh besar terhadap metabolisme tubuh karena kerja jantung memompa lebih banyak
atau lebih besar ketika dilatih empat kali seminggu.
Kerja otot dalam tubuh semakin besar atau banyak latihan serta dosis latihan akan
mempengaruhi kerja otot di dalam jantung, paru maupun peredaran darah dalam tubuh ini
disebabkan karena perkembangan atau semakin banyak metocondria maka stress/akibat latihan
empat kali seminggu lebih baik dibanding dengan tiga kali seminggu karena frekuensi latihan
lebih banyak akan semakin lebih baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai t hitung sebesar 2,308 lebih besar dari nilai
t tabel sebesar 2,093 berarti ada perbedaan yang berarti antara Latihan Senam Kesegaran Jasmani
Usia Sekolah Dasar menggunakan frekuensi tiga kali dalam satu minggu dan empat kali dalam
satu minggu terhadap tingkat kesegaran jasmani.
Dilihat dari mean masing-masing kelompok dapat diketahui bahwa mean kelompok siswa
yang diberi latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan menggunakan
frekuensi empat kali dalam satu minggu (MXe1) lebih besar daripada mean kelompok siswa yang
diberi latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan frekuensi tiga kali
dalam satu minggu (MXe2).
Dengan demikian maka Latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
menggunakan frekuensi empat kali dalam satu minggu lebih efektif dengan latihan Senam
Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar menggunakan tiga kali dalam satu minggu terhadap
tingkat kesegaran jasmani siswa putri, hal ini disebabkan karena ketahanan tubuh seseorang akan
turun apabila 48 jam tidak melakukan latihan, dalam latihan senam kesegaran jasmani usia
sekolah dasar yang dilaksanakan tiga kali dalam satu minggu ada waktu istirahat yang melebihi
48 jam, sedangkan latihan yang dilaksanakan empat kali dalam satu minggu waktu istirahat tidak
ada yang melebihi 48 jam.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.1.1 Dari hasil perhitungan statistik bahwa nilai t hitung 2,308 lebih besar dari nilai t tabel
2,093 dengan taraf signifikansi 5% db 19, berarti ada perbedaan yang signifikan.
5.1.2 Karena mean latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang dilaksanakan
empat kali dalam satu minggu (kelompok eksperimen I) adalah 15, lebih besar dari mean
latihan senam kesegaran jasmani usia sekolah dasar yang dilaksanakan tiga kali dalam
satu minggu (kelompok eksperimen II) sebesar 14,2 maka latihan senam kesegaran
jasmani usia sekolah dasar lebih efektif untuk meningkatkan kesegaran jasmani bagi
siswa putri kelas VI SD Negeri Gunungpati 04 dan Nongkosawit Semarang Tahun Ajaran
2004/2005.
5.2 Saran-Saran
5.2.1 Dalam penelitian ini disarankan bagi guru pendidikan jasmani di Sekolah Dasar yang
akan meningkatkan kesegaran jasmani siswanya melalui latihan Senam Kesegaran
Jasmani Usia Sekolah Dasar dapat menggunakan latihan senam ini dengan frekuensi
empat kali dalam satu minggu.
5.2.2 Sebaiknya peneliti, pelatih, pembina menggunakan latihan Senam Kesegaran Jasmani
Usia Sekolah Dasar dapat menggunakan latihan senam ini dengan frekuensi empat kali
dalam satu minggu.
DAFTAR PUSTAKA
A. Kamiso. 1998. Ilmu Kepelatihan Dasar. FPOK IKIP Semarang.
Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda. 1971. Senam Kesegaran Jasmani. Jakarta.
————-, 1972. Senam Kesegaran Jasmani Untuk Pria dan Wanita, Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Keolahragaan Ditjen Disklesepora Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995.
Senam Kesegaran Jasmani Usia SD. Jakarta.
Dumadi. 1990. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan. Semarang : IKIP Semarang.
Dangsina, Moeloek. 1984. Kesehatan Olahraga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
Depdikbud. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
GBHN, 1993. Bahan Referensi Penataran P-4, Jakarta.
Jintan Hutapea, Kesegaran Jasmani (buletin). 1995. Jakarta Pusat Kesegaran Jasmani dan
Rekreasi.
M. Hartono. 1994. Pengaruh Frekuensi Senam Aerobik dan Jenis Kelamin Prapupertas
Terhadap Peningkatan Kesegaran Jasmani. (Tesis). Jakarta : Program Pasca Sarjana
IKIP Jakarta.
M. Sajoto. 1988. Peningkatan dan Pembinaan Kekuatan Kondisi Fisik dan Olahraga. Semarang
: Dahara Prize.
Nurhasan. 1986. Tes dan Pengukuran. Jakarta : Karunika Jakarta Indonesia Terbuka.
Pate, RR, Mc Clenaghan and Rotella. 1984. Scientific Foundation of Coaching. Philadelphia.
Sauders College Publishing.
Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Tes
Kesegaran Jasmani Indonesia Umur 10-12 Tahun. Jakarta.
Sadoso Sumosardjuno, 1992. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Jakarta :
Gramedia.
Sudarno. 1992. Pendidikan Kesegaran Jasmani. Jakarta.
Suharno HP. 1978. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta : Yayasan Sekolah Tinggi Olahraga.
Suharsimi Arikunto, 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek. Jakarta : Bina
Aksara.
Sutrisno Hadi. 1990. Metodologi Research I. Yogyakarta : Andi Offset.
—————-, 1990. Metodologi Research II. Yogyakarta : Andi Offset.
—————-, 1990. Metodologi Research III Yogyakarta : Andi Offset.
—————-, 1990. Statistik II. Yogyakarta : Andi Offset.
Lampiran 1
TABEL 2
DAFTAR NAMA POPULASI SISWA PUTRI KELAS VI
SDN GUNUNGPATI 04 DAN SDN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
NO NAMA SISWA KELAS NO NAMA SISWA KELAS
1 RAHAYU VI 24 NOVITA SARI VI
2 ST MARYAM VI 25 RIKA VEBRIYANTI VI
3 DWI WULANDARI VI 26 AYUK VI
4 DIYAN ERISKA VI 27 ROFIKOH VI
5 DARMASIH VI 28 VIKI MORMALA VI
6 ETIA DWI LANGGA VI 29 FAJAR MUTAHAROH VI
7 IDA MULYANI VI 30 RIKA APPRILIA VI
8 MAHARANI VI 31 RIMA UKIRANI VI
9 NOVI AGUSTINA VI 32 SONY A RINAWATI VI
10 RIKA AYU VI 33 YUNITA FAJAR S. VI
11 VEGA VEBRI VI 34 MARIA ANNISA VI
12 NURCHOLIDA VI 35 DIAN ANGGRAENI VI
13 YEKTI YULIANTI VI 36 DESY TANGJUNGSARI VI
14 AMINAH VI 37 INDAH SETYOWATI VI
15 NUKI PANCARANI VI 38 VITA KUMALASARI VI
16 LINA VI 39 TITIK ANGGRAINI VI
17 YANI VI 40 PUTRI ANGGORO VI
18 ASRI VI 41 ANNA EKOWATI VI
19 DIYAH VI 42 SUSI SUSANTI VI
20 LINTANG VI 43 TRI AGUSTIN VI
21 AMINAH VI 44 NONIK NINGRUM VI
22 NURUL VI 45 AMBARWATI VI
23 FITRIYANI VI
Lampiran 2
TABEL 3
HASIL PENELITIAN TES AWAL
TES KESEGARAN JASMANI UNTUK ANAK UMUR 10-12 TAHUN
PADA SISWA PUTRI KELAS VI SDN GUNUNGPATI 04 DAN NONGKOSAWIT TAHUN
AJARAN 2004/2005
HASIL TES
NO NAMA SISWA Loncat tegak
Lari
40 m
Gantung
siku tekuk
Baring
duduk
30” 1 2 3 4
Lari
600
m
1 RAHAYU 8,92″ 2,35″ 8 100 127 128 128 3,21″
2 ST MARYAM 8,98″ 3,55″ 5 24 96 96 96 3,67″
3 DWI WULANDARI 9,58″ 4,01″ 10 80 104 102 104 2,56″
4 DIYAN ERISKA 7,41″ 13,69″ 17 100 127 160 125 3,20″
5 DARMASIH 2,05″ 12,28″ 12 94 120 122 123 3,26″
6 ETIA DWI LANGGA 8,15″ 13,38″ 11 80 100 110 108 3,11″
7 IDA MULYANI 7,68″ 7,65″ 8 80 115 114 114 2,40″
8 MAHARANI 7,98″ 14,73″ 11 87 107 107 107 3,10″
9 NOVI AGUSTINA 8,10″ 14,73″ 12 86 116 116 115 2,50″
10 RIKA AYU 8,75″ 10,66″ 11 68 75 72 71 3,23″
11 VEGA VEBRI 7,45″ 11,35″ 10 95 125 126 128 3,38″
12 NURCHOLIDA 8,15″ 16,70″ 10 77 111 110 110 3,26″
13 YEKTI YULIANTI 7,98″ 15,64″ 11 85 114 113 114 3,07″
14 AMINAH 9,00″ 6,55″ 10 78 100 101 101 3,47″
15 NUKI PANCARANI 8,47″ 34,52″ 17 106 126 120 180 3,32″
16 LINA 8,40″ 3,45″ 15 90 110 110 127 3,44″
17 YANI 8,67″ 10,00″ 17 96 125 177 124 3,54″
18 ASRI – – – – – – – –
19 DIYAH 8,00″ 3,07″ 11 105 130 131 111 3,44″
20 LINTANG 8,25″ 08,09″ 11 73 100 101 101 2,33″
21 AMINAH 7,89″ 4,38″ 10 91 116 119 121 3,11″
22 NURUL 7,35″ 13,95″ 11 80 93 92 193 3,05″
Lanjutan lampiran 2
23 FITRIYANI 7,50″ 12,51″ 12 101 130 131 132 2,25″
24 NOVITA SARI 7,90″ 11,22″ 8 95 126 124 125 2,60″
25 RIKA VEBRIYANTI 7,90″ 10,28″ 12 78 106 105 104 3,25″
26 AYUK 8,08″ 17,68″ 6 79 104 105 106 3,50″
27 ROFIKOH 8,53″ 8,06″ 11 92 124 121 123 3,24″
28 VIKI MORMALA 8,53″ 12,65″ 10 102 129 130 130 3,50″
29 FAJAR MUTAHAROH 9,30″ 5,26″ 6 97 114 115 118 4,03″
30 RIKA APPRILIA – – – – – – – –
31 RIMA UKIRANI 7,74″ 7,49″ 12 89 120 120 120 3,28″
32 SONY A RINAWATI 8,30″ 15,54″ 10 90 115 116 117 4,14″
33 YUNITA FAJAR S. 8,90″ 11,09″ 12 97 117 118 120 4,14″
34 MARIA ANNISA – – – – – – – –
35 DIAN ANGGRAENI 8,16″ 5,85″ 6 91 112 114 116 4,03″
36 DESY TANGJUNGSARI 7,08″ 20,30″ 12 87 117 116 115 3,56″
37 INDAH SETYOWATI 7,68″ 20,15″ 11 95 123 123 122 3,20″
38 VITA KUMALASARI 7,30″ 10,11″ 10 81 112 111 112 2,55″
39 TITIK ANGGRAINI 8,90″ 5,63″ 6 85 95 103 106 3,29″
40 PUTRI ANGGORO 8,86″ 7,57″ 12 86 114 113 113 3,21″
41 ANNA EKOWATI 9,06″ 19,03″ 12 96 125 124 124 3,12″
42 SUSI SUSANTI 8,16″ 12,74″ 10 80 100 100 100 3,01″
43 TRI AGUSTIN 8,30″ 5,60″ 8 77 104 109 109 3,14″
44 NONIK NINGRUM 8,50″ 6,15″ 7 90 113 117 120 3,14″
45 AMBARWATI – – – – – – – –
Lampiran 3
TABEL 4
PENILAIAN TES KESEGARAN JASMANI UNTUK ANAK UMUR 10-12 TAHUN
PADA SISWA PUTRI KELAS VI SDN GUNUNGPATI 04 DAN
SDN NONGKOSAWIT TAHUN AJARAN 2004/2005
HASIL TES
NO NAMA SISWA
Lari
40 m
Gantung
siku
tekuk
Baring
duduk
30”
Loncat
tegak
Lari
600 m
Total Rang
king
1 RAHAYU 3 2 3 3 3 13 32
2 ST MARYAM 2 2 2 1 2 9 41
3 DWI WULANDARI 2 2 3 2 3 12 36
4 DIYAN ERISKA 3 3 3 3 3 15 15
5 DARMASIH 3 3 3 3 3 15 16
6 ETIA DWI LANGGA 3 3 3 3 3 15 17
7 IDA MULYANI 3 3 3 4 3 16 7
8 MAHARANI 3 3 3 2 3 14 23
9 NOVI AGUSTINA 3 3 3 3 4 16 8
10 RIKA AYU 2 3 3 3 3 15 18
11 VEGA VEBRI 3 3 3 3 2 14 24
12 NURCHOLIDA 3 3 3 4 3 16 9
13 YEKTI YULIANTI 3 3 3 3 3 15 10
14 AMINAH 2 2 3 2 2 11 37
15 NUKI PANCARANI 2 4 4 2 2 14 25
16 LINA 2 2 4 3 3 14 26
17 YANI 2 3 3 3 2 13 27
18 ASRI – – – – – – –
19 DIYAH 3 2 3 3 2 13 33
20 LINTANG 3 3 3 3 3 15 12
21 AMINAH 3 2 3 3 3 14 19
22 NURUL 4 3 3 3 3 16 4
Lanjutan lampiran 3
23 FITRIYANI 4 3 3 3 4 17 2
24 NOVITA SARI 3 3 3 3 4 16 5
25 RIKA VEBRIYANTI 3 3 3 3 3 15 13
26 AYUK 3 3 2 3 2 13 28
27 ROFIKOH 3 3 3 3 3 15 14
28 VIKI MORMALA 2 3 3 3 2 13 29
29 FAJAR MUTAHAROH 2 2 2 2 2 10 40
30 RIKA APPRILIA – – – – – – –
31 RIMA UKIRANI 3 3 3 2 3 14 20
32 SONY A RINAWATI 3 3 3 2 2 13 34
33 YUNITA FAJAR
SETIAWATI 2 3 3 2 2 12 35
34 MARIA ANNISA – – – – – – –
35 DIAN ANGGRAENI 3 2 2 2 2 11 38
36 DESY
TANGJUNGSARI 4 4 3 3 2 16 2
37 INDAH SETYOWATI 3 4 3 3 3 16 3
38 VITA KUMALASARI 4 3 3 3 3 16 6
39 TITIK ANGGRAINI 2 2 2 2 2 10 39
40 PUTRI ANGGORO 3 3 3 3 3 15 11
41 ANNA EKOWATI 2 3 3 3 3 14 21
43 TRI AGUSTIN 3 2 3 3 3 14 22
44 NONIK NINGRUM 2 2 3 3 3 13 31
45 AMBARWATI – – – – – – –
Lampiran 4
TABEL 5
HASIL PENELITIAN TES AWAL TES KESEGARAN JASMANI UNTUK ANAK
UMUR 10-12 TAHUN PADA SISWA PUTRI KELAS VI
SDN GUNUNGPATI 04 DAN SDN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
HASIL TES
NO NAMA SISWA Loncat tegak
Lari
40 m
Gantung
siku tekuk
Baring
duduk
30” 1 2 3 4
Lari
600 m
1 RAHAYU 8,92″ 2,35″ 8 100 127 128 128 3,21″
2 ST MARYAM 8,98″ 3,55″ 5 24 96 96 96 3,67″
3 DWI WULANDARI 9,58″ 4,01″ 10 80 104 102 104 2,56″
4 DIYAN ERISKA 7,41″ 13,69″ 17 100 127 160 125 3,20″
5 DARMASIH 2,05″ 12,28″ 12 94 120 122 123 3,26″
6 ETIA DWI LANGGA 8,15″ 13,38″ 11 80 100 110 108 3,11″
7 IDA MULYANI 7,68″ 7,65″ 8 80 115 114 114 2,40″
8 MAHARANI 7,98″ 14,73″ 11 87 107 107 107 3,10″
9 NOVI AGUSTINA 8,10″ 14,73″ 12 86 116 116 115 2,50″
10 RIKA AYU 8,75″ 10,66″ 11 68 75 72 71 3,23″
11 VEGA VEBRI 7,45″ 11,35″ 10 95 125 126 128 3,38″
12 NURCHOLIDA 8,15″ 16,70″ 10 77 111 110 110 3,26″
13 YEKTI YULIANTI 7,98″ 15,64″ 11 85 114 113 114 3,07″
14 AMINAH 9,00″ 6,55″ 10 78 100 101 101 3,47″
15 NUKI PANCARANI 8,47″ 34,52″ 17 106 126 120 180 3,32″
16 LINA 8,40″ 3,45″ 15 90 110 110 127 3,44″
17 YANI 8,67″ 10,00″ 17 96 125 177 124 3,54″
18 ASRI – – – – – – – –
19 DIYAH 8,00″ 3,07″ 11 105 130 131 111 3,44″
20 LINTANG 8,25″ 08,09″ 11 73 100 101 101 2,33″
21 AMINAH 7,89″ 4,38″ 10 91 116 119 121 3,11″
Lanjutan lampiran 4
22 NURUL 7,35″ 13,95″ 11 80 93 92 193 3,05″
23 FITRIYANI 7,50″ 12,51″ 12 101 130 131 132 2,25″
24 NOVITA SARI 7,90″ 11,22″ 8 95 126 124 125 2,60″
25 RIKA VEBRIYANTI 7,90″ 10,28″ 12 78 106 105 104 3,25″
26 AYUK 8,08″ 17,68″ 6 79 104 105 106 3,50″
27 ROFIKOH 8,53″ 8,06″ 11 92 124 121 123 3,24″
28 VIKI MORMALA 8,53″ 12,65″ 10 102 129 130 130 3,50″
29 FAJAR MUTAHAROH 9,30″ 5,26″ 6 97 114 115 118 4,03″
30 RIKA APPRILIA – – – – – – – –
31 RIMA UKIRANI 7,74″ 7,49″ 12 89 120 120 120 3,28″
32 SONY A RINAWATI 8,30″ 15,54″ 10 90 115 116 117 4,14″
33 YUNITA FAJAR S. 8,90″ 11,09″ 12 97 117 118 120 4,14″
34 MARIA ANNISA – – – – – – – –
35 DIAN ANGGRAENI 8,16″ 5,85″ 6 91 112 114 116 4,03″
36 DESY T. 7,08″ 20,30″ 12 87 117 116 115 3,56″
37 INDAH SETYOWATI 7,68″ 20,15″ 11 95 123 123 122 3,20″
38 VITA KUMALASARI 7,30″ 10,11″ 10 81 112 111 112 2,55″
39 TITIK ANGGRAINI 8,90″ 5,63″ 6 85 95 103 106 3,29″
40 PUTRI ANGGORO 8,86″ 7,57″ 12 86 114 113 113 3,21″
41 ANNA EKOWATI 9,06″ 19,03″ 12 96 125 124 124 3,12″
42 SUSI SUSANTI 8,16″ 12,74″ 10 80 100 100 100 3,01″
43 TRI AGUSTIN 8,30″ 5,60″ 8 77 104 109 109 3,14″
44 NONIK NINGRUM 8,50″ 6,15″ 7 90 113 117 120 3,14″
45 AMBARWATI – – – – – – – –
Lampiran 5
TABEL 6
PENILAIAN TES KESEGARAN JASMANI UNTUK ANAK
UMUR 10-12 TAHUN PADA SISWA PUTRI KELAS VI
SDN GUNUNGPATI 04 DAN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
HASIL TES
NO NAMA SISWA
Lari 40
m
Gantung
siku
tekuk
Baring
duduk
30”
Loncat
tegak
Lari
600 m
Total
1 RAHAYU 2 2 3 3 3 13
2 ST MARYAM 2 4 3 2 4 15
3 DWI WULANDARI 2 3 3 2 2 12
4 DIYAN ERISKA 2 4 3 2 2 13
5 DARMASIH 3 4 3 3 2 15
6 ETIA DWI LANGGA 3 3 3 3 3 15
7 IDA MULYANI 2 3 3 2 3 13
8 MAHARANI 2 4 3 4 3 16
9 NOVI AGUSTINA 1 5 3 3 3 15
10 RIKA AYU 3 4 3 2 3 15
11 VEGA VEBRI 3 4 4 3 3 17
12 NURCHOLIDA 3 4 3 3 2 16
13 YEKTI YULIANTI 2 5 3 2 2 14
14 AMINAH 2 4 3 2 3 13
15 NUKI PANCARANI 2 3 3 3 3 14
16 LINA 3 2 3 3 3 14
17 YANI 3 4 4 3 3 17
18 ASRI 3 4 4 4 3 18
19 DIYAH 3 2 3 3 3 14
20 LINTANG 3 4 4 3 4 18
21 AMINAH 4 3 4 2 4 17
Lanjutan lampiran 5
22 NURUL 3 3 4 2 3 15
23 FITRIYANI 2 3 4 3 3 15
24 NOVITA SARI 2 3 3 2 3 13
25 RIKA VEBRIYANTI 3 3 3 4 3 16
26 AYUK 3 4 3 3 3 16
27 ROFIKOH 2 3 3 2 3 13
28 VIKI MORMALA 3 4 3 3 4 17
29 FAJAR MUTAHAROH 3 3 2 2 2 12
30 RIKA APPRILIA 4 3 4 2 2 15
31 RIMA UKIRANI 2 3 3 3 2 13
32 SONY A RINAWATI 2 5 3 4 3 17
33 YUNITA FAJAR S. 2 5 3 4 4 18
34 MARIA ANNISA 3 4 3 3 3 16
35 DIAN ANGGRAENI 2 2 2 2 2 10
36 DESY TANGJUNGSARI 2 3 3 3 3 14
37 INDAH SETYOWATI 3 3 3 2 3 14
38 VITA KUMALASARI 2 3 3 3 4 15
39 TITIK ANGGRAINI 2 3 3 2 3 13
40 PUTRI ANGGORO 2 3 2 2 3 12
Lampiran 6
TES AKHIR
Lanjutan lampiran 6
Lampiran 7
TABEL 8
HASIL PENILAIAN KELOMPOK EKSPERIMEN I DAN
EKSPERIMEN II TES AKHIR TES KESEGARAN JASMANI UNTUK
ANAK UMUR 10-12 TAHUN PADA SISWA PUTRI KELAS VI
SDN GUNUNGPATI 04 DAN SDN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
KELOMPOK EKSPERIMEN I KELOMPOK EKSPERIMEN II
NO
NO. TES NILAI NO. TES NILAI
1 23 17 9 17
2 22 18 10 18
3 24 15 11 16
4 9 16 7 15
5 12 17 13 16
6 20 18 13 14
7 25 15 27 16
8 5 13 4 12
9 6 15 10 15
10 2 17 21 14
11 14 12 17 13
12 11 15 8 13
13 15 13 16 14
14 26 13 17 14
15 28 16 16 15
16 1 13 19 12
17 19 17 3 12
18 3 15 4 15
19 14 14 8 13
20 29 13 12 10
Lampiran 8
PERHITUNGAN POLA STATISTIK DENGAN PERHITUNGAN M-S
TERHADAP HASIL TES AKHIR
No. Pasangan
subyek Xe2 Xe1
(Xe2-Xe1)
D
(M-MD)
d d2
1 9 – 23 17 17 0 0,9 0,81
2 10 – 22 18 18 0 0,9 0,81
3 11 – 24 16 15 1 1,9 3,61
4 7 – 9 15 16 -1 -0,1 0,01
5 13 – 12 6 17 1 -0,1 0,01
6 18 – 20 14 18 4 4,1 0,01
7 27 – 25 16 15 1 1,1 9,61
8 4 – 5 12 13 -1 -0,1 3,61
9 10 – 6 15 15 0 0,1 0,01
10 21 – 2 14 17 -3 -2,3 0,18
11 17 – 14 13 17 1 1,9 4,41
12 8 – 11 13 15 -2 -1,1 3,61
13 16 – 15 14 13 1 1,9 1,21
14 17 – 26 14 13 1 1,9 3,61
15 16 – 28 15 16 -1 -0,1 3,61
16 19 – 1 12 13 -1 -0,1 0,01
17 3 – 19 12 17 -5 -4,1 0,01
18 4 – 3 15 15 0 0,9 16,81
19 8 – 14 13 14 -1 -0,1 0,01
20 12 – 29 10 13 -3 -2,0 4,41
Σ Xe2 = 284 Σ Xe1 = 302 ΣD = -18 Σ d = 0 Σ d2 = 57,80
Lampiran 9
TABEL 12
PROGRAM LATIHAN SELAMA PENELITIAN
1. Kelompok Eksperimen 1 : Program latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
empat kali dalam satu minggu
2. Kelompok Eksperimen 2 : Program latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar
tiga kali dalam satu minggu
NO HARI/TGL/JAM KELOMPOK JUMLAH SET KEGIATAN
1 Senin, 11-01-2005
07.00 – selesai
PRE TES
2 S06en.3i0n , 17-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 22 SSEETT
PERTEMUAN
1
3 R06a.b3u0, 19-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 12 SSEETT
PERTEMUAN
2
4 K06a.m30is , 20-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 12 SSEETT
PERTEMUAN
3
5 S06ab.3t0u , 22-01-2005 EKSPERIMEN 1 2 SET PERTEMUAN
4
6 S06en.3i0n , 24-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 22 SSEETT
PERTEMUAN
5
7 R06a.b3u0, 26-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 12 SSEETT
PERTEMUAN
6
8 J0u6m.3’0a t, 28-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 21 SSEETT
PERTEMUAN
7
9 S06ab.3t0u , 29-01-2005 EKSPERIMEN 1 2 SET PERTEMUAN
8
10 0S6en.3i0n , 31-01-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 22 SSEETT
PERTEMUAN
9
11 0R6a.b3u0, 2-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 12 SSEETT
PERTEMUAN
10
12 0Ju6m.3’0a t, 4-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 21 SSEETT
PERTEMUAN
11
13 0S6a.b3t0u , 5-02-2005 EKSPERIMEN 1 2 SET PERTEMUAN
12
14 0S6e.n3i0n , 7-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 22 SSEETT
PERTEMUAN
13
15 0S6e.l3as0a , 8-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 21 SSEETT
PERTEMUAN
14
16 0Ju6m.3’0a t, 11-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 21 SSEETT
PERTEMUAN
15
17 0S6ab.3t0u , 12-02-2005 EKSPERIMEN 1 2 SET PERTEMUAN
16
18 0S6en.3i0n , 14-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 22 SSEETT
PERTEMUAN
17
Lanjutan lampiran 9
Rabu, 16 19 06.30 -02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 12 SSEETT
PERTEMUAN
18
20 0Ju6m.3’0a t, 18-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 21 21 SSEETT
PERTEMUAN
19
21 0S6ab.3t0u , 19-02-2005 EKSPERIMEN 1 2 SET PERTEMUAN
20
22 0R6a.b3u0, 23-02-2005 EEKKSSPPEERRIIMMEENN 12 POST TES
Keterangan :
– Jumlah total set yang diberikan selama penelitian untuk kelompok eksperimen 2 dan
eksperimen 1 adalah sama yaitu 30 set
69
Lampiran
TABEL
RANGKING HASIL PENILAIAN TES AWAL TES KESEGARAN JASMANI UNTUK
ANAK UMUR 10-12 TAHUN PADA SISWA PUTRI KELAS VI
SDN GUNUNGPATI 04 DAN SDN NONGKOSAWIT
TAHUN AJARAN 2004/2005
No. Nomor Tes Nilai Pembagian Kelompok
1 23 17 A
2 9 16 B
3 10 16 B
4 22 16 A
5 24 16 A
6 11 16 B
7 7 16 B
8 9 16 A
9 12 16 A
10 13 15 B
11 13 15 B
12 20 15 A
13 25 15 A
14 27 15 B
15 4 15 B
16 5 15 A
17 6 14 A
18 10 14 B
19 21 14 B
20 2 14 A
21 14 14 A
22 17 14 B
23 8 14 B
24 11 14 A
25 15 14 A
26 16 14 B
27 17 13 B
28 26 13 A
29 28 13 A
30 16 13 B
31 9 13 B
32 1 13 A
33 19 13 A
Lanjutan lampiran
34 3 13 B
35 4 12 B
36 3 12 A
37 14 11 A
38 8 11 B
39 12 10 B
40 29 10 A
41 2 9 A
Keterangan :
– Pembagian kelompok di atas A adalah kelompok eksperimen I, B adalah kelompok
eksperimen II.
– No. 41 tidak diikutsertakan dalam penelitian selanjutnya karena tidak ada pasangannya.

Kategori:Uncategorized



JENIS-JENIS PENELITIAN PENDIDIKAN SAINS

  1. A.     PENDAHULUAN

Ketika mendengar kata penelitian, orang sering membayangkan suatu kesibukan di laboratorium. Penilitian adalah Sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang secara tampilan sudah tua dengan baju khusus. Memang apa yang dibayangkan orang-orang seperti disebutkan itu ada betulnya, tetapi tidak seluruhnya betul. Aktivitas di laboratorium memang mengindikasikan bahwa sedang terjadi penelitian. Akan tetapi apakah penelitian harus dilakukan di laboratorium?

Penelitian tidak hanya dimonopoli oleh ilmu pengetahuan alam. Ilmu pengetahuan lain memungkinkan untuk dilakukan penelitian. Artinya penelitian tergantung pada objek apa yang akan diteliti. Jika objeknya adalah pendidikan maka penelitian pendidikan adalah penelitian tentang hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pendidikan.

Peneliti dapat memilih berjenis-jenis metode dalam melaksanakan penelitiannya. Metode yang dipilih harus berhubungan erat dengan prosedur, alat serta desain penelitian yang dipilih. Begitu juga dengan prosedur dan alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok dengan metode penelitian yang digunakan.

  1. B.     PEMBAHASAN

Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Penelitian dengan menggunakan metode ilmiah (scientific method) disebut penelitian ilmiah (scientific research). Dalam penelitian ilmiah ini, selalu ditemukan dua unsur penting, yaitu unsur observasi (pengamatan) dan unsur nalar (reasoning). Unsur pengamatan merupakan kerja dengan mana pengetahuan mengenai fakta-fakta tertentu diperoleh melalui kerja mata (pengamatan) dengan menggunakan dengan menggunakan persepsi (sense of perception). Nalar adalah suatu kekuatan dengan mana arti dari fakta-fakta, hubungan dan interelasi terhadap pengetahuan yang timbul, sebegitu jauh diterapkan sebagai pengetahuan.

Secara umum penelitian mempunyai dua fungsi utama, yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperbaiki praktik. Pemahaman tentang bagaimana penelitian berperan dalam mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki praktik pendidikan dikaitkan dengan perbedaan jenis penelitian berkenaan dengan fungsinya. Secara umum dan mendasar dapat dibedakan ke dalam tiga macam penelitian, yaitu penelitian dasar (basic research), penelitian terapan (applied research) dan penelitian evaluatif (evaluative research).

Selain berdasarkan pendekatan dan fungsinya, penelitian juga dapat dibedakan berdasarkan tujuannya. Berdasarkan tujuan, penelitian dapat dibedakan menjadi penelitian deskriptif, prediktif, improftif, dan eksplanatif.

Dalam suatu penelitian, memilih metode yang akan digunakan adalah hal yang sangat penting. Pemilihan metode atau pendekatan penelitian dapat ditentukan melalui permasalahannya. Menurut M. Nazir secara umum, metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi enam bagian, antara lain:.

  1. Metode Sejarah

Metode sejarah merupakan metode dalam penelitian yang menyelidiki secara kritis tentang keadaan-keadaan, perkembangan, dan pengalaman-pengalaman di masa lampau dengan jalan menimbang cukup teliti dan hati-hati validitas dari sumber sejarah serta interprestasinya, sehingga dapat dibuat rekontruksi masa lampau secara objektif, sistematis dan benar. Misalnya saja meneliti tentang kurikulum KBK, dicari kelemahan-kelemahannya untuk kemudian dikembangkan dalam kurikulum baru yang lebih baik.

  1. Metode Deskriptif

Metode deskriptif yaitu suatu metode dalam penelitian yang menelaah tentang status kelompok manusia, objek, kondisi, sisitem pemikiran dan peristiwa-peristiwa masa sekarang sehingga dapat dibuat suatu gambaran yang sistematif, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan. Tujuan utama digunakannya metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Metode ini terdiri dari beberapa bagian:

  • metode survei adalah meode yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dll. Melalui suvei, peneliti akan dapat menentukan, mengumpulkan data dan mendapatkan informasi yang berkaitan erat dengan permasalahan yang ditelitii secara luas.
  • metode deskriptif berkesinambuangan (continuity descriptif research) adalah metode penelitian secara deskriptif yang dilakukan terus-menerus atas suatu objek penelitian terutama dalam penelitian masalah-masalah pendidikan.
  • metode studi kasus yaitu metode penelitian tentang subjek penelitian berupa individu, kelompok, lembaga atau masyarakat, yang berkenaan dengan suatu fase, sehingga dapat memberikan gambaran secara detail tentang latar belakang, sifat dan karakter yang khas dari suatu kasus.
  • metode analisis pekerjaan dan aktivitas, metode penelitian ini digunakan untuk menyelidiki secara terperinci tentang aktivitas dan pekerjaan manusia, sehingga dapat memberikan rekomendasi untuk keperluan yang akan datang.
  • studi komparatif , metode penelitian ini digunakan untuk mencari jawaban secara mendasar tentang sebab akibat, dengan jalan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya suatu fenomena di masa sekarang.
  • metode studi waktu dan gerakan, metode ini merupakan metode yang berusaha untuk meneliti tentang efisiensi produksi dengan melakukan studi yang mendetail mengenai pemanfaatan waktu serta perilaku pekerjaan proses produksi.
  1. Metode Eksperimental

Metode penelitian ini sering digunakan dalam penelitian bidang eksakta (ilmu alam), yaitu dengan cara melakukan manipulasi terhadap subjek penelitian serta adanya kontrol. Manipulasi disini maksudnya adalah suatu tindakan untuk mnegerjakan sesuatu dengan tangan atau alat mekanis secara terampil. Namun, penggunaan metode eksperimental ini dapat pula diterpkan pula pada ilmu-ilmu sosial dengan sistematika tertentu.

  1. Metode Grounded Research

Merupakan suatu metode penelitian yang berdasarkan pada fakta dengan menggunakan analisi perbandingan, yang bertujuan untuk melakukan generalisasi empiris, menetapkan konsep-konsep, membuktikan dan mengembangkan teori. Pengumpulan dan analisis data berjalan pada waktu yang bersamaan.

  1. Metode Penelitian Tindakan (action research)

Metode penelitian ini dikembangkan antara si peneliti dengan pembuat keputusan (decision maker) tentang variabel-variabel yang bisa dimanipulasikan, sehingga diperoleh penemuan-penemuan yang signifikan secara operasional dan dapat diterapkan dalam pelaksanaan kebijakan.

  1. Penelitian Expost Facto

Penelitian expost facto merupakan penyelidikan secara empiris yang sistematik dimana peneliti tidak mempunyai kontrol langsung terhadap variabel-variabel bebas (independent variable) karena menifestasi fenomena telah terjadi atau karena fenomena sukar dimanipulasikan. Pada expost facto, kontrol langsung tidak mungkin dikerjakan, baik secara manipulasi atau randomisasi. Akibatnya, hubungan hipotetikal yang dibentuk atau dipikirkan ada pada penelitian ini tidak dapat diuji dengan confidence (Nazir, 1985).

Penelitian expost facto disebut demikian karena sesuai dengan arti expost facto, yaitu “dari apa dikerjakan setelah kenyataan”, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian. Penelitian ini juga sering disebut after the fact, retrospective study (studi penelusuran kembali). Penelitian expost facto merupakan penelitian dimana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan pengamatan variabel terikat dalam suatu penelitian(Sukardi, 2003).

Selain beberapa metode yang telah disebutkan di atas, sesuai dengan perkembangan zaman, berdasarkan tujuannya kita mengenala istilah penelitian dan pengembangan. Penelitian dan pengembangan (research and development) merupakan metode untuk mengembangkan dan menguji suatu produk. Dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan dapat digunakan untuk mengembangkan buku, modul, media pembelajaran, instrumen evaluasi, model-model kurikulum, pembelajaran, evaluasi, bimbingan, manajemen, dll.

Banyak sekali ragam penelitian yang dapat kita lakukan. Hal ini tergantung dari tujuan, pendekatan, bidang ilmu, tempat, dan sebagainya. Hal ini dapat dirangkum sebagai berikut:

  1. a.      Menurut Fungsi / Kedudukan
    1. Penelitian Akademik (Mahasiswa S1, S2, S3), ciri/penekanan :
  • Merupakan sarana edukasi
  • Mengutamakan validitas internal (cara yang harus benar)
  • Variabel penelitian terbatas
  • Kecanggihan analisis disesuaikan dengan jenjang (S1, S2, S3)
  • Bertujuan mendapatkan pengetahuan baru yang berkenaan dan ilmu, teknologi dan seni.
  • Variabel penelitian lengkap
  • Kecanggihan analisis disesuaikan kepentingan masyarakat ilmiah
  • Validitas internal (cara yang benar) dan validitas eksternal (kegunaan dan generalisasi) diutamakan
  • Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk pengembangan kelembagaan
  • Mengutamakan validitas eksternal (kegunaan)
  • Variabel penelitian lengkap (kelengkapan informasi)
  • Kecanggihan analisis disesuaikan untuk pengambilan keputusan.
    1. Penelitian Profesional (pengembangan ilmu, teknologi dan seni), ciri/ penekanan :
    1. Penelitian Institusional (perumusan kebijakan atau pengambilan keputusan), ciri/penekanan :
  1. b.      Menurut Kegunaan
    1. 1.       Penelitian Murni (Pure Research) / Penelitian Dasar

Penelitian yang kegunaannya diarahkan dalam rangka penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

  1. 2.      Penelitian Terapan (Applied Research)

Penelitian yang kegunaannya diarahkan dalam rangka memecahkan masalah-masalah kehidupan praktis.

  1. c.      Menurut Tujuan
    1. 1.       Penelitian Eksploratif

Bertujuan untuk mengungkap secara luas dan mendalam tentang sebab-sebab dan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya sesuatu.

  1. 2.      Penelitian Pengembangan

Bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan suatu prototipe baru atau yang sudah ada dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan sehingga diperoleh hasil yang lebih produktif, efektif dan efisien.

  1. 3.      Penelitian Verifikatif

Bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian yang dilakukan terdahulu/ sebelumnya.

  1. 4.      Penelitian Kebijakan

Penelitian yang dilakukan suatu institusi/lembaga dengan tujuan untuk membuat langkah-langkah antisipatif guna mengatasi permasalahan yang mungkin timbul di kemudian hari.

  1. d.      Menurut Pendekatan
    1. 1.       Penelitian Longitudinal (Bujur)

Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses dan waktu yang lama terhadap sekelompok subjek penelitian tertentu (tetap) dan diamati/diukur terus menerus mengikuti masa perkembangannya (menembak beberapa kali terhadap kasus yang sama).

  1. 2.      Penelitian Cross-Sectional (Silang)

Penelitian yang pengumpulan datanya dilakukan melalui proses kompromi (silang) terhadap beberapa kelompok subjek penelitian dan diamati/diukur satu kali untuk tiap kelompok subjek penelitian tersebut sebagai wakil perkembangan dari tiap tahapan perkembangan subjek (menembak satu kali terhadap satu kasus).

  1. e.      Menurut Tempat
    1. 1.       Penelitian Laboratorium

Eksperimen, tindakan, dll

  1. 2.      Penelitian Perpustakaan

Studi dokumentasi (analisis isi buku, penelitian historis, dll).

  1. 3.      Penelitian Kancah / Lapangan

Survei, dll.

  1. f.        Menurut Kehadiran Variabel
    1. 1.       Penelitian Deskriptif

Penelitian yang dilakukan terhadap variabel yang data-datanya sudah ada tanpa proses manipulasi (data masa lalu dan sekarang).

  1. 2.      Penelitian Eksperimen

Penelitian yang dilakukan terhadap variabel yang data-datanya belum ada sehingga perlu dilakukan proses manipulasi melalui pemberian treatment/ perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian yang kemudian diamati/diukur dampaknya (data yang akan datang).

  1. g.      Menurut Tingkat Eksplanasi
    1. 1.       Penelitian Deskriptif

Penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan suatu variabel secara mandiri, baik satu variabel atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan variabel dengan variabel lainnya.

  1. 2.      Penelitian Komparatif

Penelitian yang dilakukan untuk membandingkan suatu variabel (objek penelitian), antara subjek yang berbeda atau waktu yang berbeda.

  1. 3.      Penelitian Asosiatif

Penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel atau lebih.

Penelitian asosiatif merupakan penelitian dengan tingkatan tertinggi dibanding penelitian deskriptif dan komparatif. Dengan penelitian asosiatif dapat dibangun suatu teori yang berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala/fenomena.

  1. h.      Menurut Caranya
    1. 1.       Penelitian Operasional

Penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja pada suatu bidang tertentu terhadap proses kegiatannya yang sedang berlangsung tanpa mengubah sistem pelaksanaannya.

  1. 2.      Penelitian Tindakan

Penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja pada suatu bidang tertentu terhadap proses kegiatannya yang sedang berlangsung dengan cara memberikan tindakan/action tertentu dan diamati terus menerus dilihat plus-minusnya, kemudian diadakan pengubahan terkontrol sampai pada upaya maksimal dalam bentuk tindakan yang paling tepat.

  1. 3.      Penelitian Eksperimen (dari caranya)

Penelitian yang dilakukan secara sengaja oleh peneliti dengan cara memberikan treatment/perlakuan tertentu terhadap subjek penelitian guna membangkitkan sesuatu kejadian/keadaan yang akan diteliti bagaimana akibatnya.

Penelitian ini merupakan penelitian kausal (sebab akibat) yang pembuktiannya diperoleh melalui komparasi/perbandingan antara :

  1. Kelompok eksperimen (diberi perlakuan) dengan kelompok kontrol (tanpa perlakukan); atau ;
  2. Kondisi subjek sebelum perlakuan dengan sesudah diberi perlakuan.
  3. i.        Menurut Metodenya (Jenis-jenis Penelitian
    1. 1.       Metode Survei
    2. 2.      Metode Eksperimen
    3. 3.      Metode Expose Facto
    4. 4.      Metode Naturalistik/Alamiah
    5. 5.      Metode Tindakan
    6. 6.      Metode Evaluasi
    7. 7.      Metode Kebijakan
    8. 8.      Metode Sejarah/Historis
      1. C.     PENUTUP

Penelitian adalah sebagai proses mencari kebenaran yang didasari oleh metode ilmiah. Hal ini tercermin pada sikap peneliti yang serius dan sungguh-sunggu untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang dihadapi. Untuk mencapai sebuah jawaban kebenaran dari pertanyaan yang muncul, maka peneliti tidak dengan mudah menarik kesimpulan. Proses penelitian harus menggunakan metode yang tepat sehingga pada akhirnya menemukan jawaban yang tepat pula.

Penentuan metode penelitian adalah hal yang sangat penting karena terkait pada apa yang akan diteliti. Karakteristik objek penelitian menentukan metode apa yang tepat untuk mencari kebenaran. Objek penelitian yang dapat dijelaskan secara jelas dari sudut ontology, epistemology, dan aksiologi.

Pendidikan sains sebagai objek kajian penelitian adalah sesuatu hal yang unik dan memiliki karakteristik tersendiri sehingga membutuhkan pendekatan yang khusus pula. Pendidikan sains adalah objek kajian yang sangat kompleks sehingga harus di-breakdown ke dalam bagian yang lebih kecil.

Pada akhirnya, temukan terlebih dahulu objek kajian penelitian yang lebih spesifik kemudian tentukan metode penelitian yang tepat.

  1. D.    DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan Praktik. Cet. 13. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Mardalis. 2004. Metode Penelitian (suatu pendekatan proposal). Ed. 1, Cet. 7. Jakarta: Bumi Aksara.

Narbuko, Kholid. 2005. Metodologi Penelitian: memberikan bekal teoritis pada mahasiswa tentang metodologi penelitian serta diharapkan dapat melaksanakan penelitian serta diharapkan dapat melaksanakan penelitian dengan langkah-langkah yang benar. Cet. 7. Jakarta: Bumi Aksara.

Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Cet. 3. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Metode Penelitian Pendidikan. Cet. 3. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Cet. 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Wiriaatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tiindakan Kelas. Cet. 1. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Kategori:Uncategorized

Mei 19, 2010 1 komentar

HUBUNGAN ANTARA KECEPATAN DAN KELINCAHAN
TERHADAP KETRAMPILAN MENGGIRING BOLA DALAM
SEPAKBOLA PADA SISWA LEMBAGA PENDIDIKAN
SEPAKBOLAATLAS BINATAMA
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata I
untuk memperoleh gelar Sarjana Sain
Oleh
Nama : Tirto Ponco Nugroho
NIM : 6104000048
Jurusan : Ilmu Keolahragaan
Fakultas : Ilmu Keolahragaan
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005
ii
SARI
Skripsi ini berjudul “Hubungan Antara Kecepatan dan Kelincahan terhadap
Ketrampilan Menggiring Bola dalam Sepak Bola pada Siswa Lembaga Pendidikan
Sepakbola Atlas Binatama Semarang”.
Permasalahan yang akan diungkapkan penelitian ini adalah : 1) Apakah ada
hubungan antara kecepatan dan kelincahan terhadap ketrampilan menggiring bola
dalam sepak bola pada siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola (LPSB) Atlas Binatma
Semarang. Tujuannya untuk mengetahui hubungan antara antara kecepatan dan
kelincahan terhadap ketrampilan menggiring bola dalam sepak bola pada siswa
Lembaga Pendidikan Sepak Bola (LPSB) Atlas Binatma Semarang.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa LPSB Atlas
Binatama Semarang U-16 sebanyak 26 siswa, sampel dalam penelitian diambil secara
total sampling yaitu 26 siswa. Variabel penelitian terdiri dari 2 variabel bebas yaitu
kecepatan dan kelincahan, serta 1 variabel terikat yaitu ketrampilan menggiring bola.
Instrumen tes dalam penelitian ini yaitu tes kecepatan, tes kelincahan dan tes
menggirng bola. Metode penelitiannya adalah metode survei dengan teknik tes dan
pengukuran. Analisis data menggunakan korelasi ganda.
Hasil analisis koefisien korelasi parsial untuk kecepatan sebesar 0.622 dengan
probabilitas 0.001 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan ada
hubungan secara signifikan antara kecepatan dengan menggiring bola pada permainan
sepak bola oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang. Hal ini berarti bahwa dengan
bertambahnya kecepatan akan diiikuti pula kecapatan dalam menggiring bola. Hasil
analisis koefisien korelasi parsial untuk kelincahan sebesar 0.518 dengan probabilitas
0.008 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima, dengan demikian kelincahan
berhubungan secara signifikan dengan hasil menggiring bola pada permainan
sepakbola oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang. Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi kelincahan seseorang akan diikuti naiknya kecepatan dalam menggiring bola.
Hasil analisis korelasi ganda sebesar 0.740 yang diuji keberartiannya menggunakan
uji F diperoleh Fhitung sebesar 13.953 dengan probabilitas 0.000 < 0.05, yang berarti
hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kecepatan dan kelincahan dengan hasil menggiring bola pada permainan sepak bola
oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kecepatan
dan kelincahan terhadap ketrampilan menggiring bola pada permainan sepak bola
pada siswa LPSB Atlas Binatama Semarang. Disarankan pada pihak pelatih sepak
bola di LPSB Atlas Binatma Semarang: 1) Dalam penyusunan program latihan fisik
untuk menggiring bola dalam sepakbola, hendaknya seorang pelatih memprioritaskan
kecepatan dan kelincahan. 2) Agar melakukan penelitian yang sejenis untuk mengkaji
lebih lanjut faktor-faktor lain yang termasuk dalam penelitian ini.
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Semarang, Desember 2004
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Drs. Djanu Ismanto, M.S Drs. Prapto Nugroho, M.Kes
NIP. 131571558 NIP. 131469635
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang
Drs. Djanu Ismanto, M.S
NIP 131571558
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, pada:
Hari : Kamis
Tanggal : 24 Februari 2005
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Drs. Sutardji, M.S Drs. Taufiq Hidayah, M.Kes
NIP. 130523506 NIP 132050000
Anggota Penguji
Drs. Taufiq Hidayah, M.Kes
NIP 132050000
Drs. Djanu Ismanto, M.S
NIP. 131571558
Drs. Prapto Nugroho, M.Kes
NIP. 131469635
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“ Mengadakan perbaikan berarti melakukan pekerjaan – pekerjaan yang baik
untuk menghilangkan akibat – akibat yang jelek dari kesalahan – kesalahan
yang dilakukan “ (QS Al Baqarah,160)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan kepada :
1. Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku tercinta.
2. Adik Rofin Fadilah tersayang.
3. Rekan–rekan mahasiswa Ilmu
Keolahragaan.
4. Almamater Universitas Negeri Semarang.
vi
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat
rahmat dan anugerahNya, skripsi yang berjudul “Hubungan Kecepatan dan
Kelincahan terhadap Ketrampilan Menggiring Bola dalam Sepakbola pada Siswa
Lembaga Pendidikan Sepakbola Atlas Binatama Semarang” dapat terwujud.
Sehubungan dengan hal tersebut perkenankanlah penulis menyampaikan
ucapan terima kasih dan hormat yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Drs. Sutardji, M.S, Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang yang telah berkenan menyetujui peneliti untuk melaksanakan penelitian.
2. Bapak Drs. Djanu Ismanto, M.S, Ketua Jurusan Ilmu Keolahragaan sekaligus
Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan saran, bimbingan dan
pengarahan dalam menyusun maupun penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Prapto Nugroho, M.Kes, Dosen Pembimbing Pendamping yang telah
memberikan saran, bimbingan dan pengarahan dalam menyusun maupun
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bantuan hingga terselesainya
penelitian skripsi ini.
5. Bapak Daud, Kepala pelatih Lembaga Pendidikan Sepak Bola Atlas Binatama
Semarang yang telah memberikan ijin kepada peneliti sehingga dapat
vii
melaksanakan penelitian di Lembaga Pendidikan Sepak Bola Atlas Binatama
Semarang.
6. Rekan-rekan Mahasiswa Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang yang telah membantu pada penelitian skripsi ini.
7. Rekan-rekan Singgasana Cost yang telah membantu dan memberikan motivasi
hingga terselesainya skripsi ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara
langsung maupun tidak langsung dalam penelitian skripsi ini.
Selanjutnya peneliti mengakui bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan saran maupun kritik
yang bersifat membangun.
Akhirnya peneliti berharap semoga skrisi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat dijadikan pedoman bagi pembuatan skripsi selanjutnya.
Semarang, Maret 2005
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………………… ……. i
SARI …………………………………………………………………………………………………. …… ii
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………………………… ….. iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………………. ….. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………………………………………………………… …….v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………… ….. vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………… … viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………………. …….x
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………………………….. ….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………………….. …. xii
BAB I. PENDAHULUAN …………………………………………………………………… …….1
1.1 Alasan Pemilihan Judul ……………………………………………………….. …….1
1.2 Permasalahan …………………………………………………………………….. …….6
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………….. …….7
1.4 Penegasan Istilah ………………………………………………………………… …….7
1.5 Kegunaan hasil Penelitian ……………………………………………………. …….9
BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS ………………………………….. …..10
2.1 Landasan Teori …………………………………………………………………… …..10
2.1.1 Kecepatan ………………………………………………………………………… …..11
2.1.2 Kelincahan ………………………………………………………………………. …..14
2.1.3 Ketrampilan Menggiring Bola ……………………………………………. …..21
2.1.4 Hubungan kecepatan dengan ketrampilan menggiring bola ……. …..28
2.1.5 Hubungan kelincahan dengan ketrampilan menggiring bola…… …..29
2.2 Hipotesis…………………………………………………………………………….. …..30
BAB III. METODE PENELITIAN ………………………………………………………. …..31
3.1 Populasi……………………………………………………………………………… …..31
3.2 Sampel……………………………………………………………………………….. …..32
ix
3.3 Variabel Penelitian ……………………………………………………………… …..32
3.4 Metode Pengumpulan Data…………………………………………………… …..33
3.5 Pengambilan Data ………………………………………………………………. …..35
3.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penelitian …………………………. …..38
3.7 Analisis Data ………………………………………………………………………. …..40
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………………. …..45
4.1 Deskriptif Data Hasil Penelitian ……………………………………………. …..45
4.2 Hasil Uji Prasyarat ………………………………………………………………. …..46
4.2.1 Uji Kenormalan……………………………………………………………… …..46
4.2.2 Uji Kelinieran………………………………………………………………… …..47
4.3. Hasil Uji Hipotesis ……………………………………………………………………47
4.3.1 Persamaan Regresi ……………………………………………………………….47
4.3.2 Besarnya Hubungan Secara Parsial…………………………………………49
4.3.3 Uji Simultan ………………………………………………………………………..49
4.3.4 Koefisien Korelasi dan Determinasi Ganda……………………………..50
4.4. Pembahasan……………………………………………………………………………..50
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………….. …..53
5.1 Simpulan …………………………………………………………………………… …..53
5.2 Saran …………………………………………………………………………………. …..54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Deskriptif Data Hasil Pengukuran Kecepatan, Kelincahan dan Menggiring
Bola ………………………………………………………………………………………………….. 45
2. Hasil Uji Normalitas Data……………………………………………………………………. 46
3. Hasil uji Kelinieran …………………………………………………………………………….. 47
4. Persamaan Regresi ……………………………………………………………………………… 47
5. Uji Simultan ………………………………………………………………………………………. 49
6. Koefisien Korelasi dan Determinasi Ganda……………………………………………. 50
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman halaman
1. Perkenaan bola pada teknik menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian
dalam………………………………………………………………………………………………… 25
2. Perkenaan bola pada teknik menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian
luar …………………………………………………………………………………………………… 26
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Tabel daftar nama siswa yang dijadikan sampel…………………………………. …..57
2. Data hasil penelitian……………………………………………………………………….. …..58
3. Analisa Data………………………………………………………………………………….. ….59
4. Daftar nama petugas pengambil data ………………………………………………… …..63
5. Surat Keterangan Hasil Pengujian ……………………………………………………. …..64
6. Surat Keterangan Melaksanakan Penelitian……………………………………….. …..66
7. Usulan Penetapan Dosen Pembimbing ……………………………………………… …..67
8. Surat Keputusan Dosen Pembimbing………………………………………………… …..69
9. Surat Permohonan Ijin Penelitian……………………………………………………… …..70
10. Dokumentasi Pelaksanaan Kegiatan …………………………………………………. …..71
11. Surat Penunjukan Penguji Skripsi…………………………………………………….. …..73
12. Surat Undangan Penguji Skripsi ………………………………………………………. …..74
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Sepak bola merupakan cabang olahraga yang sudah memasyarakat, baik
sebagai hiburan, mulai dari latihan peningkatan kondisi tubuh atau sebagai prestasi
untuk membela desa, daerah dan negara. Sepak bola yang sudah memasyarakat itu
merupakan gambaran persepakbolaan di Indonesia khususnya negara maju pada
umumnya.
Permainan sepakbola adalah suatu permainan yang menuntut adanya
kerjasama yang baik dan rapi. Sepakbola merupakan permainan tim, oleh karena itu
kerja sama tim merupakan kebutuhan permainan sepakbola yang harus dipenuhi oleh
setiap kesebelasan yang menginginkan kemenangan. Kemenangan dalam permainan
sepakbola hanya akan diraih dengan melalui kerjasama dari tim tersebut.
Kemenangan tidak dapat diraih secara perseorangan dalam permainan tim, disamping
itu setiap individu atau pemain harus memiliki kondisi fisik yang bagus, teknik dasar
yang baik dan mental bertanding yang baik pula.
Tujuan olahraga bermacam-macam sesuai dengan olahraga yang dilakukan,
tetapi olahraga secara umum meliputi memelihara dan meningkatkan kesegaran
jasmani, memelihara dan meningkatkan kesehatan, meningkatkan kegemaran
manusia berolahraga sebagai rekreasi serta menjaga dan meningkatkan prestasi olah
raga setinggi-tingginya. Tujuan tersebut telah menjadi bagian yang terpenting untuk
2
dicapai secara umum, tetapi tujuan khusus yang lebih penting adalah memenangkan
pertandingan dalam permainan sepakbola. Keberhasilan akan diraih apabila latihan
yang dilakukan sesuai dan berdasarkan prinsip latihan yang terencana, terprogram
yang mempunyai tujuan tertentu.
Permainan sepakbola modern saat ini telah mengalami banyak kemajuan,
perubahan serta perkembangan yang pesat, baik dari segi kondisi fisik, teknik, taktik
permainan maupun mental pemain itu sendiri. Kemajuan dan perkembangan tersebut
dapat dilihat dalam siaran langsung pertandingan perebutan Piala Eropa, penyisihan
Pra Piala Dunia oleh tim-tim kesebelasan Eropa maupun Amerika Latin. Bagaimana
permainan cepat dan teknik yang baik yang didukung oleh kemampuan individu
menonjol serta seni gerak telah pula ditampilkan. Permainan yang cepat dan teknik
yang baik itulah yang perlu dicontoh oleh persepakbolaan Indonesia agar dapat maju
dan berkembang dengan baik.
Masalah peningkatan prestasi di bidang olahraga sebagai sasaran yang ingin
dicapai dalam pembinaan olahraga di Indonesia membutuhkan waktu yang lama
dalam proses pembinaannya. Pembinaan olahraga menuntut partisipasi dari semua
pihak demi peningkatan prestasi olahraga di Indonesia.
Manusia dapat mencapai prestasi pada berbagi usia, akan tetapi prestasi dalam
olahraga terutama dicapai oleh mereka yang masih muda usianya. Pencapaian prestasi
semua cabang olahraga khususnya sepakbola dapat ditingkatkan pula pada mereka
yang masih muda usianya.
3
Kondisi fisik pemain sepakbola menjadi sumber bahan untuk dibina oleh
pakar sepakbola selain teknik, taktik, mental dan kematangan bertanding. Kondisi
fisik yang baik dan prima serta siap untuk menghadapi lawan bertanding merupakan
unsur yang penting dalam permainan sepakbola. Seorang pemain sepakbola dalam
bertahan maupun menyerang kadang-kadang menghadapi benturan keras, ataupun
harus lari dengan kecepatan penuh ataupun berkelit menghindari lawan, berhenti
menguasai bola dengan tiba-tiba. Seorang pemain sepakbola dalam mengatasi hal
seperti itu haruslah dibina dan dilatih sejak awal.
Kondisi fisik yang baik serta penguasan teknik yang baik dapat memberikan
sumbangan yang cukup besar untuk memiliki kecakapan bermain sepakbola. Tetapi
hal itu perlu diselidiki lebih lanjut oleh pakar sepakbola di tanah air. Kondisi fisik
yang baik tanpa didukung dengan penguasaan teknik bermain, taktik yang yang baik
serta mental yang baik, maka prestasi yang akan dicapai tidak dapat berjalan
seimbang. Demikian pula sebaliknya memiliki kondisi yang jelek tetapi teknik, taktik
dan mental yang baik juga kurang mendukung untuk pencapaian prestasi.
Untuk itu perlu pembinaan yang baik pada cabang olahraga sepakbola ini
sedini mungkin untuk mencapai sasaran pada event tertentu agar prestasi puncak
dapat ditampilkan sebaik-baiknya.
Dalam proses latihan unsur-unsur kondisi fisik menempati posisi terdepan
untuk dilatih, yang berlanjut ke latihan teknik, taktik, mental dan kematangan
bertanding dalam pencapaian prestasi. Lebih lanjut Suharno HP (1985: 24),
menyatakan bahwa pembinaan fisik, teknik, taktik, mental dan kematangan
4
bertanding merupakan sasaran latihan secara keseluruhan, dimana aspek yang satu
tidak dapat ditinggalkan dalam program latihan yang berkesinambungan sepanjang
tahun.
Hocke dan Nasution (1956: 31) menyatakan manusia dapat mencapai prestasi
pada berbagai usia, akan tetapi prestasi dalam olahraga terutama dicapai oleh mereka
yang muda usianya. Hal ini menunjukan bahwa semua cabang olahraga khususnya
sepakbola dapat ditingkatkan pada usia muda untuk pencapaian prestasi tertinggi.
Latihan kondisi fisik secara teratur dan berkesinambungan dapat memberikan
sumbangan yang besar bagi peningkatan kemampuan pengembangan teknik dalam
pertandingan. Hal ini ditambahkan oleh Sardjono (1981: 1), bahwa peranan latihan
untuk mengembangkan unsur-unsur permainan sepak bola guna meningkatkan
kecakapan bermain sangat menentukan.
Unsur-unsur kondisi fisik yang perlu dilatih dan ditingkatkan sesuai dengan
cabang olahraga masing- masing sesuai dengan kebutuhannya dalam permainan
maupun pertandingan. Dalam peningkatan kondisi fisik maka perlu dilatih dengan
beberapa unsur fisik, sedangkan unsur fisik umum meliputi kekuatan, daya tahan,
kecepatan dan kelentukan. Sedangkan unsur fisik khususnya mencakup stamina, daya
ledak, reaksi, koordinasi, ketepatan dan keseimbangan.
Tiap-tiap cabang olahraga mempunyai sifat tertentu dan pesertanya harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Seseorang pemain sepak bola harus memiliki dan
menguasai teknik bermain yang baik terutama teknik dengan bola, yang diperlukan
saat menyerang dan menguasai bola . Untuk teknik yang diperlukan adalah teknik
menggiring bola (dribbling). Yang perlu dilatih dengan posisi yang cukup, disamping
5
itu untuk menghindari dan melakukan gerak tipu untuk mengecoh lawan saat
menguasai bola perlu memiliki kecepatan dan kelincahan tubuh untuk menghindari
sergapan lawan.
Kecepatan dan kelincahan dibutuhkan oleh seseorang pemain sepak bola
dalam menghadapi situasi tertentu dan kondisi pertandingan yang menuntut unsur
kecepatan dan kelincahan dalam bergerak untuk menguasai bola maupun dalam
bertahan untuk menghindari benturan yang mungkin terjadi. Kecepatan dan
kelincahan dapat dilatih secara bersama-sama, baik dengan bola maupun tanpa bola.
Bagi seorang pemain sepakbola situasi yang berbeda-beda selalu dihadapi dalam
setiap pertandingan, juga seorang pemain sepak bola menghendaki gerakan yang
indah dan cepat sering dilakukan unsur kecepatan dan kelincahan.
Teknik dalam permainan sepak bola meliputi 2 macam teknik yaitu : teknik
dengan bola dan tanpa bola. Teknik dasar bermain sepakbola yang harus dikuasai
meliputi menendang bola, menghentikan bola, mengontrol bola , gerak tipu, tackling ,
lemparan kedalam dan teknik menjaga gawang. Mengontrol bola diantaranya adalah
menjaga dan melindungi bola dengan kai untuk terus dibawa kedepan disebut juga
menggiring (dribbling).
Menggiring bola tidak hanya membawa bola menyusuri tanah dan lurus ke
depan melainkan menghadapi lawan yang jaraknya cukup dekat dan rapat. Hal ini
menuntut seorang pemain untuk memiliki kemampuan menggiring bola dengan baik.
Menggiring bola adalah membawa bola dengan kaki dengan tujuan melewati lawan.
Dribling berguna untuk melewati lawan, mencari kesempatan memberi umpan
6
kepada kawan dan untuk menahan bola tetap ada dalam penguasaan . Dribling
memerlukan ketrampilan yang baik dan dukungan dari unsur-unsur kondisi fisik
yang baik pula seperti kecepatan dan kelincahan dapat memberikan kemampuan
gerak lebih cepat. Dengan metode ulangan yang banyak maka kemampuan dribbling
yang lincah dan cepat dapat dicapai dan ditampilkan dalam pertandingan.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis ingin mengadakan penelitian yang
berjudul : Hubungan Antara Kecepatan Dan Kelincahan Terhadap Ketrampilan
Menggiring Bola Dalam Sepakbola Pada Siswa Lembaga Pendidikan Sepakbola
(LPSB) Atlas Binatama Semarang.
Adapun alasan pemilihan judul tersebut adalah :
1. Sepakbola merupakan olahraga yang sudah memasyarakat dan sangat digemari.
2. Menggiring bola merupakan salah satu teknik dasar dalam permainan sepakbola
yang harus dikuasai secara baik oleh pemain sepakbola.
3. Kecepatan dan kelincahan merupakan dua faktor penting yang berpengaruh besar
terhadp ketrampilan menggiring bola.
4. Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian tentang hubungan antara
kecepatan dan kelincahan terhadap ketrampilan meggiring bola dalam sepakbola.
1.2 Permasalahan
Sesuai dengan judul diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah : Apakah terdapat hubungan antara kecepatan dan kelincahan terhadap
7
ketrampilan menggiring bola dalam sepak bola pada siswa Lembaga Pendidikan
Sepak Bola ( LPSB ) Atlas Binatama Semarang.
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penelitian mempunyai tujuan yaitu:
Untuk mengetahui hubungan antara kecepatan dan kelincahan terhadap ketrampilan
menggiring bola dalam sepak bola pada siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola
(LPSB) Atlas Binatama Semarang
1.4 Penegasan Istilah
Sehubungan dengan judul diatas untuk menghindari agar permasalahan yang
dibicarakan tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan tidak terjadi salah
penafsiran istilah yang digunakan, peneliti mengadakan penegasan istilah yang
meliputi :
1.4.1 Korelasi
Di dalam kamus umum Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta (1982:
562), mengartikan korelasi atau hubungan sebagai keadaan berhubungan atau
dihubungkan Sedangkan menurut Winarno Surahmad (1980 : 83) korelasi adalah
hubungan antara dua variabel atau lebih dinyatakan dengan angka atau grafis. Yang
dimaksud dengan korelasi dalam penelitian ini adalah hubungan antara kecepatan dan
kelincahan terhadap ketrampilan menggiring bola dalam sepakbola.
1.4.2 Kecepatan
Kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan
kesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (M.
8
Sajoto 1995 : 9). Sedangkan menurut Dangsina Moeloek dan Arjadino Tjokro (1984 :
7), kecepatan didefinisikan sebagai laju gerak dapat berlaku untuk tubuh secara
keseluruhan atau bagian tubuh. Yang dimaksud kecepatan dalam penelitian ini adalah
kecepatan lari.
1.4.3 Kelincahan
Kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah posisi di arena
tertentu (M. Sajoto 1995 : 9). Sedang menurut Dangsina Moeloek dan Arjadino
Tjokro (1984 : 8), kelincahan adalah kemampuan mengubah cepat arah tubuh atau
bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan. Yang dimaksud kelincahan dalam
penelitian ini adalah kelincahan seseorang dalam bermain sepakbola.
1.4.4 Ketrampilan
Ketrampilan adalah kecekatan, kecakapan atau kemampuan untuk melakukan
sesuatu dengan baik dan cermat ( dengan keahlian ), (W.J.S Poerwadarminta 1982 :
1088). Yang dimaksud dengan ketrampilan dalam penelitian ini adalah kemampuan
seseorang dalam menggiring bola.
1.4.5 Menggiring bola
Menurut Csanadi Arpad (1972 : 145) menggiring bola adalah mengulirkan
bola terus menerus di tanah sambil lari Menurut Hughes Charles (1980 : 235),
menggiring bola adalah kemampuan seseorang pemain penyerang menguasai bola
untuk melewati lawan, dikatakan pula oleh Soedjono (1985 : 143) menggiring bola
adalah membawa bola dengan kaki untuk melewati lawan. Yang dimaksud
9
ketrampilan menggiring bola dalam penelitian ini adalah kecakapan atau kemampuan
siswa dalam menggiring bola.
1.4.6 Siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola
Lembaga Pendidikan Sepak Bola (LPSB) merupakan lembaga pendidikan
yang mempunyai tujuan untuk pengajaran dan latihan sepakbola. Siswa Lembaga
Pendidikan Sepak Bola adalah pemain yang mengikuti pendidikan sepakbola di
LPSB Atlas Binatama Semarang, pada umumnya berusia 16 tahun.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi para pelatih yang terkait dengan hasil penelitian ini
diharapkan pelatih dapat memberikan latihan-latihan yang dapat meningkatkan aspek
kecepatan dan kelincahan.
Manfaat bagi siswa dengan melihat kajian ini diharapkan para siswa sadar
akan pentingnya kecepatan dan kelincahan dan berusaha meningkatkan latihan yang
berkenaan dengan unsur tersebut.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
Sepakbola merupakan olahraga yang paling terkenal di dunia. Lebih dari 200
juta orang di seluruh dunia memainkan lebih dari 20 juta permainan sepakbola setiap
tahunnya. Untuk memberikan bayangan tentang popularitas sepakbola, lebih dari 2
biliun pemirsa televisi menyaksikan kesebelasan brazil mengalahkan italia pada final
world cup 1994. Bandingkan jumlah tersebut dengan 750 juta pemirsa yang
menyaksikan NFL Super Bowl 1993, 350 juta menyaksikan final tenis Wimbeldon,
dan 490 juta pemirsa menyaksikan pendaratan manusia pertama di bulan.
Alasan dari daya tarik sepakbola terletak pada kealamian permainan tersebut.
sepakbola adalah permainan yang menantang secara fisik dan mental. Pemain harus
melakukan gerakan yang terampil di bawah kondisi permainan yang waktunya
terbatas, fisik dan mental yang lelah dan sambil menghadapi lawan. Pemain harus
mampu berlari beberapa mil dalam suatu pertandingan, hampir menyamai kecepatan
sprinter dan menanggapi berbagai perubahan situasi permainan dengan cepat. Dan,
pemain harus memahami taktik permainan individu, kelompok dan beregu.
Kemampuan pemain untuk memenuhi semua tantangan ini menentukan penampilan
pemain di lapangan sepakbola. Adapun unsur –unsur kondisi fisik diantaranya adalah
kecepatan dan kelincahan.
11
2.1.1 Kecepatan
Dalam cabang olahraga kecepatan merupakan komponen fisik yang mendasar,
sehingga kecepatan merupakan faktor penentu dalam cabang olahraga seperti nomor
lari jarak pendek, tinju, anggar, dan cabang olahraga permainan. Kecepatan adalah
kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan sejenis secara berturut-turut dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya atau kemampuan untuk menempuh suatu gerak
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya (Harsono 1988 : 216).
Kecepatan adalah kemampuan bergerak yang dilakukan dalam waktu yang
singkat. Kecepatan dapat juga berarti berpindahnya badan secepat-cepatnya ketempat
lain. Bompa, Tudor O. (1983: 249) mengatakan, kecepatan adalah kemampuan
memindahkan badan atau menggerakkan suatu benda atau objek secara sangat cepat.
Menurut Treadwell (1991) yang dikutip oleh Saifudin (1999: 1-11), kecepatan bukan
hanya melibatkan seluruh kecepatan tubuh, tetapi melibatkan waktu reaksi yang
dilakukan oleh seseorang pemain terhadap suatu stimulus. Kemampuan ini membuat
jarak yang lebih pendek untuk memindahkan tubuh.
Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat,
akan tetapi dapat pula menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Dalam lari sprint kecepatan larinya ditentukan oleh gerakan
berturut-turut dari kaki yang dilakukan secara cepat, kecepatan menendang bola
ditentukan oleh singkat tidaknya tungkai dalam menempuh jarak gerak tendang.
Kecepatan anggota tubuh seperti lengan atau tungkai adalah penting pula guna
memberikan akselerasi kepada obyek-obyek eksternal seperti sepakbola, bola basket,
tenis lapangan, lempar cakram, bola voli, dan sebagainya. Kecepatan tergantung dari
12
beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu strength, waktu reaksi, dan fleksibilitas
(Harsono 1988 : 216). Untuk melakukan gerakan kecepatan adalah merupakan hasil
dari jarak per satuan waktu (m/dt), misalnya 100 km per jam atau 120 meter per detik.
Sedangkan menurut fisiologis kecepatan didefinisikan sebagai kemampuan
berdasarkan kemudahan gerak dalam suatu waktu tertentu (Jonath.U.E. Haag dan R.
Krembel, 1984 : 19). Kecepatan merupakan suatu keuntungan dalam bermain bila
dilakukan dengan benar terburu-buru atau tergesa-gesa berbeda dengan cecap.
Terburu-buru menandakan tiadanya emosi, keseimbangan fisik terkontrol. Kecepatan
mengacu pada kecepatan gerak di dalam menampilkan keahlian (bukan sekedar
berlari cepat).
Singer, Robert N. (1982: 208) mengemukakan secara garis besar kecepatan
dapat dibagi kedalam dua tipe : (1) waktu reaksi yaitu kecepatan waktu reaksi muncul
pada saat adanya stimulus hinggga mulai terjadi gerakan, dan (2) waktu gerakan
adalah waktu yang digunakan atau dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dari
permulaan hingga akhir. Dari beberapa pendapat diatas disimpulkan bahwa kecepatan
gerakan dapat dibagi menjadi tiga , yaitu : (1) waktu reaksi, (2) waktu gerakan , (3)
waktu respon yaitu merupakan kombinasi dari waktu reaksi dan waktu gerakan.
Kecepatan dalam hal ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu : (1) kecepatan
sprint, (2) kecepatan reaksi, (3) kecepatan bergerak (Jonath.U.E. Haag dan R.
Krembel 1984 :19). Kecepatan sprint adalah kemampuan seseorang untuk bergerak
ke depan dengan kuat dan kecepatan maksimal untuk mencapai hasil yang sebaikbaiknya.
Dalam hal ini lari 40 yard adalah gerakan lari yang sepenuhnya masih
13
menggunakan glikogen dalam otot belum membutuhkan stamina untuk lari 40 yard
belum mengalami kelelahan dan jarak ini digunakan untuk melakukan fast break.
Kecepatan didefinisikan sebagai kemampuan organisme atlet melakukan
gerakan-gerakan dengan waktu yang sesingkat-singkatnya untuk mencapai hasil yang
sebaik-baiknya (Suharno HP, 1978: 26). Kecepatan reaksi adalah kecepatan
seseorang antara pemberian rangsang atau stimulan dengan gerak pertama (Harsono
1988 : 217). Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan
gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkatsingkatnya
(M. Sajoto 1995 : 9).
Kecepatan seseorang ditentukan oleh berbagai faktor, secara umum yaitu : (1)
macam fibril otot yang dibawa sejak lahir (pembawaan ), fibril berwarna putih baik
untuk gerakan kecepatan , (2) Pengaturan Nervous system, (3) Kekuatan otot, (4)
Kemampuan elastisitas dan relaksasi suatu otot, (5) Kemauan dan disiplin individu
(Suharno HP, 1978 :26).
Kecepatan mengacu pada kecepatan gerakan dalam melakukan suatu
ketrampilan bukan hanya sekedar kecepatan lari. Menggerakkan kaki dengan cepat
merupakan ketrampilan fisik terpenting bagi pemain bertahan dan harus ditingkatkan
kemampuan mengubah arah pada saat teakhir merupakan hal yang terpenting lainnya.
Kecepatan merupakan salah satu dari komponen kondisi fisik. Menurut M.Sajoto
(1995 : 9), kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan
kesinambungan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Menurut Dangsina Moeloek
dan Arjadino Tjokro (1984 : 7), kecepatan didefinisikan sebagai laju gerak, dapat
berlaku untuk tubuh secara keseluruhan atau bagian tubuh.
14
Menurut Nurhasan (1994) yang dikutip oleh Saifudin (1999: 1-11), kecepatan
gerakan dan kecepatan reaksi sering dianggap sebagai ciri dari atlet berprestasi.,
yanag dapat diamati dalam cabang-cabang olahraga yang membutuhkan mobilitas
tinggi, seperti kecepatan lari seseorang pemain sepak bola mengejar atau menggiring
bola, kecepatan pemain softball berari dari satu base ke base berikutnya.
Kedua gerak tipe tersebut diatas sangat diperlukan dalam kegiatan olahraga
misalnya seorang pemain sepak bola pada saat menggiring bola lalu mengoper
kepada kawan dan sesaat kemudian dikembalikan lagi kedepannya dan bola harus
dikejar, artinya pemain tersebut sudah melakukan gerakan (movement) dengan
gerakan secara cepat, karena harus mendahului lawan yang menghadang. Dalam
permainan sepak bola, kedua tipe gerak didepan banyak digunakan mulai dari
menggiring bola, memberikan umpan, kepada kawan, saat menendang bola bahkan
saat melakukan gerakan tanpa bola pun seorang pemain harus sesering mungkin
melakukan gerakan (movement).
Bertolak dari teori yang telah dikemukakan didepan, maka dapat disimpulkan
bahwa kecepatan merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan reaksi, dengan
bergerak secepat-cepatnya ke arah sasaran yang telah ditetapkan adanya respon.
2.1.2 Kelincahan
Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan
dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan
mengubah arah secara efektif dan cepat, sambil berlari hampir dalam keadaan penuh.
Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga yang ekplosif. Besarnya tenaga ditentukan
15
oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan otot tergantung dari kekuatan
dan kontraksi serabut otot. Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat
serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls saraf. Kedua hal ini merupakan
pembawaan atau bersifat genetis, atlet tidak dapat merubahnya (Baley, James A.,
1986 :198).
M. Sajoto (1995 : 90) mendefinisikan kelincahan sebagai kemampuan untuk
mengubah arah dalam posisi di arena tertentu. Seseorang yang mampu mengubah
arah dari posisi ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi
gerak yang baik berarti kelincahannya cukup tinggi. Sedangkan menurut Dangsina
Moeloek dan Arjadino Tjokro (1984 : 8), kelincahan adalah kemampuan mengubah
secara cepat arah tubuh atau bagian tubuh tanpa gangguan pada keseimbangan.
Mengubah arah gerakan tubuh secara berulang-ulang seperti halnya lari bolakbalik
memerlukan kontraksi secara bergantian pada kelompok otot tertentu. Sebagai
contoh saat lari bolak-balik seorang atlet harus mengurangi kecepatan pada waktu
akan mengubah arah. Untuk itu otot perentang otot lutut pinggul (knee ekstensor and
hip ekstensor) mengalami kontraksi eksentris (penguluran), saat otot ini
memperlambat momentum tubuh yang bergerak ke depan. Kemudian dengan cepat
otot ini memacu tubuh ke arah posisi yang baru. Gerakan kelincahan menuntut
terjadinya pengurangan kecepatan dan pemacuan momentum secara bergantian.
Rumus momentum adalah massa dikalikan kecepatan. Massa tubuh seorang
atlet relatif konstan tetapi kecepatan dapat ditingkatkan melalui pada rogram latihan
dan pengembangan otot. Diantara atlet yang beratnya sama (massa sama), atlet yang
memiliki otot yang lebih kuat dalam kelincahan akan lebih unggul (Baley, James A.,
16
1986 : 199). Dari beberapa pendapat tersebut tentang kelincahan dapat ditarik
pengertian bahwa kelincahan adalah kemampuan seseorang untuk mengubah arah
atau posisi tubuh secara cepat dan efektif di arena tertentu tanpa kehilangan
keseimbangan. Seseorang dapat meningkatkan kelincahan dengan meningkatkan
kekuatan otot-ototnya.
Kelincahan biasanya dapat dilihat dari kemampuan bergerak dengan cepat,
mengubah arah dan posisi, menghindari benturan antara pemain dan kemampuan
berkelit dari pemain di lapangan. Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi
tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi dalam waktu yang relatif singkat
dan cepat.
Kelincahan yang dilakukan oleh atlet atau pemain sepakbola saat berlatih
maupun bertanding tergantung pula oleh kemampuan mengkoordinasikan sistem
gerak tubuh dengan respon terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Kelincahan
ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi, kemampuan untuk menguasai situasi dan
mampu mengendalikan gerakan secara tiba-tiba.
Suharno HP (1985: 33) mengatakan kelincahan adalah kemampuan dari
seseorang untuk berubah arah dan posisi secepat mungkin sesuai dengan situasi yang
dihadapi dan dikehendaki. Nossek Jossef (1982 : 93) lebih lanjut menyebutkan bahwa
kelincahan diidentitaskan dengan kemampuan mengkoordinasikan dari gerakangerakan,
kemampuan keluwesan gerak, kemampuan memanuver sistem motorik atau
deksteritas. Harsono (1988 : 172) berpendapat kelincahan merupakan kemampuan
untuk mengubah arah dan posisi tubuh dengan tepat pada waktu sedang bergerak,
tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya.
17
Dari batasan di atas menunjukkan kesamaan konseptual sehingga dapat
diambil suatu pengertian untuk menjelaskan pengertian ini. Adapun yang
dimaksudkan dengan kelincahan adalah kemampuan untuk bergerak mengubah arah
dan posisi dengan cepat dan tepat sehingga memberikan kemungkinan seseorang
untuk melakukan gerakan ke arah yang berlawanan dan mengatasi situasi yang
dihadapi lebih cepat dan lebih efisien.
Kegunaan kelincahan sangat penting terutama olahraga beregu dan
memerlukan ketangkasan, khususnya sepakbola. Suharno HP (1985 :33) mengatakan
kegunaan kelincahan adalah untuk menkoordinasikan gerakan-gerakan berganda atau
stimulan, mempermudah penguasaan teknik-teknik tinggi, gerakan-gerakan efisien,
efektif dan ekonomis serta mempermudah orientasi terhadap lawan dan lingkungan.
2.1.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelincahan
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan menurut Dangsina
Moeloek dan Arjadino Tjokro (1984 : 8-9) adalah :
1. Tipe tubuh
Seperti telah dijelaskan dalam pengertian kelincahan bahwa gerakan-gerakan
kelincahan menuntut terjadinya pengurangan dan pemacuan tubuh secara bergantian.
Dimana momentum sama dengan massa dikalikan kecepatan. Dihubungkan dengan
tipe tubuh, maka orang yang tergolong mesomorfi dan mesoektomorfi lebih tangkas
dari sektomorf dan endomorf .
2. Usia
Kelincahan anak meningkat sampai kira-kira usia 12 tahun (memasuki
pertumbuhan cepat). Selama periode tersebut (3 tahun) kelincahan tidak meningkat,
18
bahkan menurun. Setelah masa pertumbuhan berlalu, kelincahan meningkat lagi
secara mantap sampai anak mencapai maturitas dan setelah itu menurun kembali.
3. Jenis kelamin
Anak laki-laki menunjukkan kelincahan sedikit lebih baik dari pada anak
wanita sebelum mencapai usia pubertas. Setelah pubertas perbedaan tampak lebih
mencolok.
4. Berat badan
Berat badan yang berlebihan secara langsung mengurangi kelincahan.
5. Kelelahan
Kelelahan mengurangi ketangkasan terutama karena menurunnya koordinasi.
Sehubungan dengan hal itu penting untuk memelihara daya tahan kardiovaskuler dan
otot agar kelelahan tidak mudah timbul.
2.1.2.2 Latihan Kelincahan
Adapun macam-macam bentuk latihan kelincahan yaitu :
1. Lari bolak-balik (Shuttle Run).
Atlet lari bolak balik secepatnya dari titik yang satu ke titik yang lain
sebanyak kira-kira 10 kali. Setiap kali sampai pada suatu titik dia harus berusaha
untuk secepatnya membalikkan badan untuk lari menuju titik yang lain. Yang perlu
diperhatikan bahwa : a) jarak antara kedua titik jangan terlalu jauh, misalnya 10 m
atau lebih, maka ada kemungkinan bahwa setelah lari beberapa kali bolak balik dia
tidak mampu lagi untuk melanjutkan larinya., dan atau membalikkan badannya
dengan cepat disebabkan karena faktor keletihan. Dan kalau kelelahan mempengaruhi
19
kecepatan larinya, maka latihan tersebut sudah tidak sahih (valid) lagi untuk
digunakan sebagai latihan kelincahan. b). Jumlah ulangan lari bolak balik jangan
terlalu banyak sehingga menyebabkan atlet lelah. Kalau ulangan larinya terlalu
banyak maka menyebabkan seperti diatas. Faktor kelelahan akan mempengaruhi apa
yang sebetulnya ingin dilatih yaitu kelincahan ( Harsono, 1988 :172).
2. Lari zig-zag (zig-zag run).
Latihan hampir sama dengan lari bolak-balik, kecuali atlet lari melintasi
beberapa titik, misalnya 10 titik ( Harsono, 1988 :172)
3. Squart trust dan modifikasinya
Atlet berdiri tegak, jongkok, tangan di lantai , lempar kaki ke belakang
sehingga tubuh lurus dalam posisi push up, dengan kedua tangan bersandar dilantai.
Lemparan kedua kaki kedepan di antara kedua lengan, luruskan seluruh tubuh
menghadap ke atas, satu tangan lepas dari lantai dan segera balikkan badan sehingga
berada dalam posisi push up kembali, kembali berdiri tegak. Seluruh rangkaian gerak
dilakukan secepat mungkin ( Harsono, 1988 :173).
4. Lari Rintangan
Di suatu ruangan atau lapangan ditempatkan beberapa rintangan. Tugas atlet
adalah untuk secepatnya melalui rintangan tersebut. Baik dengan cara melompatinya,
memanjat atau menerobos ( Harsono, 1988 :173).
Latihan kelincahan dapat juga dilakukan dengan latihan yang bersifat
anaerobic seperti :
20
1. Dot drill
Dilantai atau dilapangan dibuat 4 titik yang membentuk persegi berjarak
masing-masing 24 inci ( kira-kira 60 cm, dan titik ditengah-tengah persegi). Atlet
bersiap dengan kedua kaki pada 2 titik, dan pada aba-aba “ya” atlet melompat-lompat
ke titik-titik yang lain secepatnya dalam waktu 30 detik atau lebih. Lompatannya
adalah maju, mundur, kesamping, berbalik dan sebagainya. Dengan demikian
kelincahan kaki terlatih.
2. Tree Corner drill
Ada 3 titik yang membentuk huruf L berjarak kira-kira 4 m. Atlet secepatnya
berlari melingkari ketiga titik dalam waktu yang telah ditentukan. Latihan ini mirip
dengan latihan boomerang run yang titiknya adalah 5 buah.
3. Down the-line drill
Di lapangan ada beberapa garis yang berjarak masing-masing kira- kiira
sampai 4-5 m. atlet lari menuju garis tersebut dan setiap tiba disuatu garis dia harus
mengubah cara larinya dengan mundur, maju atau menyamping sesuai dengan
instruksi pelatih. ( Harsono, 1988 : 173).
Dari contoh di atas kita lihat bahwa bermacam-macam latihan kelincahan
dapat diciptakan. Imajinasi pelatih adalah penting untuk menciptakan latihan-latihan
yang sesuai dengan gerakan-gerakan yang dilakukan dalam cabang olahraganya.
21
2.1.3 Ketrampilan menggiring bola
Ketrampilan menuirut Lutan, Rusli (1988: 94), adalah ketrampilan dipandang
sebagai satu perbuatan atau tugas yang merupakan indikator dari tingkat kemahiran
seseorang dalam melaksanakan suatu tugas.
Teknik dasar bermain sepakbola adalah semua cara pelaksanaan gerakangerakan
yang diperlukan untuk bermain sepakbola, terlepas sama sekali dari
permainannya. Artinya memerintah badan sendiri dan memerintah bola dengan
kakinya, dengan tungkainya, dengan kepalanya, dengan badannya, kecuali dengan
lengannya. Jadi setiap pemain harus dapat memerintah bola, bukan bola memerintah
pemain. Kualitas teknik dasar pemain lepas dari fak tor-faktor taktik dan fisik akan
menentukan tingkat permainan suatu kesebelasan sepakbola. Makin baik tingkat
ketrampilan teknik pemain dalam memainkan dan menguasai bola makin cepat dan
cermat kerjasama kolektif akan tercapai. Dengan demikian kesebelasan akan lebih
lama menguasai bola atau menguasai permainan, akan tetapi mendapatkan
keuntungan secara fisik, moril dan taktik. Oleh karena itu sering pemain pertamatama
atau permulaan harus menguasai macam-macam teknik dasar bermain yang
merupakan faktor untuk bermain. Melihat kenyataan yang sebenarnya maka
ketrampilan teknik dasar perlu dilakukan dengan latihan-latihan yang berulang-ulang
sehingga akhirnya merupakan gerakan yang otomatis. Jadi seorang pemain sepakbola
yang tidak menguasai ketrampilan teknik dasar bermain tidaklah mungkin akan
menjadi pemain yang baik dan terkemuka. Adapun teknik dasar yang sering
digunakan dalam permainan sepakbola diantaranya adalah teknik dasar menggiring
bola.
22
Menggiring bola merupakan salah satu teknik dasar yang cukup memiliki
peranan penting dalam permainan sepak bola, tidak heran jika para pengamat sepak
bola khususnya mengatakan bahwa mahirnya seorang pamain dapat dilihat pada
bagaimana seorang pemain tersebut menggiring bola. Untuk meningkatkan
ketrampilan menggiring bola, teknik harus dilatih, seperti : kekuatan, kecepatan,
kelentukan, kelincahan dan sebaginya. Kini banyak para pelatih mengabaikan atau
menganggap tidak penting hal itu.
Ada tiga unsur kondisi fisik yang cukup besar peranannya dalam menggiring
bola, yaitu kecepatan, kelentukan dan kelincahan, yang menurut Bompa, Tudor O.
(1983: 249) dikatakan sebagai komponen biomotor. Kecepatan hubungannya dengan
cepat tidaknya seorang pemain membawa bola kearah depan, sedangkan kelentukan
hubungannya dengan bagaimana keluwesan seorang pemain mengolah bola dengan
kakinya dan bagaimana keluwesan dalam melalui rintangan, serta kelincahan
hubungannya dengan kecepatan mengubah arah untuk menghindari rintangan.
Dribbling dapat diartikan sebagai suatu teknik menggiring bola. Hal itu
dikatakan oleh Csanadi Arpad (1972 : 145) bahwa menggiring bola adalah
mengulirkan bola terus menerus di tanah sambil lari. Menurut Hughes Charles (1980 :
235) menggiring bola adalah kemampuan seseorang pemain penyerang menguasai
bola untuk melewati lawan, dikatakan pula oleh Soedjono (1985 : 143) menggiring
bola adalah membawa bola dengan kaki untuk melewati lawan.
Dari batasan yang diberikan oleh para ahli di atas tidak menunjukkan adanya
perbedaan pengertian, sehingga dapat diambil suatu pengertian bahwa dribbling atau
23
menggiring bola adalah suatu kemampuan menguasai bola dengan kaki oleh pemain
sambil lari untuk melewati lawan ataui membuka daerah pertahanan lawan.
Kegunaan kemampuan menggiring bola sangat besar untuk membantu
penyerangan untuk menembus pertahanan lawan. Dribbling berguna untuk
mengontrol bola dan menguasainya sampai seorang rekan satu tim bebas dan
memberikannya dalam posisi yang lebih baik. Sedang menurut Engkos Kosasih
(1985:56) tujuan menggiring bola adalah :
1. Melewati lawan
2. Menerobos benteng pertahanan lawan
3. Mempermudah rekan kesebelasan atau diri sendiri untuk membuat serangan atau
mengukur strategi
4. Menguasai permainan
Berorientasi dari tujuan menggiring bola, maka dapat dibedakan beberapa cara
menggiring bola :
1. Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian dalam
2. Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian luar
3. Menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian atas atau punggung kaki
Dari ketiga cara menggiring bola tersebut, penulis memilih menggiring bola
menggunakan kura-kura bagian dalam dan kura-kura kaki bagian luar dalam
penelitian.
Hal ini dikarenakan untuk melakukan teknik menggiring bola berputar ke arah
kiri digunakan kura-kura kaki sebelah dalam kaki kanan, sedangkan untuk melakukan
24
teknik menggiring ke arah kanan digunakan kura-kura kaki sebelah luar kaki kanan
(Sukatamsi 1988 : 161).
Adapun cara menggiring bola menurut Sukatamsi (1988 : 159) dengan kurakura
kaki bagian dalam adalah sebagai berikut :
1. Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi kaki dalam menendang bola
dengan kura-kura kaki sebelah kanan.
2. Kaki yang digunakan untuk menggiring bola tidak diayunkan seperti taknik
menendang, akan tetapi tiap langkah secara teratur menyentuh atau mendorong
bola bergulir ke depan dan bola harus selalu dekat dengan kaki. Dengan demikian
bola mudah dikuasai dan tidak mudah direbut oleh lawan.
3. Pada saat menggiring bola lutut kedua kaki harus selalu sedikit ditekuk, dan pada
waktu kaki menyentuh bola, mata melihat bola, selanjutnya melihat situasi
lapangan.
Dengan menggunakan kura-kura kaki bagian dalam berarti posisi dari bola
selalu berada dalam penguasaan pemain. Hal ini akan menyebabkan lawan menemui
kesukaran untuk merampas bola. Selain itu pemain yang menggiring bola tersebut
dengan mudah merubah arah andaikan pemain lawan berusaha merebut bola. Jadi hal
seperti ini dapat diartikan jika pemain yang menggiring bola selalu diikuti atau bola
selalu berada diantara kedua kaki dengan lain perkataan bola selalu dapat dilindungi.
Disamping itu kalau menggiring bola menggunakan kura-kura kaki bagian dalam
pemain dapat merubah-rubah kecepatan sewaktu menggiring bola (A. Sarumpaet,
1992 : 25).
25
Gambar 1
Perkenaan bola pada teknik menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian dalam
(Sukatamsi, Teknik Dasar Bermain Sepakbola, 1988 : 159)
Sedang menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian luar menurut
Sukatamsi (1988 : 161) adalah :
1. Posisi kaki menggiring bola sama dengan posisi kaki dalam menendang bola
dengan kura-kura kaki bagian luar.
2. Setiap langkah secara teratur dengan kura-kura kaki bagian luar kaki kanan atau
kaki kiri mendorong bola bergulir ke depan, dan bola selalu dekat dengan kaki.
3. Pada saat menggiring bola lutut kedua kaki harus selalu sedikit ditekuk, dan pada
waktu kaki menyentuh bola, mata melihat bola, selanjutnya melihat situasi
lapangan.
26
Menggiring bola dengan menggunakan kura-kura kaki bagian luar memberi
kesempatan pada pemain untuk merubah-rubah arah serta dapat menghindari lawan
yang berusaha merampas bola. Merubah arah dan membelok ke kiri maupun ke kanan
berarti menghindarkan bola dari lawan karena dengan cara demikian tubuh pemain
yang sedang menggiring bola dapat menutup atau membatasi lawan dengan bola (A.
Sarumpaet, 1992 : 25).
Gambar 2
Perkenaan bola pada teknik menggiring bola dengan kura-kura kaki bagian luar
(Sukatamsi, Teknik Dasar Bermain Sepakbola, 1988 : 162)
Menggiring bola atau dribbling tidak hanya dilatih dengan satu kaki saja,
melainkan dengan kedua-duanya kiri dan kanan. Hal itu dilatihkan sepanjang latihan
dan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan penguasaan bola yang baik dan
secara bergantian akan memberikan tambahan keseimbangan antara kaki kiri dan
kanan.
27
Dalam pelaksanaan menggiring bola zig-zag melewati pancang atau lawan
dapat dilakukan dengan menggunakan kedua kaki bergantian, kaki kanan saja, atau
menggunakan kaki kiri saja. Adapun cara pelaksanaannya menurut Sukatamsi (1988 :
169) adalah sebagai berikut :
1. Menggirng bola zig-zag melewati tiang pancang dengan menggunakan kaki kanan
dan kiri bergantian, bola didorong dengan kura-kura kaki bagian dalam, waktu
melampaui di sebelah kanan tiang pancang digunakan kura-kura kaki bagian
dalam sedangkan pada waktu melampaui sebelah kiri tiang pancang digunakan
kura-kura kaki bagian dalam kaki kiri.
2. Menggiring bola zig-zag melampaui tiang pancang dengan menggunakan kaki
sebelah kanan saja yaitu dengan cara : waktu melampaui sebelah kanan tiang
pancang digunakan kura-kura kaki bagian dalam dan waktu melampaui sebelah
kiri tiang pancang digunakan kura-kura kaki sebelah luar.
3. Menggiring bola zig-zag melampaui tiang pancang dengan manggunakan kaki
sebelah kiri saja yaitu dengan cara : pada waktu melampaui di sebelah kanan tiang
pancang digunakan kura-kura kaki bagian luar dan waktu melampaui sebelah kiri
tiang pancang digunakan kaki bagian dalam.
Menurut A Sarumpaet, (1992 : 24) untuk dapat menggiring bola dengan baik
perlu diketahui prinsip-prinsip menggiring bola diantaranya adalah :
1. Bola harus dikuasai sepenuhnya berarti tidak dapat dirampas lawan.
2. Dapat menggunakan seluruh bagian kaki sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
3. Dapat mengawasi situasi pemain pada waktu menggiring bola.
28
Bola merupakan bagian yang penting dalam setiap permainan. Setiap pemain
atau tim berusaha untuk dapat menguasai bola, karena hanya dengan menguasai bola
gol dapat terjadi. Setelah bola dapat dikuasai, pemain atau tim akan berusaha supaya
bola tidak mudah hilang atau direbut oleh lawan. Oleh karena itu pemain harus
dituntut untuk memiliki penguasaan bola. Sedangkan untuk memiliki kesempatan
memasuki daerah lawan dan kesempatan memasukkan bola dibutuhkan kecepatan
dalam menggiring bola.
Dari pendapat di atas kita menarik kesimpulan bahwa dalam melakukan
dribble atau menggiring bola seorang pemain harus dapat mengubah-ubah arah dan
dapat menghindari lawan dengan cepat serta harus dapat menggunakan seluruh
bagian kakinya sesuai dengan yang ingin dicapai. Untuk dapat melakukan semua itu
sangat dibutuhkan unsur fisik berupa kelincahan.
2.1.4 Hubungan kecepatan dengan ketrampilan menggiring bola
Kecepatan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi gerak.
Kecepatan merupakan unsur keampuan gerak yang harus dimiliki seorang pemain
sepakbola sebab dengan kecepatan yang tinggi, pemain yang menggiring bola dapat
menerobos dan melemahkan daerah pertahanan lawan. Kecepatan didukung dengan
tenaga eksplosif berguna untuk fastbreak, dribble dan passing. Kecepatan bukan
hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan cepat, akan tetapi dapat pula
terbatas pada menggerakkan seluruh tubuh dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Kecepatan anggota tubuh seperti tungkai adalah penting pula guna memberikan
akselerasi obyek-obyek eksternal seperti sepakbola, bola basket, tenis, lempar
29
cakram, bola voli, dan sebagainya. Kecepatan melibatkan koordinasi otot-otot besar
pada tubuh dengan cepat dan tepat dalam suatu aktifitas tertentu. Kecepatan dapat
dilihat dari sejumlah besar kegiatan dalam olahraga meliputi kerja kaki (footwork)
yang efisien dan perubahan posisi tubuh dengan cepat. Seseorang yang mampu
bergerak dengan koordinasi seperti tersebut diatas yang cepat dan tepat berarti
memiliki kecepatan yang baik.
2.1.5 Hubungan kelincahan dengan ketrampilan menggiring bola
Kelincahan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi gerak.
Kelincahan merupakan unsur kemampuan gerak yang harus dimiliki seorang pemain
sepakbola sebab dengan kelincahan yang tinggi pemain dapat menghemat tenaga
dalam suatu permainan. Kelincahan juga diperlukan dalam membebaskan diri dari
kawalan lawan dengan menggiring bola melewati lawan dengan menyerang untuk
menciptakan suatu gol yang akan membawa pada kemenangan. Seorang pemain yang
kurang lincah dalam melakukan suatu gerakan akan sulit untuk menghindari
sentuhan-sentuhan perseorangan yang dapat mengakibatkan kesalahan perseorangan.
Kelincahan melibatkan koordinasi otot-otot besar pada tubuh dengan cepat
dan tepat dalam suatu aktifitas tertentu. Kelincahan dapat dilihat dari sejumlah besar
kegiatan dalam olahraga meliputi kerja kaki (footwork) yang efisien dan perubahan
posisi tubuh dengan cepat. Seseorang yang mampu merubah posisi yang berbeda
dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti kelincahannya cukup
baik.
Individu yang mampu merubah posisi yang satu ke posisi yang lain dengan
koordinasi dan kecepatan yang tinggi memiliki kesegaran yang baik dalam komponen
30
kelincahan. Dalam beberapa hal, kelincahan menyatu dengan tenaga daya tahan.
Kelincahan diperlukan sekali dalam melakukan gerak tipu pada saat menggiring bola.
Gerak tipu dapat kita kerjakan dengan mengendalikan ketepatan, kecepatan, dan
kecermatan.
2.2 Hipotesis
Untuk dapat dipakai sebagai pegangan dalam penelitian ini, maka perlu
menentukan suatu penafsiran sebelumnya tentang hipotesis yang akan dibuktikan
kebenarannya. Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar atau salah.
Hipotesis akan menolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika fakta-fakta
membenarkan (Sutrisno Hadi 1996 : 63). Sesuai dengan permasalahan dan landasan
teori yang ada maka hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah :
Terdapat hubungan antara kecepatan dan kelincahan terhadap ketrampilan
menggiring bola dalam sepak bola pada siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola
(LPSB) Atlas Binatama Semarang U-16 Tahun 2004.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Salah satu kegiatan yang penting dalam penelitian adalah menetapkan metode
penelitian. Banyak metode penelitian yang digunakan dalam penelitian seperti
metode observasi, metode angket, metode interview, metode tes maupun metodemetode
lainnya, sangat membutuhkan ketelitian dalam memilih metode yang
bersangkutan, sehingga akan memperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.
Baik buruknya suatu penelitian sebagian tergantung kepada teknik-teknik
pemgambilan datanya. Pengumpulan data dalam suatu penelitian ilmiah bermaksud
memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan reliabel. Untuk memperoleh yang
dimaksud itu suatu penelitian harus menggunakan teknik-teknik, alat-alat, prosedurprosedur
serta kegiatan-kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan serta dapat
diandalkan. Dalam penelitian ini, akan diuraikan beberapa hal tentang metodologi
penelitian yang digunakan yaitu :
3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksud untuk diselidiki. Populasi
dibatasi dengan jumlah penduduk atau individu paling sedikit memiliki satu sifat
yang sama ( Sutrisno Hadi, 1996 : 220). Menurut Suharsimi Arikunto (1996: 102)
populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola (LPSB) Atlas Binatama Semarang
32
U-16, tahun 2004 yang berjumlah 26 anak. Sifat populasi, maka populasi yang
diambil dalam peneitian ini juga telah memenuhi syarat sebagai berikut : (1) Populasi
adalah siswa LPSB Atlas Binatama Semarang, (2) Populasi mendapatkan materi
latihan dari pelatih yang sama, (3) Populasi telah menguasai teknik dasar bermain
sepakbola.
3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diselidiki (Sutrisno Hadi, 1996 :
221). Dari pengertian tersebut yang dimaksud sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian individu yang mempunyai sifat sama untuk diselidiki dan dapat mewakili
seluruh populasi. Sampel yang jumlahnya sebesar populasi seringkali disebut sampel
total (Winarno Surahmad 1980 : 70). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini adalah dengan menggunakan teknik total sampling. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa Lembaga Pendidikan Sepak Bola ( LPSB ) ATLAS
BINATAMA SEMARANG U-16 tahun 2004 dengan jumlah 26 siswa dari populasi
yang ada.
3.3 Variabel Penelitian
Setiap penelitian mempunyai obyek yang dijadikan sasaran dalam penelitian.
Obyek tersebut sering disebut sebagai gejala. “Gejala-gejala yang menunjukkan
variasi baik dalam jenisnya maupun tingkatannya disebut variabel”. (Sutrisno Hadi
33
1996 : 71). Variabel adalah segala yang bervariasi dan menjadi objek penelitian
(Suharsimi Arikunto, 1989 : 99). Dalam penelitian ini variabelnya terdiri dari:
1. Variabel bebas
a. Hasil tes kecepatan ( X1)
b. Hasil tes kelincahan ( X2)
2. Variabel terikat yaitu hasil tes ketrampilan menggiring bola ( Y).
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu faktor penting dalam penelitian
karena hubungan dengan data yang diperoleh dalam penelitian . Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan
teknik tes .Sumardjono (1986 : 5) mengatakan bahwa survei adalah suatu koleksi,
analisa, interprestasi, dan laporan yang disusun secara sistematis dan teratur tentang
fakta-fakta penting yang berhubungan dengan aspek- aspek tertentu.
Menurut Winarno Suharmad ( 1980 : 141), survei pada umumnya merupakan
cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu
bersamaan.
Dari kedua pendapat tersebut diatas, dapat disimpulkan survei adalah suatu
cara pengumpulan data untuk dianalisis, ditafsirkan dan meluruskan keadaan daripada
sekelompok tertentu dalam waktu bersamaan Sedangkan tes adalah percobaan,
pengujian sesuatu untuk mengetahui mutunya, nilainya, kekuatannya, susunannya dan
sebaginya (WJS. Poerwodarminto, 1982 :1058). Alat yang digunakan untuk
34
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lari 40 yard untuk tes kecepatan. Lari
bolak-balik untuk kelincahan dan menggiring bola untuk tes ketrampilan menggiring
bola.
3.4.1 Tahap Persiapan Penelitian
Sebelum data diperoleh, terlebih dahulu mempersiapkan faktor-faktor yang
menunjang untuk memperoleh data. Sebelum mendapatkan sampel penulis
mengadakan observasi dan minta informasi dari pelatih mengenai jumlah siswa dan
fasilitas olahraga yang ada. Setelah mendapatkan informasi dan melakukan observasi
kemudian menulis konsultasi dengan Dosen Pembimbing dan minta surat pengantar
untuk ijin penelitian yang ditujukan kepada Kepala LPSB Atlas Binatama Semarang
dan diijinkan untuk mengadakan penelitian.
3.4.2 Tempat Penelitian
Tempat tes dan penelitian ini adalah di lapangan sepakbola LPSB Atlas
Binatama Semarang yang berada di Jalan Ngemplak Simongan Semarang.
3.4.3 Obyek Penelitian
Sebagai obyek penelitian adalah siswa LPSB Atlas Binatama Semarang U-16
tahun 2004.
3.4.4 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Hari Minggu, tanggal 12 Desember 2004, pukul
07.00-10.00 WIB.
3.4.5 Persiapan Alat-alat dan Perlengkapan
Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian adalah :
35
1. stopwatch
2. meteran
3. bola tendang
4. marka atau skoon
5. peluit
6. bendera start
7. kapur penanda
8. tiang pancang
9. formulir data dan alat tulis
3.5 Pengambilan Data
Dalam penelitian ini, peneliti memerlukan tenaga pembantu yang berasal dari
rekan-rekan mahasiswa FIK UNNES Semarang. Sebelum dialaksanakan pengambilan
data terlebih dahulu diadakan pengarahan kepada siswa mengenai tata laksana
pengambilan data. Tahap pelaksanaan pengambilan data adalah sebagai berikut :
3.5.1 Pengambilan Data Untuk Tes Kecepatan (Lari 40 yard)
Tujuan : untuk mengukur kecepatan seseorang
Alat :
1. Stop watch menurut keperluan
2. Bendera start 1 buah
3. Formulir dan alat –alat tulis
4. Lintasan lurus dan rata dengan jarak 40 yard
36
Pengetes:
1. Starter 1 orang
2. Pengambil waktu menurut keperluan
3. Pengawas dan pencatat 1 orang
Pelaksanaan tes:
1. Start dilakukan dengan start berdiri
2. Pada satu ujung kakinya sedekat mungkin dengan garis start
3. Pada aba-aba “siap ‘ teste siap berlari
4. Pada aba-aba “ya” teste berlari secepat-cepatnya menempuh jarak 40 yard sampai
melewati garis finish
5. Bersamaan aba-aba “ya” stop watch dijalankan dan dihentikan pada saat testee
mencapai garis finish.
Pencatat Hasil :
1. Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai untuk menempuh jarak tersebut
2. Waktu dihitung sampai sepersepuluh detik (Depdikbud, 1977, 5-6).
3.5.2 Pengambilan Data Untuk Tes kelincahan ( Tes lari bolak-balik/ shuttle Run )
Tujuan : untuk mengukur kelincahan seseorang
Alat dan perlengkapan :
1. Stop watch
2. Skoon / marka
37
3. Formulir dan alat tulis
4. Lapangan
Pelaksanaan tes :
1. Start berdiri
2. Pada aba-aba “ bersedia” testee berdiri dengan salah satu ujung kakinya sedekat
mungkin dengan garis start.
3. Pada aba-aba “ Ya” testee segera mengambil dan memindahkan balik satu demi
satu yang berada digaris start hingga selesai.
Pencatat hasil :
1. Bersamaan dengan ba-aba “ ya” stop watch dijalankan dan pada saat balok
terakhir diletakkan stop watch dimatikan
2. Hasil yang dicatat adalah waktu yang dicapai oleh testee untuk menempuh jarak 4
x 10 m
3.5.3 Pengambilan data Untuk Tes ketrampilan menggiring bola
Tujuan : untuk mengukur kemampuan menggiring bola .
Alat dan perlengkapan :
1. Lapangan
2. 10 buah pancang ukuran 2 meter
3. stop watch
4. bola
5. tali panjang 20 meter
38
6. meteran
7. kapur
8. formulir dan alat tulis
Pelaksanaan tes
1. Aba-aba “siap” testee berdiri dibelakan garis strart dengan bola siap untuk
digiring.
2. Pada aba-aba “ya” testee mulai menggiring bola dengan membeliti setiap pancang
secara urut.
3. Kalau terjadi kesalahan, maka harus diulang dimana kesalahan terjadi.
4. Diperkenankan menggiring bola dengan salah satu kaki atau dengan kedua kaki
bergantian.
5. Pada aba-aba “ya’ stop watch dihidupkan dan diamati pada saat testee atau
bolanya yang terakhir melewati garis finish
6. Setiap testee diberi 2 kali kesempatan
Penilaian Hasil tes :
Diambil nilai tes yang tercepat dari 2 kali kesempatan menggiring bola, yang dicatat
sampai persepuluh detik.
3.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi penelitian
Dalam suatu penelitian banyak faktor yang mempengaruhi hasil penelitian.
Demikian pula halnya dengan penelitian ini faktor-faktor itu adalah :
39
3.6.1 Faktor alat
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini harus dipertanggungijawabkan
kebenarannya. Sedangkan alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
bersumber dari peminjaman dari FIK UNNES Semarang dan dalam keadaan baru
atau sempurna, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya untuk
digunakan dalam penelitian.
3.6.2 Faktor Pengukur
Faktor pengukur sangat mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan, dan
untuk mengurangi masalah-masalah yang timbul dari hasil pengambilan data maka
disarankan untuk petugas pengambilan data agar teliti dalam membaca dan mencatat
hasil-hasil dari melakukan tes. Dan dalam pelaksanaan penelitian ini petugas yang
ditunjuk adalah rekan mahasiswa FIK UNNES Semarang sehingga dianggap mampu
dan mengerti dan terlatih dalam tata cara pengambilan data untuk masing-masing tes.
3.6.3 Faktor tempat
Faktor tempat kadangkala dapat mempengaruhi hasil penelitian karena dapat
mempengaruhi lancar atau tidaknya testee dalam melakukan tes. Untuk itu dipilih
lapangan yang memenuhi persyaratan.
3.6.4 Faktor Kesungguhan Hati
Faktor kesungguhan hati sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian dari
testee yang diteliti. Maka untuk mengatasi hambatan ini peneliti membuat motivasi
para testee untuk melakukan tes dengan sungguh-sungguh
40
3.7 Analisis Data
Analisa data merupakan satu langkah yang penting dalam suatu penelitian.
Data yang terkumpul tidak berarti apabila tidak diolah. Suatu kesimpulan diambil
dari hasil analisa data tersebut. Untuk menganalisa data diperlukan suatu teknik
analisa data yang sesuai dengan data yang dianalisa. Dalam suatu penelitian seorang
peneliti dapat menggunakan dua jenis analisa data yaitu analisa statistik dan analisa
non satatistik. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa
statistik . menurut Sutrisno Hadi (1996 :21), analisa statistik adalah cara-cara ilmiah
yang dipersiapkan untuk mengumpulkan, menyusun, menyajikan dan menganalisa
data-data penyelidikan yang terwujud angka-angka.
Dalam mempergunakan analisis statistik ini, ada pertimbangan sebagai
berikut:
1. Dengan analisa statistik, maka objektivitas dari hasil penelitian lebih terjamin.
2. Analisa statistik dapat memberikan efisiensi dan efektifitas kerja, karena data
lebih sederhana.
3. Teknik analisa data yang dipergunakan adalah dengan teknik analisa regresi dua
prediktor.
Dalam analisis data ini terdiri dari dua tahap yaitu:
1. Uji prasyarat analisis regresi dua prediktor
Uji prasyarat analisis regresi dua prediktor meliputi uji normalitas, uji
homogenitas dan uji linieritas.
41
a. Uji normalitas data
Uji normalitas digunakan untuk menguji data yang diperoleh terdistribusi
normal atau tidak. Apabila data terdistribusi normal, maka statistik yang digunakan
untuk pengujian hipotesis digunakan statistik parametrik yaitu analisis regresi ganda
atau dua prediktor, sebaliknya apabila tidak terdistribusi normal maka digunakan
statsitik non parametrik. Dalam pengujian normalitas ini digunakan uji Liliefors atau
Kolmogorov Smirnov (Singgih Santoso, 2001: 94). Apabila diperoleh nilai
probabilitas melebihi batas kesalahan yang digunakan yaitu α = 0.05, maka dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal (Singgih Santoso, 2001: 97)
b. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
dnegan variabel terikat bersifat linier atau tidak. Dalam pengujian ini digunakan
regresi tunggal. Apabila diperoleh nilai F hitung dengan probabilitas kurang dari α =
0.05, dapat disimpulkan bahwa hubungannya bersifat linier.
2. Analisis Regresi Dua Prediktor
Dalam analisis regresi dua prediktor ada beberapa tahap analisis yaitu:
a. Menentukan persamaan regresi
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel-variabel (X)
terhadap variabel-variabel dependen (Y). Adapun persamaan yang digunakan model
matematis probabilistik atau probabilistic mathematical mode (Algifari,1997) adalah:
Y= a + b1X1 + b2X2
42
Dimana :
Y = Penafsiran variabel dependen ( menggirng bola)
X1 = Variabel independen 1 (kecepatan )
X2 = Variabel independen 2 (kelincahan )
a = Nilai konstanta
b1 = Koefisien regresi varibel independen 1
b2 = Koefisien regresi varibel independen 2
b. Uji parsial
Uji parsial digunakan t-test merupakan pengujian koefisien regresi parsial
yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen kecepatan dan
kelincahan secara individual mempunyai hubungan dengan variabel dependen (Y)
yaitu menggiring bola. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut.
1) Perumusan hipotesis
Ho : bi = 0, dengan i = 1, 2, berarti tidak ada pengaruh masing-masing variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Ha : bi > 0, dengan i = 1, 2, berarti ada pengaruh masing-masing variabel bebas
terhadap variabel terikat.
2) Penentuan nilai kritis
Tingkat signifikansi (α) = 5%
Degree of fredom (df) = n – k –1
Dimana
n : jumlah sampel
k : Jumlah variabel dependent
43
3) Kriteria pengujian
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus.
1 2
1
R
t r n k

− −
=
Ketentuan yang berlaku dalam uji t ini adalah :
Apabila t-test ≥ t-tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak atau apabila probabilitas
(ρ value) < 0.05.
c. Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan ini digunakan untuk menguji pengaruh varibel bebas terhadap
variabel terikat secara bersama-sama (simultan) dengan tingkat signifikansi yang
digunakan sebesar α = 5% dan df (k: n-k-1). Langkah-langkah pengujiannya adalah
sebagai berikut.
1) Perumusan hipotesis
Ho : b1 = b2 = 0, tidak ada pengaruh secara bersama-sama variabel bebas
terhadap variabel terikat.
Ha : b1 = b2 > 0 ada pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap
variabel terikat
2) Penentuan nilai kritis
Tingkat signifikansi (α) = 5%
Degree of fredom (df) = k : n – k –1
Dimana
n : jumlah sampel
k : Jumlah variabel dependent
44
3) Kriteria pengujian
Untuk menguji hipotesis tersebut digunakan rumus.
(1 ) /( 1)
/
2
2
− − −
=
R n k
F R k
Ketentuan yang berlaku dalam uji F ini adalah :
Apabila Freg ≥ F-tabel, maka Ha diterima dan Ho ditolak atau apabila
probabilitas (ρ value) < 0.05.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskriptif Data Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kecepatan, kelincahan dan menggiring bola dapat dilihat
dari hasil pengukuran menggunakan satuan detik seperti pada lampiran 1. Semakin
tinggi waktu yang dibutuhkan maka kecepatan, kelincahan dan menggiring bola dari
pemain sepak bola tersebut semakin kurang baik. Tabel 1 berikut memperlihatkan
rata-rata hasil pengukuran dari ketiga pengukuran tersebut.
Tabel 1.
Deskriptif Data Hasil Pengukuran Kecepatan, Kelincahan dan Menggiring Bola
26 26 26
5.16 9.47 17.77
7.21 12.37 27.46
5.8615 10.9473 22.5631
.5215 .7238 2.6758
.272 .524 7.160
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
Kecepatan Kelincahan Menggiring bola
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa rata-rata kecepatan pemain sepak
bola LPSB Atlas Binatama Semarang 5.86 detik, waktu tempuh yang paling sedikit
5.16 detik, sedangkan waktu terbesar 7.21 detik. Dari hasil tes kelincahan diperoleh
rata-rata sebesar 10.95 detik, dengan waktu terbesar 12.37 detik dan terendah 9.47
detik. Hasil tes menggiring bola diperoleh rata-rata 22.56 detik dengan waktu
tertinggi 27.46 dan terendah 17.77 detik.
46
Untuk mengetahui lebih lanjut ada tidaknya hubungan kecepatan, kelincahan
dengan menggiring bola dapat dilihat dari hasil analisis regresi ganda. Pada penelitian
ini analisis regresi dihitung menggunakan program komputer yaitu SPSS release 10,
yang sebelumnya diuji kenormalan dan kelinieran garis regresi.
4.2 Hasil Uji Prasyarat
4.2.1 Uji Kenormalan
Uji kenormalan data merupakan salah satu statistik yang digunakan untuk
menguji data yang diperoleh dari hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak.
Apabila berditribusi normal, maka untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini dapat
digunakan statistik parametrik (dalam hal ini adalah analisis regresi). Berkaitan
dengan pengujian kenormalan data ini digunakan uji Liliefors atau Kolmogorov
Smirnov, apabila diperoleh probabilitas lebih besar dari taraf kesalahan yang
digunakan, maka dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi normal. Hasil uji
normalitas data dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 4.2
Hasil Uji Normalitas Data
Variabel Lo Probabilitas Kriteria
Kecepatan 0.165 0.068 > 0.05 Normal
Kelincahan 0.123 0.200 > 0.05 Normal
Menggiring bola 0.105 0.200 > 0.05 Normal
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa probabilitas dari hasil uji normalitas
lebih besar dari 0.05, yang berarti bahwa data berdistribusi normal.
47
4.2.2 Uji Kelinieran
Untuk menguji kelinieran garis regresi antara kecepatan dengan menggiring
bola dan kelincahan dengan menggiring bola dapat dilihat dari hasil uji F seperti pada
tabel 4.4. Dari hasil analisis ini apabila diperoleh nilai F dengan probabilitas kurang
dari taraf kesalahan (0.05) dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang linier antara
kecepatan dengan menggiring bola dan kelincahan dengan menggiring bola.
Tabel 4
Hasil Uji Kelinieran
Hubungan F Probabilitas Kriteria
Kecepatan dengan menggiring bola 14.859 0.001 < 0.05 Linier
Kelincahan dengan menggiring bola 8.538 0.007 < 0.05 Linier
4.3 Hasil Uji Hipotesis
4.3.1 Persamaan Regresi
Model persamaan regresi untuk menyatakan hubungan antara kecepatan dan
kelincahan dengan menggiring bola pada siswa LPSB Atlas Binatama Semarang
dapat dilihat dari hasil output SPSS berikut.
Tabel 5.
Persamaan Regresi
-10.540 2.789 1.531
6.545 .731 .527
.544 .414
-1.611 3.814 2.905
.121 .001 .008
.618 .512
.622 .518
.535 .407
B
Std. Error
Unstandardized
Coefficients
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
Zero-order
Partial
Part
Correlations
(Constant) Kecepatan Kelincahan
1
Model
48
Berdasarkan hasil analisis regresi tersebut diperoleh koefisien regresi untuk
variabel kecepatan sebesar 2.789, variabel untuk kelincahan sebesar 1.531 dan
konstanta sebesar –10.540. Terlihat pula bahwa koefisien-koefisien regresi tersebut
diuji keberartiannya menggunakan uji t dan diperoleh thitung untuk variabel kecapatan
(X1) sebesar 3.814 dengan probabilitas 0.001 < α = 0.05, yang berarti bahwa variabel
tersebut signfikan. Hal ini berarti bahwa kecapatan mempunyai hubungan dengan
menggiring bola. Dengan kata lain, siswa yang mempunyai kecepatan yang lambat
atau waktu yang besar dalam lari akan diikuti pula tingginya waktu dalam menggiring
bola, sebaliknya dengan kecepatan yang tinggi akan dikuti sedikitnya waktu dalam
menggiring bola. Hasil uji keberartian variabel kelincahan, diperoleh thitung sebesar
2.905 dengan probabilitas 0.008 < α = 0.05, yang berarti variabel tersebut signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang berarti antara kelincahan dengan
mengging bola. Secara umum hubungan variabel-variabel tersebut dapat dinyatakan
dengan persamaan regresi yaitu:
^Y
= 2.789X1 + 1.531X2 –10.540.
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap terjadi peningkatan 1 detik
pada hasil pengukuran kecepatan akan dikuti peningkatan waktu dalam menggiring
bola 2.789 detik dan setiap terjadi peningkatan waktu 1 detik pada hasil pengukuran
kelincahan akan diikuti peningkatan waktu dalam menggiring bola sebesar 1.531
detik. Secara bersama-sama apabila seorang pemain mengalami peningkatan 1 detik
hasil pengukuran kecepatan dan kelincahan akan diikuti peningkatan waktu
menggiring bola sebesar 2.789 + 1.531 = 4.320 detik.
49
4.3.2 Besarnya Hubungan Secara Parsial
Besarnya hubungan antara kecepatan dengan menggiring bola dan kelincahan
dengan menggiring bola dapat dilihat dari koefisien korelasi parsial, seperti pada
tabel 4.5. Tampak bahwa koefisien korelasi parsial antara kecepatan dengan
menggiring bola sebesar 0.622 sedangkan antara kelincahan dengan menggiring bola
sebesar 0.518. Tampak bahwa hubungan antara kecapatan dengan hasil menggiring
bola lebih tinggi daripada antara kelincahan dengan hasil menggiring bola.
4.3.3 Uji Simultan
Secara simultan, hubungan kecepatan dan kelincahan dengan menggiring bola
dapat dilihat dari hasil uji anava untuk regresi.
Tabel 6.
Uji Simultan
ANOVAb
98.120 2 49.060 13.953 .000a
80.871 23 3.516
178.991 25
Regression
Residual
Total
Model
1
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
a. Predictors: (Constant), Kelincahan, Kecepatan
b. Dependent Variable: Menggiring bola
Berdasarkan hasil uji anava tersebut, diperoleh F hitung sebesar 13.953
dengan probabilitas 0.000 < α = 0.05, yang berarti signifikan. Hal ini berarti bahwa
secara simultan kecepatan dan kelincahan mempunyai hubungan dengan menggiring
bola pada permainan sepak bola bagi siswa LPSB Atlas Binatama Semarang, dan
50
secara parsial menunjukkan bahwa kecepatan memupunyai hubungan yang lebih
besar daripada kelincahan.
4.3.4 Koefisien Korelasi dan Determinasi Ganda
Hubungan antara kecepatan dan kelincahan dengan menggiring bola dapat
dilihat dari koefisien korelasi ganda, seperti pada hasil output SPSS berikut.
Tabel 7.
Koefisien Korelasi dan Determinasi Ganda
Model Summary
.740a .548 .509 1.8751
Model
1
R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
a. Predictors: (Constant), Kelincahan, Kecepatan
Berdasarkan tabel tersebut tampak bahwa besar hubungannya 0.740,
sedangkan besar sumbangan kecepatan dan kelincahan terhadap hasil menggiring
bola dapat dilihat dari nilai R square yaitu sebesar 0.548 atau 54.8%. Hal ini berarti
bahwa hasil menggiring bola dipengaruhi oleh kecepatan dan kelincahan sebesar
54.8%, sisanya 55.2% dari faktor lain di luar penelitian ini seperti teknik menggiring
bola dan kelenturan kaki.
4.4 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara kecepatan dengan hasil menggiring bola pada permainan sepak bola.
Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis regresi secara parsial yang diperoleh koefisien
untuk kecepatan sebesar 2.789 yang diuji keberartiannya menggunakan uji t
diperoleh thitung 3.814 dengan probabilitas 0.001 < α = 0.05, yang berarti signifikan.
51
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kecepatan mempengaruhi hasil
menggiring bola. Semakin besar kecepatan seseorang, maka hasil menggiring bola
akan semakin cepat, sebaliknya semakin lambata kecepatannya, maka hasil
menggiring bola semakin lambat pula. Kecepatan merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi gerak. Kecepatan merupakan unsur keampuan gerak
yang harus dimiliki seorang pemain sepakbola sebab dengan kecepatan yang tinggi,
pemain yang menggiring bola dapat menerobos dan melemahkan daerah pertahanan
lawan. Kecepatan didukung dengan tenaga eksplosif berguna untuk fastbreak, dribble
dan passing. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan seluruh tubuh dengan
cepat, akan tetapi dapat pula terbatas pada menggerakkan seluruh tubuh dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan anggota tubuh seperti tungkai adalah penting
pula guna memberikan akselerasi obyek-obyek eksternal dalam menggiring bola.
Kecepatan melibatkan koordinasi otot-otot besar pada tubuh dengan cepat dan tepat
dalam suatu aktifitas tertentu. Kecepatan dapat dilihat dari sejumlah besar kegiatan
dalam olahraga meliputi kerja kaki (footwork) yang efisien dan perubahan posisi
tubuh dengan cepat. Seseorang yang mampu bergerak dengan koordinasi seperti
tersebut di atas yang cepat dan tepat berarti memiliki kecepatan yang baik yang
berpengaruh terhadap hasil menggiring bola.
Pada variabel kelincahan diperoleh koefisien regresi sebesar 1.531 yang diuji
keberartiannya menggunakan uji t dan diperoleh thitung 2.905 dengan probabilitas
0.008 < α = 0.05, yang berarti signifikan. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa
dengan bertambahnya kelincahan pemain sepak bola, maka akan diikuti kecepatan
dalam menggiring bola. Kelincahan merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi gerak. Kelincahan merupakan unsur kemampuan gerak yang harus
52
dimiliki seorang pemain sepakbola sebab dengan kelincahan yang tinggi pemain
dapat menghemat tenaga dalam suatu permainan. Kelincahan juga diperlukan dalam
membebaskan diri dari kawalan lawan dengan menggiring bola melewati lawan
dengan menyerang untuk menciptakan suatu gol yang akan membawa pada
kemenangan. Seorang pemain yang kurang lincah dalam melakukan suatu gerakan
akan sulit untuk menghindari sentuhan-sentuhan perseorangan yang dapat
mengakibatkan kesalahan perseorangan.
Kelincahan melibatkan koordinasi otot-otot besar pada tubuh dengan cepat
dan tepat dalam suatu aktifitas tertentu. Kelincahan dapat dilihat dari sejumlah besar
kegiatan dalam olahraga meliputi kerja kaki (footwork) yang efisien dan perubahan
posisi tubuh dengan cepat. Seseorang yang mampu merubah posisi yang berbeda
dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi yang baik, berarti kelincahannya cukup
baik.
Individu yang mampu merubah posisi yang satu ke posisi yang lain dengan
koordinasi dan kecepatan yang tinggi memiliki kesegaran yang baik dalam komponen
kelincahan. Dalam beberapa hal, kelincahan menyatu dengan tenaga daya tahan.
Kelincahan diperlukan sekali dalam melakukan gerak tipu pada saat menggiring bola.
Gerak tipu dapat kita kerjakan dengan mengendalikan ketepatan, kecepatan, dan
kecermatan.
53
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan dan hasil penelitian dapat diambil beberapa
simpulan antara lain:
1. Hasil analisis koefisien korelasi parsial untuk kecepatan sebesar 0.622 dengan
probabilitas 0.001 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan
ada hubungan secara signifikan antara kecepatan dengan menggiring bola pada
permainan sepak bola oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang. Hal ini berarti
bahwa dengan bertambahnya kecepatan akan diiikuti pula ketrampilan dalam
menggiring bola.
2. Hasil analisis koefisien korelasi parsial untuk kelincahan sebesar 0.518 dengan
probabilitas 0.008 < 0.05, yang berarti hipotesis diterima, dengan demikian
kelincahan berhubungan secara signifikan dengan hasil menggiring bola pada
permainan sepakbola oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi kelincahan seseorang akan diikuti naiknya ketrampilan
dalam menggiring bola.
3. Hasil analisis korelasi ganda sebesar 0.740 yang diuji keberartiannya
menggunakan uji F diperoleh Fhitung sebesar 13.953 dengan probabilitas 0.000 <
53
54
0.05, yang berarti hipotesis diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara kecepatan dan kelincahan dengan hasil menggiring bola
pada permainan sepak bola oleh siswa LPSB Atlas Binatama Semarang.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti mengajukan saran-saran sebagai
berikut :
1. Dalam penyusunan program latihan fisik untuk menggiring bola dalam sepakbola,
hendaknya seorang pelatih memprioritaskan kecepatan dan kelincahan.
2. Bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan istrumen tes
yang lebih tepat.
3. Agar melakukan penelitian yang sejenis untuk mengkaji lebih lanjut faktor-faktor
lain yang termasuk dalam penelitian ini.
55
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta. BPFE.
A. Sarumpaet. 1992. Permainan Besar. Padang : Depdikbud
Baley, James A. 1986. Pedoman Atlet Teknik Peningkatan Ketangkasan dan Stamina.
Semarang : Bahasa Prise
Bompa, Tudor O. 1983. Theory and Methodology of Training. Dubuge : Kendall/
Hunt Publishing Company
Csanadi Arpad. 1972. Soccer. Budapest : Corvina press
Dangsina Moeloek dan Arjadino Tjokro. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Depdikbud. 1977. Pembinaan Kesegaran Jasmani dengan Tes A.C.S.P.F.T Untuk
Siswa SLTA Putra. Jakarta : Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi
Engkos Kosasih. 1985. Olahraga Teknik dan Program Latihan. Jakarta: Akademika
Presindo.
Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologi dalam Coaching. Jakarta : PT.
Dirjen Dikti P2LPT
Hocke dan Nasution. 1956. Olahraga dan Prestasi. Bandung : Penerbit Ternate
Hughes charles. 1980. Soccer Tactics and Skill. London:British Broadcasting
Coporation
Jonath.U.E. Haag dan R. Krembel. 1984. Atletik II. Jakarta : PT. Rosda Jayaputra
Lutan, Rusli. 1988. Belajar Ketrampilan Motorik Pengatar Teori dan Metode. Jakarta
: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud
M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik Olahraga. Jakarta : Depdikbud Dirjen
Dikti PPLPTK
Nossek Jossef. 1982. General Theory of Training. Lagos : Pan African Press ltd
56
Saifudin. 1999. Ketrampilan Bermain Sepakbola. Jurnal IPTEK Olahraga. Volume 3
no 1. Januari 2001. Halaman 1-11.
Sardjono. 1981. Pengaruh Latihan Kondisi Fisik Terhadap Kecakapan Bermain
Sepakbola
Singer, Robert N. 1982. Motor Learning and Human Performance. New York : Mc
Millan Publishing Company
Singgih Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta : PT.
Elex Media Komputindo
Soejono. 1985. Sepakbola: Taktik dan Kerjasama. Yogyakarta: PT. Badan Penerbit
Kedaulatan Rakyat.
Suharno HP.1985. Ilmu Kepelatihan Olahraga. Yogyakarta
________.1978. Ilmu Coaching Umum. Yogyakarta :Yayasan STO
Suharsimi Arikunto. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
PT. Rineka Cipta
Sukatamsi. 1988. Teknik Dasar Bermain Sepakbola. Surabaya :Tiga Serangkai
Sumardjono. 1986. Alat-alat dan Pengukuran. Semarang :IKIP Semarang
Sutrisno Hadi. 1996. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta :Yayasan Fakultas
UGM
W.J.S Poerwadarminta . 1982. Kamus Ilmu Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud
Winarno Surahmad. 1980. Metodologi Penelitian. Bandung : Badan Penerbit IKIP
Bandung

Kategori:Uncategorized

Hubungan Antara Kecepatan Reaksi Dan Daya Ledak Otot Tungkai Terhadap Ketepatan Smash Kedeng Pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta
Oleh :
Drs. Bambang Sujiono, M.Pd, Drs. Nur Ali, M.Pd. dan
Andriyanto
ABSTRAK
Penelitian ini diajukan untuk memperoleh informasi tentang hubungan antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai dengan ketepatan smash kedeng, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Penelitian ini dilakukan di Universitas negeri Jakarta. Pada tanggal 3 Juli 2006 hari Senin di Hall A Fakultas Ilmu Keolahragaan pada jam 14.00 sampai selesai. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan teknik survey korelasi, sampel yang digunakan yaitu mahasiswa sepaktakraw sebanyak 30 orang dari 34 orang, pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purpove random sampling.
Tes kecepatan reaksi (X1) diukur dengan menggunakan layar reaction timer senoh dengan satuan detik. Tes daya ledak otot tungkai (X2) diukur dengan menggunakan alat ukur vertikal jump. Tes ketepatan smash kedeng (Y) diukur dengan tes smash sepaktakraw.
Teknik pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik analisis statistika korelasi sederhana dan korelasi ganda yang dilanjutkan dengan uji-t pada taraf signifikansi α = 0,05.
Hasil penelitian menunjukan : pertama, terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi terhadap ketepatan smash kedeng, dengan persamaan garis regresi linear Ŷ = 28,26 + 0,43 X1 , koefisien korelasi (ry1 ) = 0,44 dan koefisien determinasi (ry12) = 0,1936, yang berarti variabel kecepatan reaksi memberikan sumbangan terhadap ketepatan smash kedeng otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng, dengan persamaan garis regresi linear Ŷ = 28,59 + 0,43 X2, koefisien korelasi ry2 = 0,43 dan koefisien determinasi (ry22) = 0,1849, yang berarti variabel daya ledak otot tungkai memberikan sumbangan terhadap ketepatan smash kedeng sebesar 18,49%. Ketiga, terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai secara bersama-sama dengan ketepatan smash kedeng, dengan persamaan garis regresi linear ganda Ŷ = 21 + 0,30 X1 + 0,28 X2 koefisien korelasi ganda (Ry 1-2) = 0,5 dan koefisien determinasi (RY 1-22) = 0,25 yang berarti bahwa variabel kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai secara bersama-sama memberikan sumbangan terhadap ketepatan smash kedeng sebesar 25%
A. Latar Belakang Masalah
Sepaktakraw merupakan cabang olahraga permainan asli dari Asia. Permainan ini dilakukan oleh dua regu yang berlawanan, setiap regu terdiri dari tiga orang pemain, yang dipisahkan oleh sebuah net yang memiliki ukuran dan ketinggian sama dengan bulu tangkis, yaitu 1,44 m. Permainan ini dimulai dengan melakukan servis, yang dilakukan oleh tekong ke daerah lapangan lawan. Kemudian pemain regu lawan mencoba memainkan bola dengan menggunakan kaki dan kepala dan anggota badan selain tangan, sebanyak tiga kali sentuhan.
Sebagai olahraga cabang beregu, sepaktakraw dimainkan di atas lapangan empat persegi panjang dengan permukaan yang rata baik ditempat terbuka (outdoor) maupun di ruangan tertutup (indoor), yang bebas dari rintangan. Sepaktakraw dimainkan oleh dua regu, yang pada tiap regu terdiri dari tiga orang pemain, yaitu tekong, apit kiri dan apit kanan dengan seorang pemain cadangan. Sepaktakraw sebagai cabang olahraga beregu, maka kemenangan satu regu ditentukan oleh banyak faktor, dua faktor diantaranya adalah : (1) penguasaan teknik bermain sepaktakraw secara individual dan (2) kerjasama tim (team work) yang baik antara pemain dalam sebuah tim atau regu. Makin sempurna penguasaan teknik setiap pemain dan kerjasama tiap regu, maka kualitas permainan akan makin baik.
Seorang atlet akan mampu mengembangkan potensinya secara optimal apabila memenuhi faktor-faktor sebagai berikut; karakteristik fisik, merupakan komponen penting yang harus disajikan sebagai penunjang penampilan (kapasitas fisik), penguasaan teknik secara benar yang diperlukan cabang olahraga tertentu dapat dikembangkan (biomekanik), tingkat kebugaran secara spesifik untuk aktivitas olahraga tertentu harus dicapai (kapasitas fisiologi), faktor-faktor psikologis yang memungkinkan atlet berhasil dalam suatu kompetisi perlu dikembangkan dan dipertahankan (menaikkan kondisi psikologis), etika kerja termasuk sikap yang tepat dalam latihan harus disajikan dan kesempatan untuk berkompetisi dengan atlet lain yang setara atau tingkat yang lebih tinggi harus tersedia.
Dalam kaitannya dengan permainan sepaktakraw, teknik dasar bermain sepaktakraw meliputi teknik : (1) servis yang dilakukan oleh tekong, (2) menimang, (3) smash, (4) heading dan (5) block. Berkaitan dengan sentuhan bola dengan anggota badan, sepakan yang harus dikuasai oleh pemain sepaktakraw meliputi : sepakan; sepak sila, sepak kuda, sepak cungkil, sepak menapa dengan telapak kaki, sepak badek atau sepak samping dan dengan punggung kaki, menggunakan kepala bagian depan (dahi), bagian samping dan bagian belakang, menggunakan dada, menggunakan paha dan menggunakan bahu.
Penguasaan keterampilan sepaktakraw diperlukan, agar pemainan dapat berjalan dengan baik, keterampilan tersebut dapat berupa keterampilan individual dan keterampilan penguasaan pertandingan, keterampilan individual meliputi : sepak sila, sepak kuda, sepak badek, menggunakan paha dan menyundul bola, sedangkan keterampilan penguasaan pertandingan meliputi : servis (sepak mula) menerima bola atau servis pertama, memberikan umpan atau hantaran, melakukan smash dan block.
Smash dalam sepaktakraw dibagi menjadi dua, yaitu : smash gulung dan smash kedeng. Smash atau rejam (istilah Malaysia) adalah gerak kerja yang terpenting dan merupakan gerak akhir dari gerak kerja serangan yang penting untuk mendapatkan point atau angka bagi regu yang melakukannya. Kesalahan atau kegagalan dalam melakukan smash berarti bukan hilangnya kesempatan untuk regu itu untuk mendapatkan angka tetapi juga menambah angka bagi lawan. Disini jelaslah bahwa kedua apit itu perlu mempunyai kemampuan yang
baik tentang smash sehingga dapat mencari sasaran yang lemah dan sulit untuk diterima atau dikontrol oleh lawan.
Seperti telah dijelaskan terdahulu, bahwa peranan smash sangat penting dan memiliki kesulitan tersendiri serta terbukanya kesempatan untuk memperoleh angka, maka diharapkan kedua apit itu mampu melakukan smash dengan cepat dan tepat, dimana dibutuhkan pula kecepatan mereaksi (sejauh mana jangkauan kakinya terhadap bola yang dilambungkan di udara) yang baik ketika bola datang.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memandang perlu untuk mengadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai dengan ketepatan smash kedeng pada mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan di pedahuluan, dapat di identifikasikan beberapa masalah sebagai berikut
1. Apakah terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dengan kemampuan smash kedeng ?
2. Apakah terdapat hubungan yang berarti antara daya ledak otot tungkai dengan kemampuan smash kedeng ?
3. Apakah terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai secara bersama-sama dengan kemampuan ketepatan smash kedeng ?
4. Manakah diantara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai yang memberikan kontribusi lebih besar terhadap ketepatan smash kedeng.
5. Apakah jika salah satu unsur kondisi fisik tidak baik akan mempengaruhi dalam melakukan smash kedeng pada permainan sepak takraw.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari agar tidak meluasnya pembahasan, maka penelitian ini dibatasi dengan pada : “Hubungan antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng pada mahasiswa kop sepak takraw Universitas Negeri Jakarta”.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka permasalahan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara kecepatan reaksi terhadap ketepatan smash kedeng pada mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta ?
2. Apakah terdapat hubungan antara daya ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng pada mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta ?
3. Apakah terdapat hubungan antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai dengan ketepatan smash kedeng pada mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta ?
E. Kegunaan Penelitian
Melalui penelitian ini, peneliti mengharapkan manfaat yang akan diperoleh diantaranya :
1. Menambah wawasan bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan, khususnya dan masyarakat pencinta sepak takraw pada umumnya, guna meningkatkan pengetahuan dalam rangka mengembangkan potensi dan kemampuan melatih disekolah maupun di klub-klub dimasa mendatang.
2. Memberikan masukan bagi pelatih, dalam hal ini adalah penyusunan metode latihan guna peningkatan kemampuan smash, khususnya yang mengarah kepada taktik dan strategi bertanding.
A. Kerangka Teoritis
1. Hakikat Kecepatan Reaksi
Kecepatan reaksi berasal dari kata “kecepatan” dan “reaksi”. Kecepatan merupakan sejumlah gerakan per waktu1. Reaksi berarti kegiatan (aksi) yang timbul karena satu perintah atau suatu peristiwa2. Dari penjabaran tersebut, maka kecepatan reaksi adalah gerakan yang dilakukan tubuh untuk menjawab secepat mungkin sesaat setelah mendapat suatu respons atau peristiwa dalam satuan waktu.
Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu di cabang-cabang olahraga, kecepatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam suatu pertandingan. Dalam olahraga sepaktakraw, kecepatan adalah hal yang mutlak diperlukan terutama dalam melakukan servis, smash dan block, seperti yang dikemukakan oleh Frank W. Dick, kecepatan dalam teori kepelatihan berarti kemampuan menggerakkan anggota badan, kaki atau lengan atau bagian statis pengumpil tubuh bahkan keseluruhan tubuh dengan kecepatan terbesar yang mampu dilakukan3.
Dalam aktivitas gerakan sepaktakraw seperti smash kedeng, kecepatan tendangan merupakan hal yang sangat diperlukan agar dengan segera bola yang ditendang mengarah ke daerah tersulit pertahanan lawan. Kecepatan menurut Harsono, ialah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-
1 M. Muslim, Tes dan Pengukuran dalam Olahraga, (Yogyakarta, STO Yogyakarta, 1986), h. 7
2 W.J.S. Poerwandarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1991), h. 721
3 Frank W. Dick, Sport Training Principles, (London : A and C Black Publisher, 1989), h. 191.
singkatnya4. Secara kinesiologis, Dadang M. Mengemukakan bahwa kecepatan sebagai perubahan posisi benda pada arahnya dalam satu satuan waktu5. Menurut M. Sajoto, kecepatan adalah kemampuan seseorang untuk mengerjakan gerakan berkesinambungan dalam bentuk yang sama dalam waktu yang sesingkat-singkatnya6.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa kecepatan adalah kemampuan untuk memindahkan atau merubah posisi tubuh atau anggota tubuh dalam menempuh suatu jarak tertentu dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dengan satuan waktu. Agar seseorang bereaksi dengan cepat, kecepatan harus dirangsang gerak secepat mungkin.
Kecepatan reaksi dikemukakan oleh Claude Bouchard yang dalam terjemahan oleh Moeh. Soebroto bahwa : kecepatan reaksi adalah kualitas yang memungkinkan memulai suatu jawaban kinetis secepat mungkin setelah menerima suatu rangsang7. Kecepatan reaksi merupakan kualitas yang sangat spesifik yang terlihat melalui berbagai jalan keanekaragaman manifestasi tersebut dapat dikelompokkan dalam 3 tingkatan :
1. Pada tingkat rangsang, dalam suatu persepsi tanda bersifat penglihatan, pendengaran dan perubahan.
2. Pada tingkat pengambilan keputusan, kerap kali perlu dipilih perpektif dalam kepenuhan aneka ragam tanda agar hanya mereaksi pada rangsang yang tepat.
3. Pada tingkat pengorganisasian reaksi kinetis, diskriminasi atau pilihan perpektif biasanya disertai perlunya penetapan pilihan diantara berbagai respons kinetis yang dibuat setelah itu.
Hal yang sama dikemukakan oleh Suharno H.P bahwa faktor-faktor penentu khusus kecepatan reaksi yaitu : tergantung iritabilita dari susunan syaraf, daya orientasi situasi yang dihadapi oleh atlet, ketajaman panca indera dalam menerima rangsangan, kecepatan gerak dan daya ledak otot8.
Kecepatan reaksi atau daya reaksi adalah kemampuan merespons sesaat setelah stimulus yang diterima syaraf yang berupa bunyi atau tanda lampu menyala.
Beberapa prinsip yang perlu ditaati dalam usaha meningkatkan pengembangan kecepatan reaksi yaitu meningkatkan pengenalan terhadap situasi persepsi khusus dan mengotomatisasikan semaksimal mungkin jawaban motoris yang perlu dibuat atau sikap kinetis yang perlu dipilih dalam situasi nyata. Oleh karena itu sangat perlu adanya metode latihan
4 Harsono. Coaching dan aspek-aspek psikologi dalam coaching (Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud, 1988) h. 126
5 Dadang M., Kinesiologi, (Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1987), h. 10
6 M. Sajoto, Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga, (Jakarta : Depdikbud, 1988) h. 9
7 Claude Bouchard et.al., Masalah-masalah dalam Kedokteran Olahraga, Latihan Olahraga dan Coaching, terjemahan Drs. Moeh. Soebroto (Jakarta : Ditjen dikluspora Depdikbud RI, 1977-1978) h. 39
8 Suharno H.P., Metode Penelitian (Jakarta : KONI Pusat, 1993) h. 33
yang mengkondisikan atlet pada situasi pertandingan yang sesungguhnya, di mana atlet dituntut melakukan gerakan secepat-cepatnya dalam waktu yang singkat.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa kecepatan reaksi adalah kemampuan individu dalam melakukan gerakan dari mulai adanya stimulus hingga berakhirnya respons dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Maka, kedua apit itu dituntut untuk memiliki kecepatan reaksi yang baik dalam melakukan smash kedeng agar lawan tidak sempat mengantisipasi ke mana bola akan diarahkan. Dengan memiliki kecepatan teknik yang baik didukung dengan kecepatan reaksi yang tinggi akan mempengaruhi keberhasilan dalam melakukan smash kedeng dengan bagian luar samping kanan.
2. Hakikat Daya Ledak Otot Tungkai
Kekuatan kerja fisik dalam olahraga prestasi merupakan komponen yang sangat penting, demikian halnya dengan sepaktakraw. Kondisi fisik yang baik merupakan salah satu unsur pendukung dalam pencapaian prestasi yang optimal, oleh karenanya peningkatan maupun pemeliharaanya merupakan dua aspek yang penting yang dilakukan secara continue dan berkesinambungan meskipun dilakukan dengan sistem prioritas sesuai dengan kekhususan masing-masing cabang olahraga. Kekuatan kondisi fisik merupakan modal utama dalam pencapaian prestasi olahraga, Sajoto mengungkapkan unsur kondisi fisik dalam olahraga yaitu : (1) kekuatan, (2) daya tahan, (3) daya ledak, (4) kecepatan, (5) kelenturan, (6) kelincahan, (7) koordinasi, (8) keseimbangan (9) ketepatan dan (10) reaksi9.
Salah satu unsur kondisi fisik yang memiliki peranan penting dalam kegiatan olahraga, baik sebagai unsur pendukung dalam suatu gerak tertentu maupun unsur utama dalam upaya pencapaian teknik gerak yang sempurna adalah daya ledak. Daya ledak atau sering disebut dengan istilah muscular power adalah kekuatan untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang digunakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya10.
Menurut Harsono daya ledak adalah kekuatan otot untuk mengerahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat11. Sedangkan Don R. Kirkendall mengemukakan bahwa daya ledak adalah hasil usaha dalam satuan unit waktu yang disebabkan ketika kontraksi otot memindahkan benda pada ruang atau jarak tertentu12. 9 M. Sajoto, Op. Cit, h. 16.
10 M. Sajoto, Op. Cit., h. 58
11 Harsono, Loc. Cit, (Jakarta : P2LPTK, 1980), h. 200. 12 Don R. Kirkendall, Measurement and Evaluation for Physical Education diterjemahkan oleh ME. Winarno, dkk. (Jakarta : ASWIN, 1997), h. 240.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh M. Soebroto bahwa tenaga ledak otot (power) adalah kualitas yang memungkinkan otot atau sekelompok otot untuk menghasilkan kerja fisik secara eksplosive13.
Berdasarkan pendapat di atas menyebutkan dua unsur penting dalam daya ledak yaitu : (a) kekuatan otot dan (b) kecepatan, dalam mengerahkan tenaga maksimal untuk mengatasi tahanan. Seperti yang diungkapkan Harsono bahwa dalam power atau daya ledak, selain unsur kekuatan terdapat unsur kecepatan14. Pendapat lain yang menguatkan pendapat di atas adalah pendapat Sajoto yang mengatakan daya ledak atau power adalah suatu kekuatan yang dipengaruhi oleh kekuatan dan kecepatan15.
Dengan demikian, jelas daya ledak merupakan satu komponen kondisi fisik yang dapat menentukan hasil prestasi seseorang dalam keterampilan gerak.
Sedangkan besar kecilnya daya ledak dipengaruhi oleh otot yang melekat dan membungkus tungkai tersebut. Tungkai adalah bagian bawah tubuh manusia yang berfungsi untuk menggerakkan tubuh, seperti berjalan, berlari dan melompat. Terjadinya gerakan pada tungkai tersebut disebabkan adanya otot-otot dan tulang, otot sebagai alat gerak aktif dan tulang alat gerak pasif.
Dasar (basic) untuk pembentukan daya ledak (power) adalah kekuatan. Menurut Russel R. Pace, mengatakan kekuatan sebagai tenaga yang dikerahkan sekelompok otot pada usaha tunggal yang maksimal16. Dengan demikian, jelaslah bahwa kekuatan menggabungkan kekuatan otot untuk mengatasi beban atau tahanan. Woeryanto menjelaskan tentang kekuatan sebagai berikut :
Kekuatan adalah kekuatan atau potensi otot untuk menghasilkan suatu tensi yang dinamis yaitu gerakan terhadap tahanan (resistant) atau menjadi suatu beban yang statis yaitu menghasilkan suatu tensi tanpa gerakan juga kekuatan otot dapat dideskripsikan sebagai potensi dari otot yang mampu untuk melakukan kontraksi yang maksimal17.
Kekuatan otot tungkai merupakan salah satu unsur membentuk daya ledak otot tungkai, dalam peningkatan kekuatan untuk menghasilkan lompatan yang baik, diperlukan kualitas otot tungkai yang baik pula.
Kekuatan otot tungkai dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui latihan-latihan yang mengarah pada hasil lompatan. Bentuk latihan untuk meningkatkan otot tungkai, daya ledak dan daya tahan otot adalah latihan-latihan yang membentuk kontraksi isotonik, kontraksi isometrik dan kontraksi isokinetis. Selain itu ada beberapa prinsip latihan yang
13 M. Soebroto, Op. Cit, h. 34.
14 Harsono, Ilmu Melatih, (Jakarta : Pusat Ilmu Olahraga, 1986), h. 47.
15 M. Sajoto, Op. Cit. H. 22.
16 Russel R. Pace, dkk. Dasar-dasar Ilmu Kepelatihan, diterjemahkan oleh Kasiyo Purjowinato, (Semarang : IKIP Semarang, 1993), h. 299.
17 Woeryanto,Latihan Penguatan Otot,(Jakarta :FPOK IKIPJakarta,1988),h.1.
meningkatkan otot tungkai, seperti berjalan dan berlari sedangkan daya ledak dan daya tahan otot yaitu penambahan beban, berulang-ulang, frekuensi latihan dan lama latihan.
Daya ledak yang dimiliki seorang pemain dapat menentukan tingkat keterampilannya didalam olahraga. Pada teknik smash, daya ledak terhadap otot tungkai ikut memberikan hubungan yang positif terhadap keberhasilan melakukan gerakan smash kedeng dalam upaya memberikan tekanan pada pihak lawan. Di mana pada tehnik smash kedeng dilakukan dengan kekuatan melakukan lompatan secara eksplosive dengan melakukan tolakan satu kaki disertai dengan ketepatan waktu (timing) serta power dari kaki tumpu untuk memukul bola saat berada pada titik tertinggi serta penempatan bola ke daerah kosong sehingga teknik smash kedeng dikatakan berhasil.
3. Hakikat Ketepatan
Ketepatan dapat diartikan kemampuan seseorang melakukan gerakan-gerakan volunter untuk suatu tujuan, misalnya dalam pelaksanaan shooting (menembak) bola basket, menendang bola kearah gawang, memanah dan menembak18.
Tepat atau ketepatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “Mengenai tepat pada sasaran, misalnya melempar bola dengan sasaran”19.
Mengenai tepat pada sasaran yang dimaksud adalah bagaimana seseorang smasher mampu melempar atau melontarkan sesuatu mengarah pada sasaran yang ditentukan dalam permainan sepaktakraw.
Jadi, ketepatan adalah gerakan lanjutan yang dilakukan seorang pemain sepaktakraw dalam mengendalikan gerakan-gerakan bebas untuk suatu tujuan.
Selain gerakan-gerakan yang dilakukan untuk mencapai sasaran, ketepatan juga diartikan sebagai ketepatan jalannya suatu gerakan atau rangkaian gerak untuk mencapai hasil yang dicapai.
Kemudian, J. Matakupan meninjau ketepatan dari suatu gerakan, terbagi menjadi dua bagian :
1. Ketepatan dalam arti proses adalah ketepatan jalannya suatu gerakan atau rangkaian gerak dilihat dari struktur gerakan dan sistemastis gerakan.
2. Ketepatan dalam arti produk adalah hasil yang dicapai20.
Selanjutnya J. Matakupan berpendapat bahwa :
“Ketepatan gerakan secara optimal dipengaruhi oleh beberapa aspek, aspek tersebut adalah : “kemampuan mengantisipasi, kelancaran gerakan dan hubungan gerakan, ini dapat dikuasai melalui pendidikan
18 Muslim, Tes dan Pengukuran Kepelatihan, (Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1995)., h. 65
19 Poerwadarmita, Op. Cit, h. 1055
20 J. Matakupan, Teori Bermain (Jakarta : Depdikbud, UT, 1992/1993), h. 22
jasmani yang benar dalam perbaikan gerakan-gerakan dasar dan dilakukan dengan berulang-ulang”21.
4. Hakikat Smash Kedeng
Kemampuan penguasaan teknik yang prima merupakan faktor yang menentukan keberhasilan suatu tim dalam pertandingan, keterampilan dasar (basic skill) perlu dikuasai oleh setiap pemain sepaktakraw untuk memberikan permainan yang baik dalam serangan maupun dalam bertahan.
Smash dalam sepaktakraw merupakan salah satu faktor yang penting dalam pola serangan, dimana mencakup semua untuk keterampilan dasar yang harus dikuasai oleh pemain. Beberapa macam jenis smash sepaktakraw antara lain :
1. Smash Gulung
2. Smash Kedeng
3. Smash Gunting
4. Smash Lurus
5. Smash Telapak Kaki (Sepak Kuda)22
Smash atau rejam (istilah Malaysia) adalah gerak kerja yang terpenting dan merupakan gerak akhir dari gerak kerja serangan23. Agar dapat menghasilkan smash yang akurat dan tajam, awalan, tolakan, sikap posisi badan saat melayang di atas dan sikap badan saat mendarat sangat penting untuk diperhatikan pada saat melatih24.
Dalam permainan sepaktakraw ada berbagai macam jenis smash, smash dapat dilakukan dengan menggunakan :
1. Kepala
a. Dahi/kening
b. Samping kanan kepala
c. Samping kiri kepala
d. Bagian belakang kepala
2. Kaki
a. Kaki bagian dalam
b. Bagian kura-kura
c. Bagian samping luar kaki
d. Telapak kaki25
21 Ibid, h. 21 22 Charsian Anwar, Mari Bermain Sepaktakraw, (Jakarta : PB. Persetasi, 1999), h.h. 25-28
23 Ratinus Darwis, Olahraga Pilihan Sepaktakraw, (Jakarta : Dep. P & K, Direktirat Jenderal Pergurun Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Pendidikan, 1992), h.h. 69-70.
24 Ibid, h.69
25 Ibid, h. 69
Smash kedeng merupakan jenis smash yang sering dilakukan pada pemain sepaktakraw guna memberikan serangan pada pihak lawan. Smash kedeng merupakan smash yang biasanya bola dipukul dengan punggung kaki atau kaki bagian luar.
Dalam melakukan smash kedeng dapat dibagi menjadi 3 tahapan gerakan smash, yaitu :
Tahap I : Tolakan
Tolakan harus dimulai dengan tumpuan salah satu kaki terlebih dahulu, kemudian diikuti gerakan merendahkan badan dengan jalan menekuk lutut agak dalam ke bawah, kemudian tolakan kaki tumpu ke atas bagian dalam secara eksplosif dengan bantuan kedua tangan.
Tahap II : Sikap badan di atas (saat Smash bola di atas)
Setelah melakukan tolakan dengan tumpuan salah satu kaki secara eksplosif, luruskan tungkai serta putar badan (pinggul, punggung, bahu) kearah dalam. Kemudian lakukan smash dengan punggung kaki bagian luar, dibantu dengan putaran pinggul dan punggung.
Tahap III : Saat Mendarat
Gerak ikutan dimulai dari tungkai, bahu dan lengan secara bersamaan berputar ke arah luar, kemudian tungkai ditarik ke bawah dan mendarat dengan dua kaki dalam posisi siap.
Gambar 1 Gerakan Smash Kedeng
Sumber : Ucup Yusuf, Sudrajat Prawirasaputra, Lingling Usli, Pembelajaran Permainan Sepaktakraw. (Jakarta : Direktorat Jenderal Olahraga, 2001), h. 41
Dalam pemainan sepaktakraw, smash merupakan teknik gerakan yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, oleh karenanya kekuatan teknik smash perlu dilatih secara serius dan berkelanjutan.
Ratinus mengungkapkan beberapa teknik smash yang perlu diperhatikan guna mendapatkan hasil yang maksimal dalam melakukan smash, yaitu :
1. Perhatian dipusatkan kepada bola
2. Jangan ragu-ragu untuk melakukan smash, ambillah keputusan yang tepat
3. Tentukan ke mana smash akan di arahkan
4. Melompat dengan ketinggian secukupnya sesuai dengan keperluannya, bila perlu lebih tinggi lagi agar smash-nya sempurna
5. Untuk smash net/jaring jangan sampai tersentuh
6. Mata di arahkan ke bola26
Apabila ditinjau dari tinjauan mekanika umum, lompatan smash dalam sepaktakraw temasuk dalam kualifikasi melontarkan objek atau tubuh sendiri untuk mencapai gerak vertikal maksimal27.
Kekuatan kontraksi otot tungkai untuk memberikan tekanan pada lantai pada saat menolak merupakan titik tolak yang menentukan tinggi lompatan sesuai dengan hukum Newton III tentang hukum interaksi (low of interaction) bahwa setiap aksi akan menimbulkan reaksi yang sama besar dan arahnya berlawanan.28
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan yuang dimaksud dengan smash kedeng adalah suatu pola gerak dalam permainan sepaktakraw yang bertujuan untuk memberikan tekanan terhadap lawan, melalui pukulan dengan punggung kaki bagian luar ke arah daerah pertahanan lawan.
B. Kerangka Berpikir
1. Hubungan antara Kecepatan Reaksi dengan Ketepatan Smash Kedeng
Penguasaan dasar teknik permainan sepaktakraw merupakan salah satu unsur yang ikut menentukan menang atau tidaknya suatu tim dalam suatu pertandingan di samping unsur-unsur lain yaitu kondisi fisik, taktik dan mental.
Teknik dasar dalam permainan sepaktakraw harus dikuasai oleh seorang pemain, di antaranya teknik smash. Teknik smash merupakan teknik serangan yang utama untuk memberikan tekanan terhadap lawan, di mana teknik smash mencakup seluruh unsur keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh pemain. Untuk dapat melakukan smash, ada beberapa faktor kondisi fisik yang mendukung di antaranya kecepatan reaksi.
Kecepatan reaksi adalah salah satu bagian dari komponen kondisi fisik yang dimiliki seseorang. Kecepatan reaksi memberikan pengaruh besar terhadap penampilan, keterampilan serta prestasi yang akan didapat oleh seorang atlet, terutama smash.
26 Ratinus Darwis, Loc.Cit., h.h. 69-70
27 Dadang Masnun,Biomekanika Dasar(Jakartra:FPOK IKIP Jakarta,1998)h.8 28 Dadan Masnun, Biomekanika Teknik Olahraga, Penggalan 3 (Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1997)h. 2
Kecepatan reaksi berbeda dengan refleks, karena kecepatan reaksi seseorang dapat dilatih hingga akhirnya membentuk otomatisasi gerakan, sedangkan refleks tidak.
Smash kedeng merupakan satu dari sekian banyak smash dalam permainan sepaktakraw. Di mana keberhasilannya perlu didukung pula oleh kemampuan kondisi fisik yang optimal, salah satunya adalah kecepatan reaksi. Dengan kecepatan reaksi yang baik, dimungkinkan tercapainya hasil yang diharapkan. Karena kecepatan reaksi adalah kemampuan organisme atlit untuk menjawab rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Untuk peningkatan/pengembangan kecepatan reaksi dalam melakukan smash, ada tahap-tahap yang dilalui oleh smasher untuk dapat melakukan smash dengan baik, di antaranya tahap tolakan, sikap badan di atas (saat smash bola di atas) dan saat mendarat (landing). Selain itu harus dapat mengantisipasi pemain lawan, khususnya blocker.
Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat hubungan antara kecepatan reaksi dengan ketepatan smash.
2. Hubungan antara Daya Ledak dengan Ketepatan Smash Kedeng
Pencapaian prestasi yang maksimal tidak dapat diraih tanpa adanya kekuatan yang prima dari seorang atlet dari penguasaan teknik gerakan cabang olahraga yang ditekuni. Selain itu pula unsur kondisi fisik merupakan faktor penentu sejauh mana seorang atlet dapat bertahan dalam suatu pertandingan. Unsur kondisi fisik bukan hanya sebagai unsur pendukung, terkadang juga merupakan unsur utama dalam penguasaan teknik gerak, salah satunya ialah daya ledak.
Daya ledak adalah kekuatan kerja otot untuk mengarahkan kekuatan maksimal dalam waktu yang sangat cepat. Dalam permainan sepaktakraw, lompatan tegak lurus diperlukan dalam melakukan teknik smash guna memberikan tekanan pada pihak lawan. Daya ledak yang baik sangat berperan baik dalam upaya mengantarkan tubuh ke udara dan pada saat menendang bola dengan kaki agar tercapai smash yang keras dan akurat maupun pada saat take off dengan kedua kaki.
Bagi pemain, kekuatan tolakan dan tendangan merupakan modal utama untuk melakukan smash yang baik serta mematikan. Oleh karenanya kekuatan lompatan yang tinggi serta kekuatan pada saat menendang bola merupakan modal utama untuk mencapai hal tersebut. Untuk mendapatkan lompatan yang baik, gerakan lompatan harus didukung sejumlah otot serta sistem kerja anatomi tubuh yang digerakan dalam melompat. Selain itu, kekuatan lompatan ini dapat dikembangkan dan ditingkatkan melalui latihan-latihan yang menunjang dan mengarah pada hasil lompatan. Contoh bentuk latihan untuk meningkatkan kekuatan otot tungkai, daya ledak dan daya tahan otot adalah latihan-latihan yang berbentuk kontraksi isotonik adalah suatu kontraksi otot yang tegangan ototnya selalu konstan pada saat terjadi perpendekan contohnya seperti melakukan latihan berjalan, isometrik adalah kontraksi yang terjadi tanpa
terjadi perubahan panjang seperti contohnya latihan mendorong beban atau sesuatu, dan isokinetis adalah kontraksi dimana kecepatan bergeraknya sendi relatif tetap contohnya seperti menahan suatu beban yang berat seperti burble.
Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat hubungan positif antara daya ledak terhadap ketepatan smash kedeng dari bergerak menuju posisi smash, melompat (take-off), kontak dengan bola sampai pada tahap akhir yaitu mendarat sehingga teknik smash dengan kesempurnaan dan keefektifan.
3. Hubungan antara Kecepatan Reaksi dan Daya Ledak dengan Ketepatan Smash Kedeng
Kecepatan reaksi adalah kemampuan beban dengan kecepatan yang tinggi pada suatu gerakan yang sempurna. Sedangkan daya ledak adalah kemampuan otot untuk mengatasi tahanan. Serta ketepatan (accuracy) adalah seseorang untuk mengendalikan gerak-gerak bebas terhadap suatu sasaran. Organisme atlit untuk menjawab rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Pada saat mengantarkan tubuh ke udara dan diteruskan dengan menendang bola diperlukan adanya perpaduan gerak yang saling mendukung untuk menghasilkan teknik smash yang baik, baik perpaduan antara kecepatan gerakan dan didukung oleh kekuatan otot tungkai untuk melompat yang tinggi serta ketepatan menendang bola diperlukan kemampuan berpikir dengan cepat untuk dapat memutuskan bermacam-macam pola gerak dari teknik awalan sampai mendarat. Sehingga perpaduan gerak tersebut sesuai dengan irama maupun ritmenya serta tercapai sesuai dengan tujuan dalam melakukan smash itu sendiri.
Secara singkat dapat digambarkan hubungan dari komponen daya ledak dan kecepatan reaksi dengan kekuatan smash kedeng. Daya ledak berfungsi untuk meningkatkan kemampuan lompatan serta menentukan kerasnya dan tepatnya tendangan pada saat bola berada pada titik tertinggi secara cepat dan eksplosif dengan salah satu kaki tolakan, pada saat tubuh berada di udara guna keberhasilan teknik smash.
Diduga bahwa kedua unsur komponen fisik daya ledak dan kecepatan reaksi memberikan hubungan yang terhadap kekuatan smash kedeng.
C. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir yang dikemukakan di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dengan ketepatan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
2. Terdapat hubungan yang berarti antara daya ledak otot tungkai dengan ketepatan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
3. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai dengan ketepatan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui :
1. Hubungan antara kecepatan reaksi dengan ketepatan melakukan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
2. Hubungan antara daya ledak otot tungkai dengan ketepatan melakukan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
3. Hubungan antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai dengan ketepatan melakukan smash kedeng pada Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Universitas Negeri Jakarta, Jl. Pemuda No. 10, dan bertempat di Hall A Fakultas Ilmu Keolahragaan.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 3 Juli 2006.
Hari : Senin
Tanggal : 3 Juli 2006
Pukul : 14.00 s/d selesai.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif dengan tehnik survey korelasi, yaitu suatu penelitian untuk mengumpulkan data yang diperoleh dengan cara mengukur dan mencatat hasil dari pengukuran yang terdiri dari kecepatan reaksi, daya ledak otot tungkai dan tes ketepatan smash kedeng.
Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai serta variabel terikatnya adalah ketepatan melakukan smash kedeng. Disain penelitian yang digunakan yaitu : X1 X2 Y
Keterangan :
X1 = Kecepatan reaksi
X2 = Daya ledak otot tungkai
Y = Ketepatan smash kedeng
D. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Dalam penelitian ini adalah Mahasiswa Kop Sepaktakraw Universitas Negeri Jakarta yang berjumlah 34 orang.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 30 orang yang diambil dari populasi dengan menggunakan teknik purposive random sampling, yaitu Mahasiswa Kop Sepaktakraw yang memiliki ketepatan melakukan smash kedeng dengan baik diambil secara acak. Dengan cara menggunakan kupon sebanyak 34, namun 4 di antaranya tidak bernomor dan 30 yang bernomor menjadi sampel dalam penelitian ini.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pengukuran terhadap variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini, adapun instrumen yang digunakan adalah :
a. Kecepatan reaksi dapat dilihat langsung pada layar reaction timer senoh dengan satuan detik29.
b. Tes daya ledak otot tungkai dengan menggunakan alat ukur vertikal jump.
c. Tes ketepatan smash kedeng diukur dengan tes smash sepaktakraw.
F. Teknik Pengumpulan Data
Data diperlukan dalam penelitian ini adalah berupa data kecepatan reaksi, daya ledak otot tungkai, dan ketepatan smash kedeng.
G. Teknik Analisa Data
Pengelolaan data guna dianalisis diambil dari hasil tes kecepatan reaksi (X1), hasil tes daya ledak otot tungkai (X2) dan hasil tes ketepatan smash kedeng (Y), dengan menggunakan teknik korelasi dan regresi sederhana, menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
29 Don Kirkendall, Pengukuran Evaluasi untuk Guru Pendidikan Jasmani, diterjemahkan oleh Winarno, dkk. (Jakarta : PPS IKIP Jakarta, 1997), h. 263.
1. Mencari persamaan regresi
Langkah ini dilakukan untuk memperkirakan hubungan antara variabel X dengan variabel Y dengan bentuk persamaan sebagai berikut :
bXaY+=^
dimana
^Y = Variabel respons yang diperoleh dari persamaan regresi
a = Konstanta regresi untuk X = 0
b = Koefisien arah regresi yang menentukan bagaimana arah regresi terletak.
Koefisien arah a dan b untuk persamaan regresi diatas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
()()()(()21211121XnYXXXYaΣ−ΣΣΣ−ΣΣ=
()(()212111Σ−ΣΣΣ−Σ=nYXYXnb
2. Mencari Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi antara variabel X1 dengan Y dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
()()(){}(){}222121111YnYXXnYXYXnYrXΣ−Σ−ΣΣΣ−Σ=30
3. Uji Keberartian Koefisien Korelasi
Sebelum koefisien korelasi diatas dipakai untuk mengambil kesimpulan, terlebih dahulu diuji mengenai keberartian.
Hipotesis statik :
a. Ho : py x1 = 0
Ha : py x1 > 0
b. Ho : py x2 = 0
Ha : py x2 > 0
Kriteria pengujian :
Tolak Ho jika thitung > ttabel dalam hal lain Ho diterima pada α = 0,05 untuk keperluan uji ini dengan rumus sebagai berikut : 212rnrt−−=31
4. Mencari Koefisien Determinasi
Untuk mengetahui kontribusi variabel X terhadap Y dicari dengan jalan mengalikan koefisien korelasi yang sudah dikuadratkan dengan angka 100%.
30 Sudjana, Teknik Analisa Regresi dan Korelasi, (Bandung : Tarsito, 1992),
h. 47
31 Ibid, h. 62
Regresi Linier Ganda
1. Mencari Persamaan Regresi Linier Ganda dengan cara sebagai berikut :
22110^xbxbbY++=32
dimana
bo = _22_11_XbXbY−−
b1 = ()()()()()()()2212221221122XXXXYXXXYXXΣΣΣΣΣ−ΣΣ
b2 = ()()()()()()()221222112121XXXXYXXXYXXΣΣΣΣΣ−ΣΣ
2. Mencari Koefisien Korelasi Ganda (Ry1-2)
Koefisien korelasi ganda (Ry1-2)
Ry1-2 = YgJKΣ)(Re33
JK (Reg) = b1ΣX1Y + b2ΣX2Y
3. Uji Keberartian Koefisien Korelasi Ganda
Hipotesis Statistik :
Ho : Ry x1 x2 = 0
Ho : Ry x1 x1 > 0
Ho : Koefisien korelasi ganda tidak berarti
Ha : Koefisien korelasi ganda berarti
Kriteria pengujian :
Tolak Ho jika Fhitung > Ftabel dalam hal ini diterima pada α = 0,05
Rumusnya : F = 1/)1(/22−−−knRKR34
Dimana :
F = Uji keberartian regresi
R = Koefisien korelasi ganda
K = Jumlah variabel bebas
N = Jumlah sampel
32 Sudjana, Ibid, h. 69
33 Op.Cit., h. 107
34 Sudjana, Op.Cit., h. 108
Ftabel dicari dari daftar distribusi F dengan dk sebagai pembilang adalah K atau 2 dan sebagai dk penyebut (n-k-1) atau 22 pada α = 0,05.
4. Mencari Koefisien
Hal ini dapat dilakukan mengetahui sumbangan dua variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y, koefisien determinasi dicari dengan jalan mengalika R2 dengan 100%.
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi data dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang penyebaran data yang meliputi nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata, simpangan baku, median, modus, varians, distribusi frekuensi, serta histogram dari masing-masing variabel X1, X2 maupun Y. Berikut data lengkapnya :
Tabel 1 . Deskripsi Data Penelitian
Variabel
Kecepatan Reaksi
Daya Ledak Otot Tungkai
Ketepatan Smash Kedeng
Nilai Tertinggi
0,890
71
16
Nilai Terendah
0,185
57
3
Rata-rata
0,49
63,73
7,83
Simpangan Baku
0,19
4,02
3,30
Median
0,44
64,50
7,50
Varians
0,03
16,13
10,90
1. Variabel Kecepatan Reaksi
Hasil penelitian menunjukkan rentang skor Kecepatan Reaksi ( X1 ) adalah antara 0,185 sampai dengan 0,890 nilai rata-rata sebesar 0,49 simpangan baku sebesar 0,19 median sebesar 0,44. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 . Distibusi Frekuensi Kecepatan Reaksi
Frekuensi
No
Interval Kelas
Absolut
Relatif (%)
1
0,185 – 0,302
5
16.67%
2
0,303 – 0,420
8
26.67%
3
0,421 – 0,538
7
23.33%
4
0,539 – 0,655
3
10.00%
5
0,656 – 0,773
3
10.00%
6
0,774 – 0,891
4
13.33%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 2 di atas dibandingkan dengan nilai rata-rata, terlihat testee yang berada pada kelas rata-rata sebanyak 7 testee (23,33%) dan yang berada di bawah kelas rata-rata sebanyak 10 testee (33,33%), sedangkan testee yang berada di atas kelas rata-rata sebanyak 13 testee (43,34%). Selanjutnya histogram variabel Kecepatan Reaksi dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini :
Gambar 1 : Diagram Histogram Kecepatan Reaksi 01234567890,185-00,0,530,0,77
2. Variabel Daya Ledak Otot Tungkai
Hasil penelitian menunjukkan rentang skor Daya Ledak Otot Tungkai (X2) adalah antara 57 sampai dengan 71, nilai rata-rata sebesar 63,73 simpangan baku sebesar 4,02 median sebesar 64,50. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3 . Distribusi Frekuensi Daya Ledak Otot Tungkai
Frekuensi
No
Interval Kelas
Absolut
Relatif (%)
1
57,0 – 59,3
6
20.00%
2
59,4 – 61,7
3
10.00%
3
61,8 – 64,1
6
20.00%
4
64,2 – 66,5
8
26.67%
5
66,6 – 68,9
3
10.00%
6
69,0 – 72,3
4
13.33%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 3 di atas dibandingkan dengan nilai rata-rata, terlihat testee yang berada pada kelas rata-rata sebanyak 6 testee (20,00%) dan testee yang berada di bawah kelas rata-rata sebanyak 9 testee (30,00%), sedangkan testee yang berada di atas kelas rata-rata sebanyak 15 testee (50%). Histogram variabel Daya Ledak Otot Tungkai dapat dilihat pada gambar 2. 0123456789ueekFr
Gambar 2 : Diagram Histogram Daya Ledak Otot Tungkai n5756164,669
3. Variabel Ketepatan Smash Kedeng
Hasil penelitian menunjukan bahwa rentang skor variabel Ketepatan Smash Kedeng (Y) adalah antara 3 sampai dengan 16, nilai rata-rata sebesar 7,83 simpang baku sebesar 3,30 median sebesar 7,50. Distribusi frekuensi dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4 . Distribusi Frekuensi Ketepatan Smash Kedeng
Frekuensi
No
Interval Kelas
Absolut
Relatif (%)
1
3,0 – 5,1
8
26.67%
2
5,2 – 7,3
7
23.33%
3
7,4 – 9,5
8
26.67%
4
9,6 – 11,7
3
10.00%
5
11,8 – 13,9
2
6.67%
6
14,0 – 16,1
2
6.67%
Jumlah
30
100%
Berdasarkan tabel 4 dibandingkan dengan skor rata-rata, terlihat testee yang berada pada kelas rata-rata sebanyak 8 testee (26,67%), testee yang berada di bawah kelas rata-rata sebanyak 15 testee (50%), sedangkan testee yang berada di atas kelas rata-rata sebanyak 7 testee (23,33%).
Gambaran histogram Ketepatan Smash Kedeng dapat dilihat seperti di bawah ini.
Gambar 3 : Diagram Histogram Ketepatan Smash Kedeng
B. Pengujian Hipotesis 01234567893,0-5,15,2-7,37,4-9,59,6-11,711,8-13,914,0-16,1
1. Hubungan Antara Kecepatan Reaksi terhadap Ketepatan Smash Kedeng
Hubungan antara Kecepatan Reaksi terhadap Ketepatan Smash Kedeng dinyatakan oleh persamaan regresi , Artinya Ketepatan Smash Kedeng dapat diketahui atau diperkirakan dengan persamaan regresi tersebut, jika variabel Kecepatan Reaksi (X143,026,28ˆXY+=1) diketahui.
Hubungan antara Kecepatan Reaksi (X1) terhadap Ketepatan Smash Kedeng (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry1 = 0,44. Koefisien korelasi tersebut harus diuji terlebih dahulu mengenai keberartiannya, sebelum digunakan untuk mengambil kesimpulan. Hasil uji keberartian korelasi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 5 : Uji Keberartian Koefisien Korelasi X1 Terhadap Y
Koefisien Korelasi
t hitung
t tabel
0,44
2,59
2,048
Uji keberartian koefisien korelasi di atas terlihat bahwa t hitung = 2,59 lebih besar dari t tabel = 2,048, yang berarti koefisien korelasi ry1 = 0,44 adalah berarti. Dengan demikian hipotesis yang mengatakan terdapat hubungan yang positif antara Kecepatan Reaksi terhadap Ketepatan Smash Kedeng didukung oleh data penelitian, yang berarti meningkatnya Kecepatan Reaksi maka akan meningkatkan pula Ketepatan Smash Kedeng. Koefisien determinasi Kecepatan Reaksi terhadap Ketepatan Smash Kedeng ( ry12 ) = 0,1936. Hal ini berarti bahwa 19,36% Ketepatan Smash Kedeng ditentukan oleh Kecepatan Reaksi (X1). Kelas I
2. Hubungan Antara Daya Ledak Otot Tungkai terhadap Ketepatan Smash Kedeng
Hubungan antara Daya Ledak Otot Tungkai terhadap Ketepatan Smash Kedeng dinyatakan oleh persamaan regresi , Artinya Ketepatan Smash Kedeng dapat diketahui atau diperkirakan dengan persamaan regresi tersebut jika variabel Daya Ledak Otot Tungkai (X243,059,28ˆXY+=2) diketahui.
Hubungan antara Daya Ledak Otot Tungkai (X2) terhadap Ketepatan Smash Kedeng (Y) ditunjukkan oleh koefisien korelasi ry2= 0,43. Koefisien korelasi tersebut harus diuji terlebih dahulu mengenai keberartiannya. Hasil uji koefisien korelasi tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 6 : Uji Keberartian Koefisien Korelasi X2 Terhadap Y
Koefisien Korelasi
T hitung
T tabel
0,43
2,52
2,048
Uji keberartian koefisien korelasi di atas terlihat bahwa t hitung = 2,52 lebih besar dari t tabel = 2,048 yang berarti koefisien korelasi ry2 = 0,43 adalah berarti. Dengan demikian hipotesis yang mengatakan terdapat hubungan yang positif antara Daya Ledak Otot Tungkai terhadap Ketepatan Smash Kedeng didukung oleh data penelitian, yang berarti meningkatnya Daya Ledak Otot Tungkai akan meningkatkan pula Ketepatan Smash Kedeng. Koefisien determinasi Daya Ledak Otot Tungkai terhadap Ketepatan Smash Kedeng dalam (ry22) = 0,1849 , hal ini berarti bahwa 18,49% terhadap Ketepatan Smash Kedeng ditentukan oleh Daya Ledak Otot Tungkai (X2).
3. Hubungan Secara Bersama-sama Antara Kecepatan Reaksi Dan Daya Ledak Otot Tungkai terhadap Ketepatan Smash Kedeng
Hubungan antara Kecepatan Reaksi (X1) dan Daya Ledak Otot Tungkai (X2) terhadap Ketepatan Smash Kedeng (Y) dinyatakan oleh persamaan regresi Sedangkan hubungan antara ketiga variabel tersebut dinyatakan oleh koefisien korelasi ganda R2128,030,021ˆXXY++=y1-2 = 0,5 Koefisien korelasi ganda tersebut, harus diuji terlebih dahulu mengenai keberartiannya sebelum digunakan untuk mengambil kesimpulan. Hasil uji koefisien korelasi ganda tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 7 : Uji Keberartian Koefisien Korelasi ganda
Koefisien Korelasi
F hitung
F tabel
0, 5
6,76
3,35
Uji keberartian koefisien korelasi ganda di atas terlihat bahwa F hitung = 6,76 lebih besar dari F tabel = 3,35 yang berarti koefisien korelasi ganda Ry1-2 = 0,5
adalah berarti. Hipotesis yang mengatakan terdapat hubungan positif Kecepatan Reaksi dan Daya Ledak Otot Tungkai secara bersama-sama terhadap Ketepatan Smash Kedeng didukung oleh data penelitian, ini berarti bahwa meningkatnya Kecepatan Reaksi dan Daya Ledak Otot Tungkai maka akan meningkatkan pula Ketepatan Smash Kedeng. Koefisien determinasi (Ry1-22) = 0,25. Hal ini berarti bahwa 25% Ketepatan Smash Kedeng ditentukan oleh Kecepatan Reaksi dan Daya Ledak Otot Tungkai.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian serta hasil penelitia pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi terhadap ketepatan smash kedeng
2. Terdapat hubungan yang berarti antara daya ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng
3. Terdapat hubungan yang berarti antara kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan dari penelitian maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Pelatih Sepak Takraw dalam usaha meningkatkan hasil latihan yang optimal yang memperhitungkan kecepatan reaksi dan daya ledak otot tungkai terhadap ketepatan smash kedeng sebagai faktor utama dalam smash kedeng
2. Mahasiswa FIK khususnya jurusan Somatokinetika untuk dapat meneliti unsur lain yang dapat meningkatkan kemampuan ketepatan smash kedeng
Lampiran 1
Tabel 1. Data Hasil Tes Kecepatan Reaksi (X1), Tes Daya Ledak Otot Tungkai (X2), dan Tes Ketepatan Smash Kedeng (Y)
Data Sebelum T-skor
Data Sesudah T-skor
No
X1
X2
Y
X1
X2
Y
1
0.287
65
5
60.91
53.15
41.42
2
0.434
62
4
52.98
45.68
38.39
3
0.504
64
6
49.21
50.66
44.45
4
0.363
59
4
56.81
38.22
38.39
5
0.483
69
9
50.34
63.11
53.53
6
0.413
65
8
54.11
53.15
50.50
7
0.342
57
6
57.94
33.24
44.45
8
0.356
66
9
57.19
55.64
53.53
9
0.449
63
7
52.17
48.17
47.48
10
0.589
58
4
44.62
35.73
38.39
11
0.794
60
3
33.56
40.71
35.36
12
0.511
62
5
48.83
45.68
41.42
13
0.332
65
13
58.48
53.15
65.65
14
0.430
62
9
53.20
45.68
53.53
15
0.561
59
11
46.13
38.22
59.59
16
0.631
63
6
42.35
48.17
44.45
17
0.379
65
16
55.95
53.15
74.73
18
0.779
61
3
34.37
43.19
35.36
19
0.662
67
5
40.68
58.13
41.42
20
0.291
68
10
60.70
60.62
56.56
21
0.675
59
7
39.98
38.22
47.48
22
0.890
60
7
28.38
40.71
47.48
23
0.831
57
9
31.56
33.24
53.53
24
0.340
69
15
58.05
63.11
71.70
25
0.291
71
10
60.70
68.09
56.56
26
0.386
66
8
55.57
55.64
50.50
27
0.270
65
12
61.83
53.15
62.62
28
0.528
71
8
47.91
68.09
50.50
29
0.185
68
9
66.41
60.62
53.53
30
0.692
66
7
39.06
55.64
47.48
Σ
14.678
1912
235
1500
1500
1500
DAFTAR PUSTAKA
Bahar Asril, Jurnal Portius Hakikat Permainan Sepaktakraw, Jakarta : FIK UNJ, 2001.
Bompa, Tudor, O, Theory and Methodology of Training, Ontario Canada : Dep Of Physical Education York University, Toronto, 1990.
Charsian Anwar, Mari Bermain Sepaktakraw, Jakarta : PB, PERSETASI, 1999.
Dadang Masnun, Biomekanika Dasar, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1980. , Biomekanika Teknik Olahraga, Penggalan 3, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1997. , Kinesiologi, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1987.
Frank W. Dick , Sport Training Principles, London : A and C Black Publisher, 1989
Hamidsyah Noer, Kepelatihan Dasar, Jakarta : Depdikbud, 1995.
Harsono, Coaching dan Aspek-Aspek Psikologi dalam Coaching, Jakarta : P2LPTK, 1980.
________, Ilmu Melatih, Jakarta : Pusat Ilmu Olahraga, 1986.
Kirkendall, Don R., Mearsurement and Evaluation for Physical Education, diterjemahkan oleh ME. Winarno, dkk., Jakarta : Aswin, 1975.
________, Mearsurement and Evaluation for Physical Education, diterjemahkan oleh ME. Winarno, dkk., Jakarta : PPS IKIP Jakarta, 1997.
M. Muslim, Tes dan Pengukuran Olahraga, Bandung : 1975.
________, Tes dan Pengukuran dalam Olahraga, Yogyakarta, STO Yogyakarta, 1986.
________, Tes dan Pengukuran Olahraga, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1995.
________, Tes dan Pengukuran Kepelatihan, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1995.
M. Sajoto, Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga, Semarang: Depdikbud, 1988.
________, Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga, Jakarta : Depdikbud P2LPTK, 1988.
M. Soebroto, Masalah-Masalah Dalam Kedokteran Olahraga dan Coaching, Jakarta : Dirjen PHSO, Dep. P & K, 1975.
Matakupan. J., Teori Bermain, Jakarta : Depdikbud, UT, 1992/1993.
Muhamad Suhud, Jurnal Kortius Hakikat Permainan Sepaktakraw, Jakarta : FIK UNJ, 2001.
Pate Russel. R., Dasar-Dasar Ilmu Kepelatihan, diterjemahkan oleh Kasiyo Dwijodinarto, Semarang : IKIP Semarang, 1993.
Poerwadarmita, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa: Depdikbud, PT. Balai Pustaka, 1976.
Ratinus Darwis, Olahraga Pilihan Sepaktakraw, Jakarta : Dep. P & K Direktorat Jendeal Pendidikan Tinggi, Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan, 1992.
Suharno H.P., Metode Penelitian, Jakarta : KONI Pusat, 1993
Sudjana, Teknik Analisa Regresi dan Korelasi, (Bandung : Tarsito, 1992)
Woeryanto, Latihan Penguatan Otot, Jakarta : FPOK IKIP Jakarta, 1988.

Kategori:Uncategorized